TigaPuluhTiga

19 3 0
                                    

Aulia berjalan mendekati Agil yang sedang mengerjakan soal ulangan dengan serius. Soal ulangan terdiri dari lima puluh lima soal, lima puluh nya soal pilihan ganda dan lima lagi berjumlah lima soal.

Lima puluh soal susah terjawab dengan cap cip cup, sayangnya lima lagi tidak bisa sekedar cap cip cup. Ia harus mengisi dengan benar agar tidak ketahuan ngasal.

"Nih." Agil menoleh satu botol tersodor di depannya.

"Apa nih? Sogok ya?" tebak Agil asal.

Aulia tidak memperdulikan Agil, gadis itu berinisiatif untuk berjongkok dan meletakkan botol mineral disebelah Agil.

"Jawabannya sumber daya alam," jawab Aulia datar sambil memandang prihatin wajah lelaki didepannya yang sudah basah oleh keringat.

"Aulia kamu ngapain disana?" teriak Bu Nanda menatap tajam Aulia.

"Pacar saya Bu, kepanasan. Soal jawaban tenang pacar saya emang pinter," jawab Aulia balas menatap Bu Nanda dengan tersenyum.

"Sudah, sudah. Jangan disana istirahat sana!" usir Bu Nanda.

"Oke Bu!" teriak Aulia.

Gadis itu berdiri dan berjalan menjauh, setelah lima langkah berjalan Aulia melihat tubuh Bu Nanda pergi menjauh gadis itu dengan sigap putar balik kembali menghadap Agil.

"Udah selesai!" ujar Agil gembira. "Thanks ya, Lia!" senyum Agil melebar sangat manis.

"Gil, gue boleh ngomong, nggak?"

"Ngomong apaan?" tanya Agil sambil sibuk memasukkan berbagai alat yang keluar dari dalam tasnya.

"Jangan bolos lagi ya."

Senyum Agil tiba-tiba melebar dengan debar jantungnya yang berdetak dengan cepat. Lelaki itu memperhatikan gadis yang kini sudah berjalan mendekati teman-temannya. Kalimat itu membuat rasa dadanya sulit terkondisikan, apa ini? Apakah cintanya pada Aulia timbul? Cinta apa? Entahlah Agil juga tidak tahu.

Kata-kata itu terus terngiang dalam otaknya. Setiap kata itu terdengar dalam pikiran senyumnya selalu saja terukir dengan sendirinya. Wajah dengan senyum yang cantik, selalu terbayang saat mendengar suaranya.

Seperti sekarang, lelaki ini tersenyum memperhatikan Aulia yang sedang memakai Liptin di kaca spion motornya. Wajah gadis itu lucu.

Hari ini hari terakhir mereka ulangan. Dan hari ini pula nilai ulangan mereka akan keluar.

"Udah kali ngaca nya,"

Aulia menatap wajah pria yang sedang membonceng nya itu. Wajah pria itu terfokus di jalan. Sejak kapan ia memperhatikan Aulia sedang bercermin?

"Suka suka gue lah, kenapa emang?"

"Dimana kek lo ngaca, jangan disini. Jijik gue, lo sok imut!"

"Gue itu bukan sok imut tapi ya emang udah imut." jawab Aulia masih sibuk berkaca.

"Nilai ulangan gue berapa ya, kira-kira?"

Agil mengangkat satu alisnya. "Tumben, kenapa lo?" tanya pria itu sedikit heran. Kenapa wanita itu malah mempertanyakan soal nilai, biasanya wanita ini tidak terlalu memperdulikan soal itu.

"Nggak sih, gue nggak belajar kemaren takut aja malah remedial,"

"Kalo remedial ya tinggal remedial aja,"

"Bukan itu maksud gue,"

"Terus?"

"Tau deh, ngomong sama lo bikin darah gue naik." kesal Aulia turun karna mereka sudah sampai di depan gerbang sekolah.

"Kenapa deh pada ribut pagi-pagi," Aulia membenarkan ransel yang digendong sambil menatap Agil yang baru saja sampai disebelahnya.

"Nilai ulangan udah di pajang tuh di Mading." tunjuk Agil.

Aulia melotot karna tak percaya, gadis itu lalu berlari menembus kerumunan dan mencari lembar nilai kelas sebelas. Gadis itu berada di urutan kesepuluh dari kelasnya. Urutan pertama terganti dengan nama Laras disana.

"Berapa nilai lo?" tanya Agil saat gadis itu mendekat.

"Gue---" jeda. "Gue gagal,"

Agil tertawa pelan. "terus kenapa lo sedih?"

"Gue gagal, Gil!" mata Aulia berkaca.

"Gue urutan kesebelas, masih kalah gue di banding lo, Lia."

Tanpa aba-aba air mata Aulia sudah keluar
begitu saja. Entah kenapa dadanya begitu sakit. Tanggung jawab yang sudah susah payah ia pegang malah ia lalaikan sendiri.

Agil hanya terdiam melihat gadis yang tiba-tiba saja menangis tanpa ada sebab. Ia tahu tangisan yang keluar dari matanya bukanlah perkara yang mudah. Aulia terbilang gadis yang kuat. Inilah pertama kalinya Agil melihat Aulia menangis didepannya secara lansung.

"Gue---" gadis itu sampai cegukan, "gue gagal, Gil." ulangnya.

Sepuluh menit lamanya gadis itu menangis. Untungnya sekarang classmeting tidak ada yang perduli bahwa ada satu wanita menangis di lindungi pria tubuh besar yang setia menunggunya menangis.

Setelah puas menumpahkan emosinya Aulia menghapus air mata dan menatap pria yang masih berdiri didepannya. Pria itu menatap tanpa ekspresi hanya melipat kedua tangannya di dada.

"Puas?" tanya Agil lembut.

Aulia mengangguk. "Sorry, gue terlalu berlebihan,"

Agil menepuk pundak Aulia pelan. "kesuksesan itu banyak pintu, kalo pintu satu tertutup gapapa, masih banyak pintu yang terbuka buat lo,"

"Lo jangan sedih. Sayang banget, cantik lo luntur."

"Enak aja, berarti tadi gue jelek?" tanya Aulia jengkel.

"Iya udah kayak nenek-nenek!" Agil menghapus sisa air mata dari matanya.

"Kurang ajar." Aulia ikut tertawa mendengar tawa Agil setelah berujar.

"Mau traktir?"

"Traktir?"

"Iya traktir, besok jam tujuh gue jemput."

"Kemana?"

"Nggak kemana-mana, beli jajan terus kita ke rumah gue, mau?"

"Mau!" seru Aulia bersemangat.

"Kali ini berdua,"

"Tanpa Laras tanpa Danial,"

"Kenapa emang?"

"Mereka makan banyak, kere gue traktir mereka."

***

Anak kelas sebelas sudah masuk kelas masing-masing. Terutama kelas Aulia, seperti setiap tahunnya satu kelas akan memberikan selamat kepada yang mendapatkan nilai tertinggi.

Nilai tertinggi di kelas sebelas adalah Laras. Sakit di dada Aulia begitu terasa. Apalagi orang-orang yang dulu memberinya selamat kini memberikan selamat pada orang disebelahnya.

"Selamat ya Ras, nggak nyangka kamu bisa  mencapai hasil yang memuaskan."

"Selamat Laras!"

"Congratulations Laras!"

Semua pujian yang dulu untuknya kini terganti.

Agil SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang