LimaPuluhDelapan

7 3 0
                                    

Aulia mengetuk daun pintu beberapa kali sampai akhirnya seseorang membukakannya untuk dipersilahkan masuk. Aulia tersenyum pada bunda yang menyambutnya dengan hangat, betapa sakitnya senyuman hangat itu nantinya tidak akan pernah dia temui lagi.

Saat masuk Raki langsung memeluknya dan bermain di ruang tengah, mereka hanya asik berdua, bunda yang sibuk di dapur dan Agil tidak tahu dimana. Aulia menepati janjinya untuk menemui bunda dan Raki untuk terakhir kalinya. Setelah ini Aulia mungkin jarang atau tidak mau lagi mampir ke sini.

"Habis ini Raki jangan nakal, ya. Aulia mungkin udah jarang nanti main ke sini." Raki yang tidak tahu menahu mengangguk  tidak menyadari itu adalah kata perpisahan untuk mereka.

Setengah jam bermain Aulia akhirnya menghampiri bunda untuk pamit pulang. Arin yang sudah tahu Aulia datang untuk mengucapkan salam perpisahan tersenyum kaku, menahan tangis agar Raki tidak mendengar. Aulia juga menyerahkan amplop isi uang jualan mereka, beberapa bulan yang belum pernah di ambil semua dia berikan untuk Bunda. Ada sejumlah enam juta selama beberapa bulan jualan.

Dengan itu juga semua peralatan untuk berjualan sudah Aulia kembali ke pada pemiliknya, ada beberapa barang miliknya juga dia berikan. Dengan ini Aulia memutuskan untuk tidak lagi berjualan, jika Agil masih ingin berjualan Aulia persilahkan.

"Maafin bunda, ya? Gak ada yang perlu di ungkit ini memang udah terjadi. Bunda tau kau pasti gak suka bunda ungkit-ungkit." Arin memeluk Aulia.

"Bunda gak perlu minta maaf, Aulia pasti mampir kok ke sini." Aulia melepas pelukan yang terasa berat.

Aulia kemudian menangis, tidak tahan dengan kesedihannya. Dia kemudian bersujud di kaki Arin. Aulia mendapatkan kasih sayang dan perhatian keluarga dari Arin. Arin benar-benar memperlakukannya seperti anak sendiri. Kasih sayang yang Aulia rindukan kini harus kembali di relakan pergi.

Aulia menyayangi Bunda dan Raki, Aulia ingin selalu berada di keluarga ini. Sayangnya Aulia sudah terlalu hancur, terlalu sakit untuk dipaksa bahwa dia baik-baik saja, bahwa dia menerima semuanya dengan ikhlas, Aulia hancur, dia juga terluka dia juga sakit. Tapi, waktu dan semesta tidak mengizinkan dia untuk berlama di rumah singgahnya. Aulia selesai, dia dan Agil berakhir sampai disini.

Arin memperhatikan Aulia, dia berdiri dan sekali lagi tersenyum dengan lebar. Seberapa besar luas hatinya hingga masih mampu tersenyum dan datang kemari untuk menemuinya. Arin kehilangan satu anaknya.

Setelah tersenyum Aulia langsung pamit, menghilang dari pandangannya Arin sudah tidak dapat membendung air matanya, rasa sakit muncul di hati. Tidak tahu nanti seberapa lama Aulia bisa menyembuhkan sakitnya.

Arin menangis sendirian di dapur, membiarkan ikan goreng yang sudah hangus tanpa di balik dengan tangan yang masih memegang amplop berwarna coklat. Semua terluka, semua kehilangan.

Tidak memperdulikan Raki yang sibuk bermain, Agil di kamar sedang tertidur, demam bekas kehujanan semalaman. Arin tidak berhenti menangis, meluapkan emosi dan lukanya melalui air mata.

***

Agil berteriak memanggil Bunda dari luar untuk membukanya pintu. Arin yang mendengar teriakan putra sulungnya bergegas membukakan pintu. Agil terlihat basah kuyup dan wajah yang pucat. Arin segera membawakan handuk, menyuruhnya untuk mandi air hangat dengan segera.

Sambil menunggu putranya mandi Arin membereskan pakaian yang diletakkan sembarangan. Agil datang dan lansung memeluknya dari belakang. Agil memang termasuk anak yang manja jika sudah bersamanya, Arin memutar badan dan mendapati Agil menangis.

"Kenapa, kak? Lagi demam, ya?" tanya Arin memegang kepala Agil dan merasakan suhu tubuhnya. Agil terbilang anak yang manja ketika sedang merasa tidak enak badan atau sakit.

Agil SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang