EmpatPuluh

8 3 1
                                    

Suasana kantin siang itu sangat ramai dan riuh membuat semua kursi penuh dengan murid-murid yang tengah kelaparan, tanpa terkecuali geng ALEA yang juga tengah menikmati makan siang mereka sampai pada akhirnya bel masuk berbunyi dan membubarkan beberapa anak yang masih berada di kantin.

"Ntar pulang sekolah ke Gramedia, yuk? Udah lama kan kita gak jalan bareng." ajak Amel ketika mereka diperjalanan menuju kelas.

"Boleh, habis itu bolehlah kita nginep rumah Laras," sambung Ega.

Percakapan itu berlanjut hingga list dan kegiatan-kegiatan yang akan mereka lakukan sehabis pulang sekolah, dari yang ke Gramedia berlanjut main di Timezone belanja untuk masak bersama sampai ke rumah Laras untuk maraton drama korea hingga larut malam. Pembahasan itu juga tidak berhenti ketika mereka masuk kelas dan duduk di meja masing-masing malah lanjut di chat grub mereka.

Sampai akhirnya suara salah satu murid membuat seisi kelas terdiam. Mereka saling tukar pandang dengan wajah yang sama bingungnya.

"Kenapa si?" anak lain bertanya ikut merasa terkejut dengan teriakan Halma, murid paling heboh di kelas ini.

"Tau nih, Halma. Kenapa pake teriak segala?" Ega ikut tidak terima.

"Handphone sama dompet gue ilang." Halma memandang teman kelasnya.

Lagi-lagi kelas kembali diam dalam ketegangan mereka saling menatap satu sama lain dengan wajah mencurigakan dan dalam pikiran mereka saling tuduh menuduh, apa iya di kelas ini ada pencuri? Satu kelas memiliki pemikiran yang sama, hanya ada satu nama dalam otak mereka.

"APA?!" merasa dirinya di tonton satu kelas membuat Difal jadi salah tingkah.

"Lo, kan, yang ngambil?" tuding Halma.

"Enak aja!" sewot Difal tak terima, mentang-mentang setiap ada pulpen yang ia rasa tak berpenghuni saat terjatuh di lantai akan menjadi hak miliknya malah sekarang ia dituding menjadi pencuri. Menurut Difal waktu melihat pulpen di lantai dan tidak ada yang memungutnya yang sudah jelas pulpen itu jadi anaknya, meskipun ada beberapa anak cewek yang kelas karna keseringan hilang pulpen di atas meja, siapa suruh tidak menjaga dengan hati-hati.

"Ngaku aja, sih. Fal,"

"Sumpah, bukan gua. Jangan mentang-mentang gua sering nemu pulpen sampe lo pada nuduh gua ngambil HP, parah lo semua fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan tau nggak!" Difal mulai berdrama, pura-pura sok sedih dan merasa paling terpojokkan, memang iya sih.

"Coba telpon dulu," saran Laras.

Salah satu diantara mereka mengeluarkan ponsel dan menghubungi nomor milik Halma, seperti dugaan nomor itu sedang tidak aktif sekarang.

Semua orang kembali berpikir keras, masalahnya untuk apa juga mereka mengambil handphone dan dompet secara bersamaan seolah secara terang-terangan menunjukkan diri.

"Gimana kalo kita cek tas kelas ini satu satu?" Laras kembali ber-ide.

"Nggak bisa dong, dalam tas kan privasi." Seno ikut nimbrung.

"Gimana lagi, nggak ada cara lain kan?"

Mau tidak mau akhirnya satu kelas kompak memeriksa tas anak kelas sebelas di jam kosong begini, membuat kelas kembali sunyi. Tas pertama yang Halma periksa adalah tas Difal saat dibuka isinya hanya satu buka, sisir dan kaca spion yang udah lepas dari motornya membuat seisi kelas menyoraki dirinya. Beralih ke tas yang lain tidak ada tanda-tanda kemunculan barang milik Halma membuatnya semakin terlihat lesu.

Walaupun terlihat lesu Halma tidak berputus asa karna hanya tinggal beberapa saja tas yang harus ia periksa, yang tersisa empat tas milik geng ALEA.

"Kayaknya tas kita gak perlu di cek," Ega bersuara.

"Gak ada tanpa pengecualian!" Mumu balas sinis.

Belum sempat Ega membalas Aulia sudah menahan tangan sahabatnya itu untuk diam, malas untuk memperpanjang masalah. "udahlah, Ga. Coba tas gue lo periksa." suruh Aulia menyerahkan tas miliknya pada Halma.

Tapi, Ega tidak terima dan menarik tas Aulia kembali. "Gak usah!"

Aksi tarik menarik tas terjadi antara Ega dan Mumu, kelas riuh dengan aksi keduanya sampai satu benda keluar dari dalam tas Aulia. Sebuah benda pipih terhempas begitu kuat membuat benda itu menimbulkan suara yang semua orang bisa rasakan bunyi retak dari ponsel dengan case berwarna pink.

Sontak sekelas terkejut lalu menatap Aulia dengan serempak, tidak beda dengan kedua gadis sumber ulah mereka keduanya kompak menatap dengan mulut terbuka.

"Hp gue!" Halma mendekati jasad ponselnya yang kini sudah mati total, anak-anak lain masih terkejut menatap Aulia. Sama halnya dengan dirinya Aulia juga tidak tahu kenapa ponsel itu berada disana, didalam tasnya.

"Aulia?" kini Halma menatapnya dengan wajah menyedihkan.

"Gue? Gue gak tau, Ma. Sumpah!"

"Gue boleh gak, liat tas lo?"

Situasi semakin tidak enak, mau tidak mau Aulia mengangguk, perasaannya makin tidak karuan. Dia merasa bahwa didalam sana memang ada dompet milik Halma, entah kenapa pikiran itu membuat semuanya terasa benar, Aulia semakin tegang. Jantungnya yang berdegup kencang terus memompa, semua mata tertuju pada Halma yang perlahan mulai membuka tas Aulia dari yang kecil.

Perasaan bercampur itu menjadi satu ketika sebuah dompet ditarik keluar tangan Halma. Lagi dan lagi tatapan dari semua orang membuatnya gugup.

**

Aulia merebahkan tubuhnya di sofa panjang sambil meregangkan tubuhnya yang terasa kaku, perlahan ia menarik napas perlahan seakan yang dihirup bukanlah oksigen melainkan polusi yang membuat dadanya sesak.

"Udahlah, Au. Gak perlu dipikirin." Laras duduk dilantai sembari memberi sedikit sentuhan agar Aulia merasa lebih tenang.

"Palingan ada orang iseng itu, mah," sambung Amel.

Aulia tahu tapi, entah kenapa perasaannya terasa tidak enak, seolah hal lebih buruk akan terjadi. Dan pasti tentu saja kepercayaan teman-temannya sedikit berkurang terhadap dirinya. Sekali lagi Aulia menarik napas pelan. Kejadian tadi sudah usai dan Halma juga tidak mengatakan apapun karna tidak ada barang di dompetnya yang hilang.

"Udah, yuk. Kita kesini kan niatnya mau nge-drakor." Ega bersuara setelah sunyi beberapa saat.

Aulia menatap ketiga temannya, benar juga tidak adil rasanya jika harus menimpakan masalah ini kepada mereka. Ia bangkit dari tidurnya dan menghadap ke tiga orang yang menunggu respon darinya.

"Gue mandi dulu, ya. Habis mandi baru gue bikinin nasi goreng." katanya sembari naik ke lantai dua.

"Nah, gitu dong!" sahut Ega.

Setelah Aulia pergi mereka mulai sibuk masing-masing, memasang proyektor, menggeser sofa untuk mereka lebih leluasa berbaring. Rencana mereka menginap di rumah Laras memang untuk menghabiskan waktu bersama, niat awalnya yang ingin ke Gramedia urung karna masalah yang menimpa Aulia, mereka juga tidak tega, secara Aulia orang yang tidak suka di keramaian saat hati dan pikirannya juga sedang ramai.

Malam itu mereka asik memasak bersama dan lanjut untuk menonton drama yang sedang viral, dari episode satu sampai selesai dan berakhir jam dua dini hari.

Agil SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang