LimaPuluhSembilan

6 3 0
                                    

Aulia duduk sendirian di taman sambil menikmati malam dengan tenang. Sunyi, tidak ada orang dan beginilah yang Aulia suka. Menikmati malam tanpa suara hanya hembusan angin yang menemaninya. Aulia memasukkan tangannya ke saku hoodie untuk menjaga suhunya agar tetap aman.

Matanya bengkak karna tidak henti menangis selama empat hari. Masih tidak menyangka semua akan berakhir seperti ini. Ingatan saat masih bersama Laras teringat kembali. Saat mereka menonton drama bersama, bermain bersama bahkan baju juga sama-sama untuk berbagi.

Aulia seperti baru menyadari sesuatu. Teringat dulu Laras terlihat salah tingkah saat Agil memujinya cantik. Dari banyaknya penghianat kenapa harus Laras yang menjadi pengkhianat nya.

Aulia membuka ponsel miliknya, mengklik aplikasi foto. Dia membuka folder khusus yang sudah diberinya nama. Cinta. Ada ribuan foto dirinya bersama Laras saat masih duduk di bangku SD.

Memori itu kembali berputar seolah lamunannya sekarang tentang dirinya di masa kecil. Betapa Laras berperan besar seperti seorang kakak yang menjaga adiknya. Air matanya keluar lagi, kali ini lebih sakit dari beberapa hari terakhir.

Berat badannya turun dia tidak punya nafsu makan, minum pun dia paksa agar tetap memiliki tenaga. Aulia ingin menghilangkan ingatan, menghapus semua yang sudah terjadi. Dia ingin tenang, ingin damai dengan dirinya sendiri.

Tidak ingin mengingat bahwa sahabat kecil yang menusuknya dari depan pernah setulus dan sebaik dulu. Tidak mau melihat dengan matanya sendiri seorang pria yang sudah dianggapnya sebagai kakak juga sama pengkhianat nya, ingin sekali dia menghempaskan kepala ke aspal. Aulia berharap jika dia melakukan itu dia akan lupa ingatan, dan jika terjadi dia tidak ingin sembuh.

Ada langkah kaki mendekat, segera Aulia menoleh kebelakang untuk melihat siapa yang datang menganggu waktu sendirinya. Dia tidak bisa berkata, tersenyum juga tidak, dia hanya mengedipkan mata menerima orang yang semakin menghampirinya. Pria itu duduk disebelahnya, berdiam diri ikut menikmati sunyi malam.

"Jangan tanya lagi, gue gak mau jawab." Aulia memberi peringatan, satu hal yang Aulia rasakan dia tidak bisa mengekspresikan perasaannya dalam bentuk apapun. Dia tidak bisa mengatakan baik-baik saja setelah apa yang terjadi, dan dia juga tidak ingin di khawatirkan atau diberi belas kasihan. Biar waktu yang menghilang rasa sakitnya, meski kejadian itu tidak akan hilang dari ingatan.

Seno hanya diam mengikuti instruksi, dia kemari bukan hanya ingin menanyakan kabar Aulia dia ingin mengecek secara langsung. Dia ada jika Aulia butuhkan untuk diajak bicara. Bahunya siap menampung kepala untuk di sandar. Dia bersedia segalanya bagi Aulia.

Ingatan Seno kembali pada kejadian dimana waktu pertama kali dia datang ke SMA Perdana 1. Saat itu Laras menemuinya di toilet cowok dan mengajaknya untuk bekerja sama memisahkan Agil dan Aulia.

Sejak awal bertemu Laras, Seno sudah merasakan ada aura negatif dari cewek itu. Dia sempat datang ke apartemen Seno untuk membujuknya kembali. Percakapan itu tergiang di otaknya.

"Mau lo apa?!" Seno terlihat tidak senang dengan kehadiran tamu yang tidak diundang, tahu darimana dia alamat rumahnya? Dasar tukang intip, ponsel teman sendiri di cek. Hal pribadi seperti itu sangat privasi, Seno tahu mereka berteman tapi tetap saja tidak sopan namanya membaca pesan orang lain.

"Gue punya rencana, dan gue tau lo pasti bakal setuju."

"Gue bilang gak butuh kan? Pergi gak sebelum gue teriakin." Seno makin risih dengan perlakuan cewek gila ini, entah apa yang ada dipikirannya.

"Dengerin gue dulu!" Laras menahan pintu yang hampir tertutup menggunakan tasnya. Dia masuk begitu ada celah pintu terbuka untuknya.

"Lo gila? Temen lo bisa lo lakuin begitu?" Seno tidak habis pikir dengan rencana yang Laras jelaskan. Dimana teman yang rela sejahat itu terhadap temannya sendiri. Laras sudah kehilangan akal dan seperti dia bisa gila jika rencananya tidak berhasil.

Agil SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang