EnamPuluhLima-End

19 3 12
                                    

Agil menyaksikan pemakaman Seno berlangsung. Ada banyak murid dan guru turut hadir berduka cita atas perginya Seno. Tidak di sangka dan di duga dia bisa dengan berani mengambil nyawanya sendiri. Agil tidak ingin menghakimi atau menjudge, itu semua keputusannya. Tidak ada yang tahu pasti apa penyebab keberaniannya muncul untuk loncat dari lantai lima. Lantai itu bukan hanya tinggi, Agil tidak dapat membayangkan rasanya saat loncat dari atas sana. Rasa nyawa yang melayang-Agil tidak kuat membayangkannya. Seberat apa pun masalah solusinya adalah menghadapi masalah itu sendiri, tidak bisa lari atau menghindar seperti ini. Entah ada berapa banyak masalah yang di hadapinya hingga memutuskan untuk menyerah, Agil harap setelah ini tidak ada lagi yang berpikir untuk lari dari masalah. Tidak ada lagi orang-orang yang berpikir dengan tidak ada di dunia segala masalah telah usai, padahal itu baru permulaan. Siapapun Agil harap memikirkan dengan panjang sebelum akhirnya memutuskan.

Satu hal yang selalu Agil pikirkan jika ingin menghabisi nyawanya sendiri. Pertama, kita tidak akan melihat lagi pemandangan disertai awan yang indah. Kedua, kita tidak tahu bagaimana nasib kita setelah akhiri hidup ini. Apakah Tuhan akan memaafkan dosa kita karna telah mengambil nyawa yang Ia ciptakan? Apakah kita adalah orang yang paling hina jika kita mengakhiri semuanya? Setengah mati kita bertahan hanya karna kita takut dengan itu, rasanya tidak adil hanya takut karna dosa, bukankah semua berdosa dan harus dibersihkan terlebih dulu?

Pada akhirnya Agil sadar bukan itu yang terpenting, bukan itu yang Tuhan maksud. Kita bertahan sudah sejauh ini untuk diri kita sendiri, bertahan demi janji pada Tuhan saat dalam masa kandungan. Tanyakan pada dirimu apa yang akan kau dapat sehingga menyanggupi untuk hidup sejauh ini? Ada hal istimewa yang menunggumu di depan sana, datangi dirimu di masa depan dan tersenyum pada dirimu di masa lalu. Pada hakikatnya hidup adalah untuk sendiri, jangan pernah menggantungkan segalanya pada manusia. Manusia bisa berubah, bisa lupa, bisa pergi. Tapi, dirimu lah yang ada dan selalu mendukung. Berikan dirimu ruang, buat sebuah pintu untuk di huni dirimu sendiri, temui dan cintai dirimu.

Dari banyaknya orang yang hadir ada satu gadis yang mencuri perhatiannya. Orang yang sama, masih memiliki ruang tersendiri di hatinya. Dia menatap jenazah Seno yang perlahan di kebumikan. Matanya bengkak dan dia menutup wajahnya menggunakan masker. Disebelahnya ada seorang pria yang duduk di kursi roda dengan pria muda yang memegang kursi roda miliknya. Wajahnya dia tutup dengan rambutnya agar orang lain tidak mengenalnya. Tapi, Agil masih sangat mengenalnya meski dia bersembunyi. Hati Agil sangat hancur melihatnya, tidak ada yang mencoba menenangkan gadis itu, memeluk atau memegang pundaknya untuk sekedar membuat gadis itu merasa aman.

Menurut kabar yang Agil dengar Aulia menjadi saksi atas kematian Seno. Terlihat di cctv Aulia berada di halaman parkiran, berapa menit dia berdiri sambil memandang ponsel, tidak lama setelah itu seseorang loncat dekat dengannya, saat itu pula Aulia ditemukan pingsan setelah melihat kejadian secara langsung. Betapa terlukanya dia, Agil tahu betul gadis itu mungkin saja trauma tentang peristiwa yang menimpanya. Agil tidak bisa, ingin rasanya dia berada di samping Aulia, memeluk gadis itu dan membiarkannya meluapkan emosi. Tapi, apa yang Aulia katakan ada benarnya, mereka tidak boleh lagi bertemu bahkan berpapasan dan bertatap mata, Agil harus bisa mengendalikannya. Mengendalikan perasaannya untuk tidak lagi mencintai Aulia. Meski ternyata itu sulit.

Perlahan beberapa orang meninggalkan area kuburan, Agil juga ikut pergi dari sana. Tidak jauh, dia masih memantau Aulia yang masih setia berdiri di sana. Dia meletakkan setangkai bunga yang dibawanya. Dia berjongkok menegang batu nisan bertuliskan nama Seno. Secepat itu Seno pergi dengan luka yang di simpan. Aulia terisak pelan, tidak kuasa menahan tangisnya. Andai saja kemarin dia lebih cepat mengiyakan untuk datang menemui Seno, hari ini pria itu mungkin masih ada di sini. Andai Aulia membalas pesan Seno dengan cepat dan mengatakan akan segera ke sana Seno tidak mungkin di dalam sini. Andai saja Aulia lebih peka dan peduli terhadap Seno, dan entah berapa andai lagi yang harus ia katakan.

"Seno..." Aulia terasa sesak, sulit mengungkapkan kata-kata bahwa dia menyesal. Meskipun memang terbukti motifnya adalah bunuh diri, Aulia tetap menyesal semua itu kesalahannya.

"Maafin, gue." Aulia semakin histeris.

"Seandainya lo pergi karna takdir Tuhan gue bisa ikhlas, No. Kalo caranya lo yang milih sendiri kayak gini gue, gue nggak bisa maafin diri gue sendiri." Aulia terus berbicara sendiri. Dia bersujud di atas tanah menangis sejadi-jadinya. Memukul tanah seolah menyalahkan dirinya sendiri.

Agil tidak bisa maju, janjinya menarik kedua kakinya untuk tidak melangkah. Sudah keputusan mereka berdua untuk tidak lagi bertemu, terlihat Wildan datang menghampiri Aulia. Membujuk gadis itu dan menariknya pulang. Agil melirik, Mario memegang bahunya pelan, tidak sadar sedari tadi Mario juga menyaksikan Aulia. Hati mereka terpukul hancur, mereka juga tidak bisa mendekati Aulia dan menghibur gadis cantik itu. Perlahan mereka juga pergi meninggalkan area pemakaman umum, pergi meninggalkan luka. Apa yang telah mereka perbuat dan apa yang sudah terjadi benar-benar menjadi trauma yang berat untuk Aulia. Tidak bisa dimaafkan, sekalinya Aulia sendiri mau memaafkan mereka merasa tidak pantas. Mereka terlalu jahat, terlalu kejam.

Perjalanan kisah SMA yang penuh kenangan. Tidak ada yang bisa melupakan kejadian yang sudah terlewat, meski nanti mereka akan berumur panjang kisah-kisah SMA seperti ini tidak akan mungkin terlupakan. Seperti kata orang-orang kenangan terindah ada di masa SMA. Sungguh indah, seperti ini ternyata kenangan masa remaja Agil. Dipenuhi dengan berbagai banyak drama yang mengubah cara berpikir mereka. Menjadi lebih terbuka lagi pikirannya dan menjadi pelajaran bagi mereka tersendiri, mereka memiliki kisah yang berbeda, dan menjadikan mereka lebih dewasa dari hari ini. Masa remaja yang cukup ekstrem untuk Agil, tapi dia hebat bisa melaluinya meski dengan luka berat.

***

Setahun berlalu, Agil sudah menjadi anak kelas dua belas dan berada di ujung, masa-masa yang mencengangkan karna akhirnya sebentar lagi Agil akan lulus. Dia menepati janjinya pada Aulia, dia memutuskan untuk lanjut kuliah mengenyam pendidikan lebih lanjut. Setelah acara perpisahan berakhir, Agil memilih mampir ke toko bunga untuk membeli beberapa bunga. Dia menatap awan yang terik, sudah setahun berlalu dan dia tidak pernah berjumpa dengan Aulia, entah dimana keberadaannya sekarang. Apa yang sedang dilakukannya, yang pasti Agil tahu Aulia sedang kuliah saat ini di semester empat, dari yang Agil tahu dari Wildan, Aulia memutuskan untuk pindah keluar negeri, kemana itu Agil juga tidak tahu.

Agil meletakkan bunga yang dibawanya ke atas makan. Dia menatap makan di depannya, sudah setahun rupanya Seno pergi. Tidak kenal dekat tapi Agil merasa kasihan terhadapnya, hari ini Agil datang menjenguknya. Hanya untuk menyapa sebentar.

"Gue datang." katanya pelan, "kira-kira Aulia di mana?"

Beberapa menit Agil hanya diam menatapi makam Seno, merasa kepanasan Agil memutuskan untuk pulang. Banyak kejadian yang ternyata mengubah Agil sepenuhnya. Agil kini lebih damai dengan dirinya, lebih teliti dan hati-hati. Berpikir dua kali sebelum bertindak dan lebih antisipasi terhadap kedepannya. Agil sangat berterimakasih pada mereka semua yang terlibat dalam masa remajanya, semua sangat berarti. Tanpa mereka semua Agil sekarang tidak akan tercipta, mungkin akan tetap jadi Agil pemalas yang kerjaannya hanya berbuat onar.

Entah kemana mereka semua, Wildan memutuskan untuk kuliah di Bandung. Mario yang tidak ada kabarnya setelah lulus, pertemuan terakhir di pemakaman tahun lalu, setelah itu sudah tidak terdengar ke mana perginya. Bastian ikut keluarganya pindah ke luar negeri. Hanya tersisa Agil yang masih menetap di sini.

Segalanya mengajarkan Agil, waktu ternyata sangat berharga, banyak waktu yang dihabiskan untuk membuang dan menyia-nyiakannya. Setelah waktu itu habis malah minta diulang. Kebanyakan manusia begitu, diberi tidak di ambil, di tarik kembali minta dikembalikan. Seharusnya sejak dulu Agil menyadari semua hal yang berarti itu, jika dari dulu dia cepat sadar mungkin akan merasakan lebih lama. Sudahlah, tidak berguna memikirkan begitu, dimana pun mereka berada Agil berharap mereka semua baik-baik saja dengan kehidupan baru mereka. Agil juga sedang menata lembar putihnya kembali, entah siapa yang akan mewarnainya nanti. Agil hanya ingin berteriak dengan kencang, meluapkan segala emosi dan perasaan campur dalam hatinya.

"Agil Saputra, lulus!"




Cerita sudah berakhir di sini. Apa pelajaran yang kalian dapat dari kisah ini?

Terimakasih untuk segala dukungannya, aku sangat menghargai itu.

-Ayaa.

Agil SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang