EmpatPuluhSembilan

6 4 0
                                    

Aulia terdiam diatas tempat duduknya menatap Agil yang sudah pulas tertidur. Sehabis menangis dan memutuskan untuk makan mie Agil malah merasa lelah dan mengantuk meninggalkan Aulia sendiri yang bingung harus berbuat apa.

Pernyataan tadi benar-benar membuatnya tidak percaya dengan masa lampau mereka. Tidak ada yang tahu pasti kenapa Seno senekat begitu, yang jelas waktu itu umur mereka masih labil dan belum bisa mengontrol diri, tapi bukankah itu yang harus dipertanyakan? Apa Seno mengidap sesuatu penyakit? Apa Seno terkena gangguan mental? Aulia jadi ngeri sendiri.

Dia lantas masuk ke dalam kamar untuk istirahat sementara Agil berada di ruang tengah tidur pulas diatas sofa. Rumah kecil yang hanya memiliki satu kamar saja, Aulia bertanya-tanya bagaimana mereka membagi tempat tidur dengan kamar yang berukuran sedang begini.

Setelah diteliti ternyata banyak juga foto-foto yang tertempel di dinding. Aulia dapat mengenali dengan jelas gambar anak kecil yang tersenyum menghadap kamera. Wajahnya begitu imut, tentu itu Raki. Kembali Aulia memperhatikan satu-satu foto yang terpajang. Ada masa muda bunda sangat cantik dan terlihat imut. Aulia tidak menemukan foto masa kecil Agil. Mungkin saja foto itu sudah dilepas untuk dibawa. Aulia ingat betul kata Agil, selagi rumahnya belum terjual maka, barang-barang yang ada disini belum mau ia buang, seperti masih ingin menikmati masa-masa tinggal disini.

Beralih dari foto Aulia menatap dirinya di kaca mirror, ternyata dandanan nya sangat tidak baik, rambut yang sudah kusut dan tidak beraturan, dia segera mencari sisir, diatas meja tidak ada, beralih ke laci Aulia membukanya dan malah menemukan barang lain.

Ternyata itu foto-foto masa kecil Agil yang sudah dilepas, sepertinya Agil sengaja mencabutnya sebelum Aulia kesini. Mode jahilnya keluar, Aulia mengambil satu foto dan memanjang di dompet. Tidak, sepertinya kurang, Aulia kembali mengambil dua untuk ia simpan secara pribadi.

Wajahnya sama persis seperti dulu, Aulia bisa tahu hanya dari mata dan senyumnya, menurut Aulia itu memang khas Agil.

Aulia menutup laci kecil di depannya, kembali fokus mencari barang pertama. Setelah menyisir rambut Aulia mengunci pintu dan mulai rebahan di kasur untuk menonton drama sebentar. Beberapa saat kemudian tanpa sadar dia sudah terlelap.

***

Aulia terbangun dari tidurnya, dia mengecek ponsel dan ternyata sudah habis baterai, dia membuka tirai jendela untuk mengecek suasana, diluar sudah gelap terlalu lama tidur Aulia sampai tidak sadar sudah malam, dia segera bangkit untuk keluar kamar, saat dicek ternyata Agil tidak ada di tempatnya dan tidak ada di rumah tapi, pria itu meninggalkan ponselnya.

Aulia membuka ponsel Agil hanya dengan wajahnya, itupun Agil yang meminta agar Aulia tidak perlu repot mengetik sandi. Aulia membuka WhatsApp, ada pesan dari Wildan, dia membuka obralan chat penasaran dengan dua sejoli bicarakan, hal pertama yang Wildan tanyakan adalah dirinya.

Aulia?

Sama gue.

Hanya itu yang mereka bicarakan, Aulia melirik pesan ada pesan dari Laras juga. Belum sempat dia membuka obralan pintu sudah terbuka duluan menampilkan Agil baru sampai dari luar.

"Udah bangun, lo?" Agil kembali menutup pintu.

"Darimana?"

"Tadi Laras nyariin lo, gue bilang lagi sama gue." Agil menjelaskan. Aulia menyadari sesuatu, pasti Agil melihatnya memegang ponsel dan membuka WhatsApp. Aulia segera memberikan ponsel pada pemiliknya.

Aulia paham betul Laras, dia pasti mencari Aulia. Laras itu sahabat yang baik, benar-benar baik. Aulia sangat percaya padanya. Disaat begini, saat hati sedang tidak baik Laras pasti ingin mengajaknya keluar untuk menenangkan otak. Tapi, sekarang sudah beda, Laras bilang tugasnya sedikit berkurang dengan adanya Agil. Aulia juga berkata meski ada Agil, Aulia tetap membutuhkan Laras. Persahabatan yang terbentuk sejak SD membuat mereka paham dan mengerti satu sama lain. Agil berpikir Aulia akan cemburu dengannya, padahal Aulia lebih khawatir Laras yang sedang menghubungi dirinya tapi, baterai ponselnya lowbat. Setelah daya ponselnya terisi Aulia akan menghubungi sahabatnya.

Agil keluar membeli makanan untuk makan malam mereka, ternyata baru jam tujuh malam sudah membuat perut Aulia keroncongan. Mereka dengan cepat melahap nasi goreng yang ada, tidak terbuang sia-sia Agil membeli empat bungkus, mereka berdua sama-sama lapar habis bangun tidur.

Habis makan mereka malah gabut tidak melakukan apapun akhirnya mereka memutuskan untuk keluar menikmati udara malam. Menyusuri pantai dengan senter yang Agil pegang, selama dua jam lebih mereka hanya berjalan bolak-balik, tidak bisa terlalu kotor karna tidak ada yang membawa baju ganti. Lelah menyusuri pandai akhirnya memilih untuk duduk dengan alas sendal masing-masing.

"Aneh." Agil menoleh, Aulia yang secara tiba-tiba berbicara selama hampir tiga puluh menit diam.

"Apanya?"

"Kita."

Agil tertawa mendengarnya, tanpa bertanya lagi Agil juga paham maksud aneh tentang mereka. Bukan hanya aneh tapi, mereka juga lucu. Awalnya seperti Tom and Jerry sekarang malah seperti ini. Bukankah itu lucu dan juga aneh?

Apalagi yang awalnya mereka saling ingin menjatuhkan dan menang sendiri sekarang malah menguatkan satu sama lain dan menghadapinya bersama-sama. Mereka tertawa beberapa saat. Sampai akhirnya datang juga kantuk Aulia. Agil membuka layar ponsel, terlalu asik menikmati mereka sampai tidak sadar sudah tengah malam, mereka bergegas masuk ke dalam.

"Lo mau tidur disini?" tanya Aulia kembali memastikan, disini? Tidur serumah lagi?

"Ya ... terus?" Agil melirik Aulia sekilas sembari fokus membalas pesan. Aulia tahu pasti itu kembarannya yang sangat sulit jauh darinya, siapa lagi kalo bukan Mario.

"Memangnya boleh tidur serumah? Itukan gak wajar buat anak SMA." 

Agil mengangkat bahu, "itukan cuma peringatan orang buat jaga-jaga, lagian gak ada yang tau juga, kan?" Agil mengedipkan mata genit, mulai kumat lagi sakitnya. Aulia memukul Agil sangat keras, membuat pria itu tidak fokus membalas pesan.

Aulia masuk kedalam kamar untuk mengambil selimut, dibawanya keluar dan melemparnya ke wajah Agil. Pria itu mengalah dan memasukkan ponselnya ke dalam saku, beralih meladeni Aulia yang terlihat sangat kesal.

"Oke, selamat tidur Aulia Putri Sadewi."

Aulia masuk kedalam kamar, beberapa kali dia mencoba memejamkan mata untuk tertidur tapi tetap saja matanya malah semakin menyala. Aulia mengintip Agil dari celah pintu, penasaran apa yang sedang dilakukannya. Dia masih sibuk mengurus kembarannya yang sangat tidak bisa jauh dari Agil.

"Gak usah diliatin, gue emang ganteng." Aulia tersentak kaget saat kepergok sedang mengintip. Dan ternyata baru ia sadari kalau ternyata pintu terbuka lebar. Kebanyakan melamun sampai tidak sadar dengan perilakunya.

Aulia cepat-cepat menutup pintu dan berbaring di atas kasur. Tidak tahu bahwa diluar sana ada pria yang sedang salah tingkah melihat tingkah konyolnya.

Aulia hanya termenung menatap langit-langit kamar. Beberapa jam yang lalu dia melihat sisi rapuh dari Agil dan sekarang pria itu nampak baik saja seolah beberapa jam lalu tidak terjadi. Aulia semakin penasaran, tentu ada banyak yang disembunyikan nya. Tidak mungkin tidak, masalah yang membuatnya nangis sesenggukan saja bisa membuatnya biasa saja seperti ini.

Jujur saja, untuk ini Aulia terpikat dengan caranya berpikir. Tidak bisa dipungkiri Agil memang dermawan, tapi tidak untuk saat dimana gilanya kumat. Karna jika kumat itu bukan Agil, sangat menjengkelkan usil dan tengil nya datang.

Agil SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang