LimaPuluhTujuh

6 3 0
                                    

Aulia menoleh tepat sebuah motor berhenti di sebelahnya. Karna kelelahan Aulia sampai tidak fokus dengan keadaan sekitar. Dia tersenyum setelah mengetahui manusia mengendarai motor yang berhenti.

Agak ragu untuk menoleh di malam hari begini, malah yang lebih gilanya lagi nekat pulang sendiri jalan kaki tentu itu sangat rawan bagi anak perempuan apalagi di jam sembilan sekarang, memang orang masih banyak yang berlalu lalang tapi itu juga cukup berbahaya. Boleh juga diakui keberanian Aulia nekat pulang sendiri, terlalu keasikan jalan sambil melihat sekitar tidak sadar ada yang sedari tadi memanggilnya.

"Dari mana?"

"Habis pulang jualan, kakak sendiri habis dari mana?" Mario manggut-manggut, lalu menjawab habis jalan-jalan dan baru selesai mengantar Amel pulang.

"Iya deh, yang lagi bucin." Aulia mengejek sambil tersenyum, Mario terlihat malu dan salah tingkah sendiri. Akhirnya Mario menawari tumpangan, Aulia dengan hati lapang menerima.

Dapat info dari Aulia ternyata Agil sudah pergi bekerja kedapatan shift malam. Gantian Aulia yang menjaga sendiri. Aulia juga mendapatkan info baru tentang Amel dan Mario. Cukup banyak yang mereka ceritakan sampai tidak sadar sudah di tengah jalan. Mario menghentikan motornya tepat di depan penjual nasi goreng.

"Mau dulu, yuk. Lo capek pasti."

"Tapi, lo yang traktir kan?" harus ditanyakan, karna tahu sendiri Mario orang seperti apa. Maunya minta yang gratisan, kadang juga lupa bawa uang.

Mario tertawa, memesan dua porsi nasi goreng dan dua teh es. Sambil menunggu Mario bercerita, setelah menjalin hubungan dengan Amel kebiasaan buruknya sudah mulai hilang. Sekarang Mario lebih teliti lagi dan tidak pelupa. Dia juga mengatakan ingin menjadi lebih bertanggung jawab. Mario ingin merubah kebiasaan buruknya, dia bilang sekarang sudah dewasa dan tidak ada masa lagi untuk bersenang-senang.

Melihat kepribadian Amel yang rapi dan bersih, membuatnya belajar. Belum lagi kebiasaan Amel sering mengingat hal kecil membuat hati Mario tersentuh. Belum ada yang mengingat hal-hal kecil tentangnya, seperti hanya untuk mengingat kebiasaannya, hobinya, dan kesukaannya. Dia benar-benar beruntung memiliki Amel.

"Lo udah dewasa, ya, kak. Seneng gue dengerin tentang kalian." Aulia tersenyum haru.

"Gue pengen belajar lebih baik lagi."

"Gue dukung, kak. Kayak lo dulu waktu gue sama Agil." Aulia terlihat sok bijak, keseringan Mario yang menjemputnya bila Agil pergi bekerja membuat mereka jadi sering bertukar cerita. Dulu kebanyakan Aulia bercerita, sekarang mereka sudah bisa bertukar untuk dibagi.

Mario terlihat kagum pada Aulia, tidak bisa di elak walau hanya terpaut satu tahun Aulia terlihat lebih dewasa ketimbang dirinya. Dia jadi teringat tentang Aulia, tentang kejadian silam, sebanyak itu yang terjadi apakah Aulia baik-baik saja. Iseng bertanya Mario menanyai perihal keadaannya, Aulia malah menjawab dan membuatnya makin kagum dan sangat tidak percaya dengan Aulia, seperti dia baru mengenal Aulia, baru tahu kebenaran dari diri Aulia sebenarnya.

"Udah ikhlas kok, gue. Apapun yang terjadi, siapa orangnya, mau lakuin apa lagi, gue gak perduli. Selagi kita masih temenan, masih sama yang lain, walaupun sebenarnya gue gak baik dan susah buat menjalani hari, tapi gak apa-apa, santai aja." Aulia menerima nasi goreng yang baru datang dan lansung memakannya.

"Lo gak mau cari tahu tentang orangnya?"

Aulia menggeleng. "Biarin aja, selagi dianya belum puas, hatinya masih sakit, lakuin aja. Biar hati dan pikirannya tenang dan puas juga." Mario menatap Aulia terlihat sedih, Aulia sudah dewasa dan terlihat besar. Mario merasa kagum seperti melihat adik kecilnya tumbuh besar. Seolah bangga sudah membesarkan Aulia dengan hebat.

Mereka memang sudah berteman jauh sebelum ada Agil, saat masih di bangku kelas satu SMP. Saat-saat itu Aulia ingat betul saat dia menangis karena sering di ganggu kelas lain waktu masa orientasi sekolah, datang Mario sebagai senior yang membantunya. Tidak tahu tapi hubungan mereka sudah sejauh ini dan sedekat ini.

Pada masa itulah Mario mengenal Laras, Ega, dan Amel. Jatuh cinta dan memendamnya sampai SMA dan bilang bahwa baru dua tahun dia mengenal Amel, tapi Aulia tidak mudah percaya, sangat mengenal Mario dan tingkahnya.

"Wah, udah gede aja. Besok harus dateng ya, di acara perpisahan." Mario mengacak-acak rambut Aulia dengan gemas tidak menyangka Aulia begitu bijak dan hati besar.

"Gue capek, deh. Kak. Mau istirahat."

Besok anak kelas lain bebas untuk hadir ataupun tidak di acara besok, hanya OSIS dan kelas dua belas yang wajib.

"Dateng pokoknya, ya bikin jugalah kenangan buat gue, setelahnya kan gue udah gak sekolah disitu."

Aulia mengangguk setuju. Setelah ini tidak ada lagi kakak kelas yang juga baik hati seperti Mario, dia bilang setelah lulus dia ingin melanjutkan kuliah sambil bekerja. Itu memungkinkan Mario akan sibuk dengan tugas dan pekerjaannya dan jarang ada waktu bersama mereka.

Aulia tidak menyangka waktu secepat ini, padahal beberapa waktu juga sempat membuatnya terluka, terlalu fokus pada sakit Aulia tidak menyadari betapa berharganya waktu yang terbuang sia-sia hanya untuk meratapi nasib.

Dia akan menjadi anak kelas dua belas, setelah itu lulus dan akan melanjutkan hidup, entah sebagai mahasiswa, karyawan atau memilih jadi pengangguran. Aulia tidak siap menjalani hari bukan menjadi anak sekolah lagi. Sungguh masa yang paling dirindukan nantinya.

"Lo harus jadi anak baik terus ya, Au."

Aulia melirik, tiba-tiba saja berkata demikian terlihat aneh didengar. Tapi, Aulia tahu itu adalah sebuah nasehat untuknya. Aulia mengangguk lagi.

Setelah makan mereka masih lanjut mengobrol dan duduk sembari menunggu makanan sampai ke perut. Mario makin terpukau dan kagum dengan Aulia. Tidak menyangka dibalik cuek nya aulia ternyata menyimpan hati dewasa yang luas. Bertahun-tahun kenal rasanya Mario baru kenal dengannya hari ini, disayangkan memang karna tidak terlalu peduli padanya.

Aulia itu ibarat lautan yang luas, di permukaan tidak terdapat tanda-tanda yang istimewa, seseorang yang tidak tahu berlayar akan mengatakan lautan itu biasa saja dan mungkin akan tenggelam jika tidak tahu caranya mengendalikan ombak. Sering kali orang akan merasa di tarik ulur dengan perasaan yang berbeda. Tapi, memangnya dengan lautan yang mulus tanpa hambatan kamu bisa menguasainya? Tidak semua nahkoda dapat memahami alur laut.

Siapa nahkoda handal yang bisa menyeberang dengan selamat sampai ke tujuan? Tentu nahkoda handal itu adalah Agil. Dia tahu caranya mengatasi gelombang, dia sudah memiliki lautan itu dan dia tahu ada sisi gelap dari lautan dan tetap mengarunginya. Hanya Agil yang akan menerima itu meskipun akhirnya dia tenggelam dan hanyut.

Bayangan obrolan malam kemarin mereka terlintas dari pikiran Mario. Di datang ke sekolah untuk mengambil surat keterangan lulus. Dan mendapatkan kabar bahwa Aulia sudah keluar dari SMA Perdana 1. Rasa bersalah itu timbul, bagaimana jahatnya diri terhadap gadis baik dan cantik seperti Aulia.

Sampai kapanpun dia tahu tidak ada kata maaf untuknya. Dan dia juga paham bagaimana perasaan Aulia, dia berharap Aulia cepat sembuh dari luka yang dibuatnya.

Perasaan awal saat mengetahui kisah dibalik Aulia, Agil dan Laras terlintas kembali di otaknya. Bagaimana Laras sering menangis di pelukan Amel dan bercerita tentang lukanya. Jika saja dia tahu bahwa Aulia tidak tahu menahu tentang ini dia pasti tidak akan ikut terlibat dan dengan tega menghancurkan mental seseorang dengan sadis.

Kemarin waktu dia bilang habis jalan-jalan bersama Amel itu bohongan, seharian Amel menangis memikirkan hubungan persahabatan mereka. Tidak bisa dibayangkan mereka akan menjadi terpecah belah. Amel sangat menyesal, mereka berdua menyesal kenapa tidak bertanya dulu dengan Aulia tentang ini. Penyesalan selalu datang di akhir. Penyesalan saat ini juga tidak ada gunanya semua sudah terjadi dan hancur lebur bahkan sudah jadi debu.

Amel menangis sesenggukan sampai akhirnya tertidur sendiri di sofa, Mario segera pulang dan bertemu Aulia di jalan. Di panggil-panggil ternyata gadis itu sibuk melihat bintang.

Aulia adalah gadis yang tegas, hangat dan juga baik. Seseorang yang telah mengecewakannya akan menyesal sudah membuang sesuatu yang berharga. Dan Mario menyesal, bertahun-tahun persahabatan mereka dengan mudah pecah dibuatnya. Kenapa dia bisa berbuat demikian?

Agil SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang