EnamPuluhSatu

5 3 0
                                    

Aulia diam menatap gadis yang semakin dekat ke arahnya. Setiap langkah yang semakin dekat Aulia berharap ada kata penyesalan yang akan keluar dari mulutnya dan mengatakan ingin memulai dari awal. Aulia berharap kata itu keluar meski ternyata itu mustahil. Walau seandainya memang dia mau mengucapkan kata penyesalan itu Aulia akan menerimanya kembali sebagai sahabat. Sebagai tempat untuk pulang dari semua masalah.

Laras menatapnya tajam, tidak menunjukkan sedikitpun rasa bersalah dan penyesalan. Dari tatapannya terlihat jelas dia ingin mengucapkan banyak hal.

"Kenapa? Kenapa meski gue udah bikin lo menderita dan jauh dari Agil, kenapa masih lo yang dia cari?" mulutnya bergetar seolah bukan kata ini yang ingin diucapkannya pertama kali, matanya terlihat mengeluarkan air mata.

Aulia masih diam, tidak percaya dengan apa yang dibicarakan nya barusan. Dia datang dan menghubungi Aulia kesini hanya untuk membahas ini? Hanya untuk membicarakan hal yang sama sekali tidak ingin dibahasnya? Hilang sudah rasa antusias nya.

"Laras, mau lo sekarang apa lagi?" Aulia bertanya lembut, terlalu banyak tenaga yang dikeluarkannya sampai tidak mampu lagi untuk berteriak, seandainya pun Laras mendorong ke tepi danau dia pasrah jika harus masuk ke danau.

"Apa istimewanya lo? Gue lebih kaya dari lo, orang tua gue kerja dan seorang pengusaha, dan gue anak tunggal. Kurang apa lagi gue?!" Laras semakin menunjukkan kegilaan nya.

Sangat jauh dari ekspektasi nya. Aulia kira ini akhir dari semua masalah yang terjadi, akhirnya mereka kembali lagi sebagai seorang sahabat. Akhir yang sangat di tunggunya. Turunkan ekspetasi itu dia bukan Laras.

"Jauh-jauh nyuruh gue datang cuma buat ini? Lo mau tahu kurangnya apa? Hati lo, hati lo busuk. Gue berharap lo nyesel dengan perlakuan lo dan kita bakal baikan lagi. Ternyata nggak, gue gak butuh Agil, gak butuh siapapun. Gue butuh lo, Ras. Lo satu-satunya yang gue harapin balik, ternyata salah, lo nggak bisa sadar dan sekarang gue yang sadar kalo lo nggak boleh balik. Satu lagi, Agil bukan robot yang bisa gue arahin sesuka gue." Aulia mengatur napas yang terengah-engah mencoba menenangkan diri supaya tidak terlalu meledak.

"Dari dulu apapun yang lo mau gue selalu kasih, kalau waktu itu lo bilang kalo Agil tunangan lo gue bisa jaga jarak sampai akhirnya gue gak secinta itu. Puasin obsesi lo terhadap Agil, tapi jangan bawa gue." Aulia melewati Laras begitu saja pergi dari sana dengan kekecewaan yang lebih dalam dan sakit dari kemarin.

Aulia tidak menginginkan siapa pun saat ini. Dia butuh Laras, kalau pun sejak awal Laras mengatakan segalanya dia rela memberikannya pada Laras, asalkan Laras tetap berada disisinya. Sepertinya apa yang diinginkan Laras berbeda. Apalagi yang kurang? Apa perlu kali ini dia bersujud di depan kakinya seperti waktu itu?

Sekarang tidak lagi. Aulia sudah sadar sepenuhnya berkat Laras, akal yang selalu dibuangnya untuk tetap berpikir gila dan akan memaafkan Laras dan memulainya dari awal. Akal sehat telah kembali dan dia tidak akan balik kepadanya, sekali pun Laras merangkak di depannya dia sudah tidak peduli. Jalannya semakin cepat ingin segera pergi dari sana sekarang juga. Terimakasih untuk semuanya, Aulia sudah sangat terlatih untuk ini. Dia tidak lagi bisa menangis, air matanya sudah habis terkuras selama ini. Dia bukan lagi Aulia yang di kenal, dia orang asing yang berbeda.

"Lo kenapa ngikutin gue terus?" tanpa menoleh Laras sudah tahu ada seorang pria yang berdiri dibelakangnya.

Sudah terciduk mengikuti dari belakang pria itu maju beberapa langkah sehingga Laras berbalik untuk menatapnya, mereka saling pandang dengan ekspresi berbeda, satu tersenyum satu lagi terlihat kesal, hanya datar tidak berekspresi sedikit pun.

Danial tersenyum menatapnya, wajah Laras pucat dan kantong matanya terlihat. Kondisi Laras sangat tidak baik ditambah bibirnya mengering dan terlihat bergetar. Tidak sanggup menatap Laras terlalu lama Danial memalingkan wajahnya menatap tanah, menatap sepatu yang terlihat basah dan sedikit kotor, melihat rumput yang ia pijak. Apa yang dilihatnya sekarang jauh lebih bisa mengondisikan jantung dan hatinya, terlalu lama melihat Laras membuatnya gugup dan sulit untuk mengeluarkan kata.

"Gue kurang apa, Ras? Gue kejar lo selama ini. Bantuin lo, bahkan gue juga rela sakit demi lo. Apa, Ras? Apa lagi yang gue harus lakuin biar gue bisa ganti posisi Agil?" Danial masih menunduk, tidak sanggup mendengar kata-kata dari Laras, dia tahu kata itu akan menyakitkan tapi tetap saja ingin di dengarnya, berharap penolakan ke sepuluh terakhir kemarin. Ini adalah percobaan ke sebelah, semoga saja kali ini Danial beruntung.

Laras ingat betul hari dimana dia menukarkan lembar ulangan dan mengganti nama Aulia berubah menjadi namanya dan sebaliknya, di balik itu semua ada Danial yang senantiasa menolongnya dan menghindarinya dari kamera cctv, membantunya mengedit foto tidak senonoh Aulia lalu mencetaknya, membeli nomor baru hanya untuk membagikan foto itu ke grub. Dan yang terakhir bantuan untuk melukai Aulia dengan mentalnya, Laras juga tahu peran Danial sangat penting soal keberhasilan mereka dalam menjalankan rencana. Laras sudah berterima kasih untuk itu, tapi balasannya bukan dengan hati. Laras tidak bisa memberikan hatinya untuk Danial. Tidak tahu mengapa.

"Gue udah bilang, kan. Jangan ikuti gue. Cari kesibukan sendiri." bukannya menjawab Laras malah memberikan kalimat yang membuat Danial kecewa. Tapi, kekecewaan itu tidak mengurangi rasa cintanya kepada Laras.

Kali ini Danial sedikit memberanikan dirinya untuk menatap Laras, menatap kedua mata coklat yang sudah menatapnya duluan dengan tajam, memberi peringatan bahwa dia benar-benar tidak bisa memberikan Danial ruang. Jangan mengganti posisi Agil, sedikit celah saja tidak ada. Malah yang ada Laras hanya risih dengan perlakuan Danial yang terlalu berlebihan.

"Gue udah jujur, kalo gue suka sama lo karena diri lo, hati lo."

Danial pernah dan sering mengatakan itu, dia menyukai Laras apa adanya. Tidak peduli apa bentuk Laras, berapa banyak jerawat yang sering Laras keluhkan, yang terlihat selalu cantik, dan sekarang Laras merawat diri membuatnya semakin jatuh hati, sedikit sakit mengetahui perubahan itu dia lakukan untuk Agil, Danial tetap bahagia setidaknya sekarang Laras lebih percaya diri dan mencintai dirinya. Danial tidak akan berhenti sampai bisa meluluhkan hatinya, berapa kali lagi dia akan ditolak, berapa banyak lagi sakit yang harus dikorbankan dan di dapat. Tidak perduli selagi jika memang yang di dapat adalah Laras, Danial tetap akan berjuang. Laras selalu cantik, hatinya baik dan orangnya ramah, sangat rugi jika melepaskannya.

"Tapi kata Aulia hati gue busuk."

"Mana? Coba gue liat, boleh gue masuk?"

Melihat kegigihan dan tekadnya Laras jadi kasihan, berapa banyak lagi tolakan yang harus diberikannya agar bisa membuat Danial berhenti? Laras tidak bisa, hatinya sudah di gembok dan kuncinya hilang. Danial itu tampan, baik hati, dan pintar kenapa dia sangat tergila-gila pada Laras yang terlihat biasa saja, Laras akui perjuangan Danial yang tidak mengenal putus, tapi Danial sepertinya juga harus bisa menerima jika hatinya juga tidak bisa di paksa. Melihatnya menggombal seperti ini makin memprihatinkan, sama sekali tidak membuat hatinya terbuka, malah semakin muak tidak tahan dengan kelakuannya.

Seandainya saja Laras sadar, Danial itu juga cerminan dirinya. Dia sama gilanya untuk Agil, tapi kenapa dia tidak bisa sadar dan mengerti posisinya saat ini juga dirasakan Agil. Kenapa dia tidak bisa berpikir jernih untuk itu, cinta itu memang buta tapi cinta tidak bodoh hanya orang gila saja yang membodohi dirinya untuk cinta.

"Lo denger kata Aulia tadi? Gue bukan robot yang bisa di arahin sesuka hati lo." Laras berbalik dan berjalan menjauh, Danial tidak mengejar dan tidak juga beranjak, hanya diam membiarkannya pergi. Melihat dari penampilannya Laras sepertinya butuh untuk istirahat, butuh sendiri untuk memikirkan segalanya.

Agil SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang