EmpatPuluhSatu

5 3 0
                                    

Laras berdiri dan melirik jam, sudah agak siang mereka bangun untung saja sekarang hari Minggu jadi mereka bisa puas menonton drama hingga dini hari dan itu pun terhenti karna mereka sudah benar-benar mengantuk untuk melanjutkan menonton.

Setelah dilihat ternyata sudah hampir pukul tiga pagi, jika dilanjutkan bisa-bisa sampai pagi mereka mengejar 20 episode sampai tamat, ditambah season 2 yang juga berjumlah 20 episode dan masing-masing episode memiliki waktu sekitar 50 menitan. Sudah mirip mereka dengan panda dengan kantong mata warna hitam.

"Laras, lo ada pesan paket?" Ega melirik ke luar, ada tukang paket yang sedang melirik ke dalam.

"Nggak ada sih, cek dulu yuk." Laras memimpin berjalan di depan. Wajah sang driver tersenyum, rupanya bukan paket yang datang tapi, tukang ojek dengan membawa kantong makanan. Rupanya itu milik Amel si biang keroknya.

"Mbak Amel, ya?" Amel mengangguk.

"Mbak, mbak ada pacar gak?"

"Nggak ada sih mas, kalo gebetan ada, kenapa mas, mau ya jadi pacar saya?" Amel mengibaskan rambutnya di tambah dengan memamerkan wajah sok cantik.

Mas driver terlihat agak kaku, "Nggak, mbak. Ini yang ngirim alamat lupa bayar."

"Hah? Belum bayar?" wajah Amel merah karna malu menyerahkan uang beberapa lembar lansung masuk kedalam.

Ketiga temannya tertawa terbahak-bahak melihat wajah Amel seperti kepiting rebus, Amel mengumpat dalam hati, bisa-bisanya mau kelihatan romantis tapi lupa untuk bayar terlebih dulu, dan yang paling membuat urat malunya putus adalah tingkat kepedean yang melewati garis finish, tidak tertolong jika gila nya muncul.

"Cie, Amel. Mau keliatan romantis eh taunya kak Mario lupa teken bayar." Ega mengejek.

Mereka serempak bangun di jam sepuluh pagi, bangun-bangun mereka sudah kelaparan beda lagi dengan Amel yang sibuk chating dengan Mario dan pria itu berniat membelikan makanan untuk Amel dan teman-teman yang lain, awalnya Amel menolak tapi, Mario memaksa karna pesanan sedang di antar. Mereka semakin menunjukkan bahwa mereka sedang menjalin hubungan, setiap ditanya jawaban Amel selalu sama, kita cuma temen.

Tapi, apakah yang lain percaya? Tentu tidak, apalagi Mario sampai rela membelikan makanan meskipun ujungnya uang Amel yang keluar, satu lagi yang membuat mereka yakin adalah Mario tahu Amel sedang menginap bersama yang lain, cuma temen? Oh tentu tidak.

"Oh ya, Ras. Siapa sih tunangan lo, itu? Terus sekarang mana? Kapan tunangannya?"

"Masih diundur, lo semua kenapa sih? Ntar juga tahu kok." Laras kembali menyuap nasi.

"Iya, Ras. Gue juga penasaran tahu!" seru Aulia.

"Ada deh," Laras tertawa pelan.

Setelah selesai makan, mereka berpencar, si tuan rumah pergi untuk mandi, Amel dan Ega mencuci piring, sedangkan Aulia dia sendiri yang membereskan sisa kerjaan mereka semalam. Tengah sibuknya beberes suara bel berbunyi, segera Aulia berlari untuk membuka pintu.

"Loh?"

Pintu terbuka lebar terlihat pria yang sangat Aulia hafal wajahnya berdiri dengan tangan memamerkan kantong plastik, sehabis dari minimarket. Pria itu tersenyum lebar.

"Wih, Agil!" seru Ega dan Amel berjalan dari dapur.

"Gue bawain, cemilan. Tenang ini udah dibayar kok." ucapan Agil lagi-lagi membuat Aulia dan Ega tertawa melihat wajah Amel.

Amel menepuk tangan Agil kesal, malu Agil membahas yang membuat harga dirinya terasa turun. Sudah pasti Mario curhat pada pria resek ini, meereka berdua itu teman yang sudah dilepaskan tingkat gila mereka sama rata.

Agil SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang