TigaPuluhTujuh

25 3 0
                                    

Suasana kembali normal tapi tidak dengan hati beberapa orang. Semenjak kehadiran Seno menjadi murid baru hidup Aulia terasa mendapatkan beban. Selalu ada hal yang dilakukan oleh pria ini. Fokus Aulia akhir-akhir ini terganggu olehnya. Terutama Agil, rasa khawatirnya selalu muncul.

Kelas yang sebenarnya terbilang cukup sunyi malah terasa begitu bising di penglihatannya.

"Seno, lo bisa minggir gak dari wajah gue?" Aulia sudah risih dengan Seno yang sedari tadi terus menatapnya. Jam kosong membuatnya begitu lesu.

"Nggak."

"Udah liatin pacar orang mulu!" teriak Laras dari jauh.

Seno menampung dagu dengan tangannya dan terus menatap Aulia. "spesial banget Agil."

"Sangat." Aulia menatapnya sesaat.

Seno tersenyum pelan. "Sangat?"

"Setidaknya lebih spesial dari lo!"

"Lebih spesial dari gue, emangnya apa yang bisa Agil lakuin buat lo?" Aulia menoleh dan berhenti menulis, ia menatap Seno dengan wajah tak terbaca. Lebih tepatnya ia sudah tidak mau berbicara dengan pria gila di sebelahnya ini. 

"Lo apain lagi, Agil?" Aulia memicingkan mata sambil berusaha membaca jalan pikiran Seno yang licik, tentu tidak bisa karna dirinya tidak seperti Seno.

Pria itu mengangkat bahu tidak tahu. "Kita lihat, apa yang bisa dilakukan orang spesial."

Sedangkan pria yang di khawatirkan Aulia sedang bercanda gurau di kelas selagi jam kosong. Mereka menghabiskan waktu pelajaran kosong dengan berkumpul di kursi belakang, membicarakan banyak hal. 

Salah seorang dari kelas mereka berlari dengan nafas terengah-engah. "Gil, ada tauran!" pria tadi memperhatikan sebuah video yang terlihat gerombolan anak SMA.

Agil membulatkan matanya ketika video yang baru ia lihat. Pria dengan seragam acakan tanpa aba-aba berlari keluar menuju parkiran.

Aulia yang melihat Agil berlari ikut berlari mengejar Agil dan menahan tangannya.  "Agil tunggu!"

Aulia melihat wajah kepanikan Agil yang begitu mengasihani, wajahnya terlihat khawatir berpikir akan terjadi hal yang tidak-tidak. "Tenang Gil, tenang."

"Kali ini. Maafin gue gak bisa nurut apa yang lo bilang. Lo emang berharga, Tapi Raki jauh lebih berharga. Dia tanggung jawab gue." ia melepas kedua tangan Aulia dan berlari menghampiri motornya secepat itu dan Aulia hanya diam terpaku, membiarkan Agil pergi begitu saja.

Beberapa menit Aulia masih terpaku di sana dengan tatapan tanpa kedip. Tidak perduli seberapa panas siang yang menusuk kulitnya hanya satu yang ada di otaknya, Agil akan menghadapi dua masalah. Pertama masalah yang akan di hadapinya dan yang kedua masalah dengan guru setelah masalah pertama selesai.

Agil masih dalam kecemasannya tanpa henti gas motor terus ditarik agar tetap jalan dengan laju. Beberapa jarak dari tempat kejadian Agil sudah melihat beberapa anak SMA yang berkerumun di depan sekolah Raki.

Agil sudah tidak perduli apa yang akan ia hadapi ketakutannya hanya satu, keselamatan Raki. Pria itu melepas helmnya dan menatap beberapa orang yang berhenti berkelahi. Salah satu dari mereka yang memakai jaket berwarna biru mendekatinya.

Agil menelan air liurnya matanya bergerak mencoba menghitung setiap laki-laki yang menatapnya. Ada hampir sepuluh bahkan lebih, ia tidak akan mampu melawan sebanyak itu dengan tangannya sendiri. Terlebih kakinya masih terasa sakit saat jatuh kemarin.

"Lo semua kalo mau hajar gue silahkan, tapi jangan di sini."

Pria jaket biru melangkah lagi menyisakan sedikit jarak di antara mereka. Ia mengangkat tangannya, Agil menelan ludah bersiap berancang-ancang jika pria di depannya memulai perkelahian. Tangan Agil mulai terkepal bersiap untuk menangkis.

Tangannya sedikit melemah matanya juga terlihat terkejut. Pria tadi menepuk bahunya pelan dan tersenyum. "Gue gak mungkin rusak persahabatan kita." pria itu kembali menepuk bahu Agil.

"Kita ke sini bukan tawuran tapi lagi nunggu adek-adek kita pulang sekolah. Lo kenapa ngira kita bakal hajar lo, ha?" Pria itu menyenggol Agil dan teman-teman yang lain tertawa melihat tingkah Agil sejak datang ke sini.

"Kayaknya lo di jebak deh,"

Agil jadi cengengesan tidak jelas. "kayaknya."

Agil dan Edo adalah teman lama sejak datang kemari. Mereka menjadi teman saat Agil membantu motornya mogok dan ada beberapa preman yang ingin menganggu nya. Pertemanan tak disengaja itu awet hingga sekarang, tentu Edo tidak akan melupakan bantuan Agil.

Sepertinya yang Edo bilang benar, Seno sepertinya sedang menjebaknya, lalu apa sebenarnya alasan Seno menjebaknya dengan membawa Raki? Apakah Seno ingin mencari kelemahannya.

Agil akhirnya pamit untuk pulang, jalan pria dengan harum khasnya terhenti di depan motornya. Gadis itu baru saja turun dari gojek nya dan menatap Agil dengan tersenyum.

***

Mereka menikmati senja dengan duduk di tepi pantai. Rambut Aulia tertiup angin kesana kemari, gadis itu masih tersenyum memandang senja dengan memeluk kedua lututnya. Agil yang berdiri memperhatikan Aulia tanpa bersuara ikut memandangi apa yang gadis itu lihat. Hanya sebuah matahari yang akan turun. Apa yang istimewa dari itu. Lelah berdiri Agil akhirnya ikut duduk disebelahnya sambil kedua tangan ia rentangkan ke belakang untuk bersandar.

"Lo, ngapain tadi?"

"Tenang aja, kita gak bakal di hukum kok." Aulia memandang kedua bola mata berwarna coklat teduh yang menatapnya dengan tenang, berbeda dari sebelumnya.

Aulia sudah minta izin untuk pulang di karenakan sedang sakit dengan di antar Agil, dan guru-guru mengizinkan Aulia untuk pulang sekalian dengan Agil dengan alasan Agil juga sedang ada urusan. Tidak percuma bedak Ega yang ia pakai agar wajahnya menjadi pucat ternyata mampu mengakali guru. Dan itu menjadi sejarah pertama kalinya berbohong kepada guru.

"Gue, lebih pinter dari lo."

Aulia akhirnya memilih untuk berbaring di atas pasir dengan seragam sekolahnya yang masih menempel. Napas lega keluar dari hidungnya dengan suara pelan dari mulut. Sekarang terasa lega dan begitu tenang.

Agil tertawa kecil mendengar suara gadis yang sedang memejamkan matanya sekarang. Gerakan tangannya berpindah memposisikan diri berbaring disebelah Aulia. Hari sudah gelap dan bintang mulai menampakkan diri dari kegelapan.

Beberapa saat gadis yang nampak bahagia itu memandang bintang tanpa berkedip kurva nya terangkat membentuk senyum. Seolah bintang baru saja membuat lelucon yang akhirnya ia membuka mulut memamerkan gigi putih.

"Gil."

Pria yang disebut menyahut pelan seolah beberapa menit lalu ia tertidur saking nyamannya situasi yang sunyi ini dibandingkan suara bising yang selalu mengganggunya. Perlahan matanya terbuka dan terpukau di atas banyak bintang yang berkelip dengan indah. 

"Gue jatuh cinta sama lo." Agil perlahan menoleh pada gadis yang sama sekali tidak menoleh nya.

"Dan gue harap, gue gak jatuh sendirian." mata mereka bertemu saling terdiam dalam pikiran.

Angin berhembus membuat udara dingin. Beberapa menit mereka terdiam dalam posisi saling tatap dan akhirnya Aulia memilih kembali menatap bintang. Udara yang dingin dan suara sunyi tidak membuat mereka sedikitpun takut.

"Lo gak bakal jatuh, Au. Karna lo adalah ratu dan mahkota ratu ada di atas." Agil berdiri dan merentangkan tangannya untuk di gapai Aulia.

"Sekalinya yang harus jatuh, itu harus gue."

Agil SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang