DuaPuluhSembilan

15 3 0
                                    

Aulia menarik tangan Wildan pergi menjauh dari area kantor yang penuh dengan murid-murid kepo. Gadis itu lantas menatap Wildan tajam saat sudah berada di koridor sepi. 

Teman-temannya juga tidak ikut, Laras menahan tangan kedua temannya. Tahu bahwa Aulia butuh tempat hanya untuk mereka berdua saja untuk bicara. Masalah private ketiganya mengerti lalu pergi masuk ke kelas.

"Belain aja," Wildan menatap malas Aulia.

"Gue nggak belain siapapun disini. Gue jelasin!" sentak Aulia melepas tangan Wildan begitu saja.

"Lo kenapa sih? Main hakim sendiri!"

Wildan memutar bola mata malas. "Cinta emang buta," Wildan bersandar di dinding sambil tersenyum kecut.

"Agil yang bantuin Nia!" Aulia berkata jujur tapi Wildan tertawa renyah mendengarnya.

"Sadar kak sadar! Hati lo, udah buta karna dia!" Wildan menunjuk dada Aulia yang terdapat hati didalamnya.

"Bisa aja itu alibi dia buat nipu lo," lanjut Wildan.

"Lo pikir Agil begitu?" Wildan tertawa renyah. "Lo belum kenal Agil seutuhnya!" emosi Wildan menggebu-gebu.

"Gue pikir, kayaknya lo yang belum kenal Agil seutuhnya, sahabat lo Wil. Sahabat lo sendiri bisa lo tuduh begitu?"

"Disini kita nggak ngomong tentang itu, ini tentang Nia." balas Wildan sinis.

Aulia tertawa. "Disini juga gue nggak ngebahas tentang pacar gue,"

"Kak,"

Aulia menunjuk ke arah lapangan. Dimana terdapat seorang cowok dengan baju seragam berbeda sedang berlari keliling lapangan sebanyak lima kali.

"Lo mukul dia aja ada dia bales?" tanya Aulia lirih.

"Jelas, orang dia ngaku itu emang salah dia." Wildan mengikuti arah pandang kakaknya.

Aulia menggeleng. "Karna dia tau lo itu sahabat dia!" Air mata Aulia jatuh. "Disini gue, atau lo yang nggak kenal Agil?" tanya wanita itu lalu pergi.

Aulia buru-buru menghapus air matanya. Ia berjalan pelan sambil memperhatikan Agil yang kini jadi bahan tertawaan anak lain. Entah sengaja atau tidak pria itu malah meladeni sambil tertawa. Seolah tuduhan yang mengenainya itu bukan apa-apa dan luka  di bibirnya itu biasa saja.

Aulia membuka ponselnya mengetik beberapa pesan lalu mengirimnya pada nomer Agil. Gadis itu tersenyum tak kala Agil merogoh ponselnya dan membuka pesan darinya. Pria itu menoleh mencari keberadaan Aulia. Aulia lansung bersembunyi tak ingin Agil melihatnya.

***

Agil menghentikan motornya lalu turun. Matanya tertuju pada gadis yang sedang memandangi senja sore sambil membelakanginya. Wajah Agil mengkerut lalu berjalan pelan menghampiri gadis itu.

Terdengar suara kaki mendekat gadis itu menoleh dan tersenyum sambil menyelipkan rambunya ke telinga karna ditiup angin.

"Hai," sapa nya manis.

"Ngapain ngajak kesini?" pertanyaan itu terdengar datar dan dingin.

"Sini deh, liat senja gue suka senja tau," kata Aulia kembali berbalik menengok matahari tenggelam.

Wanita itu memang Aulia. Dengan baju kaos dan celana panjangnya juga dengan satu kain tergantung dilehernya. Isi pesannya tadi adalah mengajak Agil untuk kesini. Entah mengapa Aulia merasa tak enak hati dengan Agil, entah simpati atau peduli Aulia juga bingung. Mungkin simpati, jika peduli untuk apa dia peduli dengan perasaan Agil?

Agil SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang