Tujuh

29 8 1
                                    

Satu sekolah berkumpul di lapangan sekolah yang luas dan lebar. Hari Jum'at, hari untuk bersih-bersih karna besok hari libur untuk seluruh murid. Memang di sekolah ini ada petugas kebersihan tapi, peraturan itu memang sudah ada sejak lama, alasannya karena besok hari libur. Tidak masalah juga, ada ratusan bahkan ribuan anak disini. Peraturan itu juga sudah diterapkan di tahun-tahun sebelumnya. Mereka berkumpul sesuai kelas masing-masing, berbaris sesuai kelasnya.

Menyimak penjelasan guru yang akan memandu. Setiap minggunya selalu bergilir, kemarin anak kelas sepuluh yang membersihkan area lantai atas, mungkin saja giliran anak kelas dua belas.

"Baiklah murid-murid hari ini kita bersih-bersih. Setelah itu pulang." pak Kepsek berdiri di depan seluruh murid.

"Kelas dua belas bersihkan lantai dua, bagi-bagi aja kalian 'kan banyak kelas," ujar Kepsek menatap seluruh anak kelas dua belas.

"Nah kelas sepuluh dan kelas sebelas bersihkan lantai bawah. Kelas sebelas bersihkan sebelas sini," Kepsek menunjuk sebelas kanan. Tempat yang terdapat ruang perpustakaan dan Aula untuk pelajaran kesenian.

"Sebelah sana kelas sepuluh," lanjut Kepsek.

"Jika sudah boleh pulang," kompak seluruh murid bersorak dan mulai pergi mencari sapu dan peralatan bersih lainnya.

Aulia memilih untuk membersihkan tanaman yang berada di tepi lorong depan kelas. Selain menyukai tanaman Aulia juga malas harus berebut sapu, paling banyak murid-murid pada berebutan hanya untuk sapu. Aulia juga heran. Lebih simpel membersihkan tanaman.

Meskipun sedikit baikan tapi, kakinya juga masih terasa sakit, belum sembuh total. Kejadiannya juga baru kemarin tidak mungkin secepat itu sudah membaik, masih ada rasa nyeri belum lagi Aulia masih was-was dengan anak kelasnya yang main lempar tanah dengan anak kelas sepuluh. Ada-ada saja seperti anak kecil menurutnya. Mereka bilang sekalian, toh juga besok libur.

"Aulia awas!" teriak Mumu.

Aulia menoleh, segenggam tanah yang dilempar Mumu mengenai wajahnya. Bisa ia rasakan sedikit tanah itu juga masuk kedalam matanya. Baru juga waspada tiba-tiba sudah lansung saja. Dia tidak bisa bergerak hanya memejamkan matanya.

"Wildan!" teriak Aulia merasakan sakit dimatanya. Mau ia pegang tapi tangannya juga kotor habis membersihkan pot bunga. Dirinya hanya pasrah sambil terduduk menundukkan kepalanya yang terasa sakit. Wildan sontak menoleh dan berlari khawatir menghampiri kakaknya.

"Kenapa?" tanya Wildan menatap Aulia sambil memegang kedua pundaknya.

"Au, lo kenapa?" tanya Wildan lagi.

"Mata gue." gumamnya.

Belum bergerak tangan Wildan meraihnya, tubuh Aulia sudah digendong dulu. Agil menatap sebal Wildan dan berlari membawa Aulia ke WC. Wildan tercengang melihat kepergian Aulia. Suasana ramai bersiul dan bersorak.

"Lelet banget sih," ujar Agil kesal.

Agil mendudukkan tubuh Aulia di tempat wastafel WC wanita. Agil sudah tak perduli dengan tatapan tidak senang anak perempuan yang tidak senang melihat kehadirannya. Peduli apa dia, ketimbang melihat Aulia yang sudah merengek kesakitan.

Agil menghidupkan keran dan menadah air dari tangganya. "nih cuci dulu mata lo."Agil mendekatkan air ke wajah Aulia.

"Gimana mendingan, nggak?" tanyanya.

"Udah nggak, tapi kaki gue sakit," keluh Aulia sudah tak tahan dengan kakinya yang terasa nyeri.

Tadi sewaktu Agil menggendongnya pria itu semaunya saja memegang kakinya. Memegang kaki Aulia seenaknya, mana kuat lagi mencengkram bagian yang sakit. Agil kembali mengendong Aulia, kali ini lebih hati-hati, memapah Aulia ala bridal style dan membawanya ke UKS.

Agil SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang