EmpatPuluhTujuh

5 4 0
                                    

Masa skorsing Aulia berakhir, kini saatnya untuk kembali ke sekolah dan beraktifitas seperti murid lainnya. Seminggu tidak masuk terasa canggung bagi Aulia yang tiba-tiba saja harus memperlihatkan diri di depan banyak orang. Dia berusaha menetralkan diri untuk tidak terlalu gugup meskipun jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya dan tangan yang dingin membuatnya semakin menarik napas pelan.

Teman di sebelah bangkunya tersenyum menyapa, Aulia baru ingat ternyata Seno sudah kembali ke sekolah setelah hampir dua Minggu lamanya dia istirahat, beberapa hari di rumah sakit lalu lanjut istirahat dirumah. Melihat Seno dengan tampang model aslinya entah kenapa membuat Aulia kesal. Sombong dan sok angkuh yang ditunjukkannya memang menunjukkan Seno sebenarnya. Beberapa temannya datang dan memeluknya secara bergantian melepaskan rindu dan khawatir tentang kondisinya.

"Akhirnya lo masuk juga."

Aulia tersenyum menyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja dan tidak perlu khawatir berlebihan. Mereka lega mendengarnya, lalu membahas beberapa kejadian lucu yang terjadi selama beberapa hari Aulia tidak masuk. Percakapan panjang itu terhenti dengan adanya guru masuk. Tidak berhenti sampai disitu, jam istirahat tiba dan mereka kembali membahas hal lucu untuk menghibur Aulia.

Karna sama-sama belum sarapan mereka melanjutkan pembahasan mereka sampai ke kantin, tidak ada habisnya. Sambil memesan pun percakapan itu tidak berhenti, seperti tidak ada habis dan ujungnya. Karna lapar Aulia memesan nasi goreng dan es teh, Ega dan Amel memesan mie ayam dan es teh, sedangkan Laras hanya memesan es teh saja karena katanya tidak berselera makan. Pembahasan mereka berganti topik ke hal lain, tentang pelajaran yang tertinggal selama Aulia di skorsing.

"Itu jaket buat kita couplean, kan?" tanya Amel, baru menyadari ternyata sedari tadi Aulia memakai jaket. Aulia mengangguk.

"Kalian kapan mau beli?" sebenarnya jaket itu Aulia beli karna warnanya lucu, Amel dan Laras juga ingin membelinya, alhasil mereka memutuskan untuk membeli motif yang sama dengan warna berbeda, bersahabat lama mereka sama sekali belum pernah punya barang samaan.

Saat mereka kembali ke toko tempat Aulia membeli, stok yang sama sudah tidak di jual ada yang baru dengan motif yang berbeda warna yang sama. Jelas tidak mau motif dan gayanya beda jauh bukan samaan namanya kalau begitu.

"Udah gue pesan, nunggu datang aja." jawab Laras, mereka setuju saat Laras menawarkan diri untuk membelinya secara online, sayangnya barangnya belum juga datang sampai hari ini.

Seno datang dari arah lapangan sambil basah akibat berkeringat dia menyuruh Aulia untuk berdiri dan dengan pelan memegang jaket Aulia memintanya untuk di lepas.

"Pinjam jaket bentar." katanya, kali ini terlihat sedikit memaksa karna tidak kunjung Aulia berikan.

Aulia yang jengkel dengan sikap Seno berusaha untuk melawan tidak ingin meminjamkan jaket untuk Seno. Datang secara tiba-tiba lalu memaksa untuk dipinjamkan. Seno juga masih sama kerasnya untuk memakai jaket Aulia. Masih terus berusaha menarik jaket dari tuannya. Teman yang lain juga ikut risih dibuatnya, aksi tarik menarik itu masih berlangsung. Ada yang memukul tangan Seno ada yang ikut bantu menarik agar terlepas dari Seno.

"Di bilang gak mau, ya gak mau." entah dari mana datangnya Agil, dia memukul Seno begitu kuat hingga dia tersungkur jatuh dengan pukulan mendadak dan keras itu.

Anak cewek juga sama terkejutnya mereka menatap Agil, wajahnya merah karna marah tidak terima perilaku kasar kepada anak cewek. Seno masih mampu untuk berdiri dia juga tidak terima dipukul begitu saja oleh Agil.

"Gue cuma minjam doang, panas. Masalah lo apa?"

"Masalah Aulia juga masalah gue, kenapa maksa banget, nih pake." Agil melemparkan jaket miliknya tepat didepan wajah Seno. Seno membuang jaket itu begitu saja, tidak terima diperlakukan seperti itu.

Belum sempat Seno melawan bapak kantin sudah menghentikan aksinya dan menyuruh mereka untuk bubar, membuat keributan dan menganggu kenyamanan murid lain untuk istirahat. Agil memperhatikan sekitar, orang-orang banyak berkerumun untuk menonton mereka. Dia mengangguk, meminta maaf atas ketidaknyamanan yang dibuatnya.

Aulia pikir setelah Agil pergi dari sana masalah sudah selesai, ternyata Seno mengikuti langkah kaki Agil dari belakang untuk memulai perkelahian mereka, tepatnya setelah keluar dari kantin Seno memukul Agil dari belakang.

Aulia yang panik mencoba menghentikan di tengah antara Seno dan Agil, bukannya berhenti mereka terus beradu dan menghindari kemana Aulia pergi. Geram dengan tingkah keduanya Aulia menarik kedua rambut cowok tinggi disebelahnya dengan kencang membuat keduanya harus sedikit menunduk untuk mengurangi sedikit rasa sakit.

"Aduh, sakit." keluh mereka karna Aulia tidak melepaskan rambutnya.

Pak Harto datang di depan mereka setelah menerobos kerumunan, dia menatap kedua cowok yang dilaporkan murid sedang adu kekuatan di sekolah. Beliau menatap keduanya dan menyuruh mereka untuk mengikutinya ke kantor. Diam-diam Aulia mengikuti dari belakang dan mencuri pendengaran dari balik pintu. Aulia dapat mendengar dengan jelas apa yang sedang di bicarakan oleh kepala sekolah.

"Siapa yang menang?" tanya beliau.

"Nggak ada, pak." jawab Agil makin membuatnya kesal.

"Kamu Agil, berapa kali harus bapak panggil? Apa mau sekalian saja keluar?" ucapnya membuat Agil diam tidak berani menjawab. Gantian beliau menatap Seno.

"Kamu juga, baru aja masuk udah bikin heboh. Istirahat lagi aja di rumah, besok gak usah masuk sampe lima hari ke depan." kata Pak Harto, Seno mengangguk dan beliau mempersilahkan Seno untuk keluar tidak tahan menatap Seno terlalu lama. Saat Seno berjalan keluar Aulia buru-buru bersembunyi agar tidak ketahuan sedang mengintip.

"Ini yang terakhir, sekali lagi kamu berulah bapak tidak segan mengeluarkan kamu dari sini. Sudah, pulang sana kamu di skors lagi selama seminggu." kesal pak Harto sudah muak menatap wajah si biang keroknya. Tidak tahu lagi hukuman apa yang harus diberikan agar anak ini tidak berbuat ulah, terlalu keras juga kasihan masih SMA, dibiarkan malah ngelunjak makin banyak berbuat masalah sesukanya.

"Kok lamaan saya pak hukumannya?"

"Mau di tambah?" Agil menggeleng, tidak bisa membantah atau mengeluh bisa saja akan di tambah jika masih komplain. Agil pamit untuk keluar.

Tidak ada gunanya melawan, Agil juga malas untuk berdebat dan memperpanjang. Tahu sendiri sudah banyak kasus dan bikin ulah tentu tidak bisa dipercaya, begitulah tanggapan Agil melihat dari wajah pak Harto yang sudah memerah jika dia bersuara sedikit saja mungkin wajah pak Harto bisa meledak.

Agil tidak terkejut saat Aulia tiba-tiba muncul dari balik dinding, malas untuk mengeluarkan suara dia hanya tersenyum hangat agar Aulia tidak terlalu mengkhawatirkannya.

"Gue juga di skors, gue duluan ya." Agil berlalu begitu saja dan sempat membuang sesuatu di tempat sampah.

Aulia membuka tempat sampah mengambil kertas yang terbuang melihat isinya dan ternyata adalah surat peringatan ketiga atau peringatan terakhir, terdapat tulisan peringatan untuk di tanda tangani orang tua. Aulia melihat Agil yang berjalan di depannya, sangat gampang untuknya membuang surat ini. Tidak memikirkan konsekuensi yang akan didapat. Aulia tahu setiap kali Agil diberi surat peringatan dia akan membuangnya, surat itu tidak pernah sampai ke tangan Arin. Tapi, jika kali ini Agil kembali berulah bisa saja orang tuanya yang di panggil.

Aulia tahu dia tidak ingin membuat Arin kecewa atau malah berpikir yang tidak-tidak. Salah siapa juga sering berbuat tingkah? Agil selalu berbuat sesukanya, sampai Aulia saja tidak bisa mengerti apa maunya. Aulia mengambil surat dan mengantongi nya dalam saku, dia yang akan menandatangani surat itu nantinya. Lagi pula pak Harto mungkin tidak akan tahu tanda tangan surat itu ternyata palsu. Dia menatap tubuh Agil yang berjalan tanpa menoleh ke belakang, pandangnya lurus tanpa toleh. Dia membiarkan Agil pulang tanpa mengikutinya. 

Agil SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang