DuaPuluhTujuh

16 4 0
                                    

Agil tersenyum saat melihat wajah orang yang dicarinya terlihat. Agil kemudian berlari pelan menghampiri orang yang sudah lima belas menit dicarinya dimana-mana yang ternyata berada di kantin.

Saat sampai pria itu lansung saja duduk dengan menopang dagu tersenyum memperhatikan gadis yang sibuk dengan makanannya tanpa menoleh ke lain sedikit pun.

"Putus yuk." ajaknya membuat keempat wanita yang duduk satu meja dengannya menoleh.

"Gil, lo jangan suka bikin emosi deh." celetuk Ega diseberang nya. "Masih siang nih,"

"Ayo Au, putus. Please bilang gue kalo lo bosen." mohon Agil tanpa memperdulikan celetukan Ega.

"Ya udah putus," jawab Aulia masih sibuk meniup baksonya.

Agil menggeser tempat duduknya lebih dekat. "Ya, udah putusin gue. Bukan gue yang mutusin lo," saran Agil membuat ketiga wanita teman pacarnya ini membulatkan mata dan saling tukar pandang.

"Udah sih Gil, kalo lo mau putus ya putus aja!"

Agil menggeprak meja. "Enggak Au, pokoknya lo yang mutusin gue! Kalo nggak yaudah nggak usah putus!" Agil pergi meninggalkan kantin.

"Au? Lo nggak lagi kena penyakit kan?" tanya Laras khawatir.

Aulia menghirup jusnya. "Nggak," balasnya.

"Gue juga udah biasa kali, di nomer seratus kan." balas Aulia lagi sambil meletakkan gelasnya. 

"Dan lo biasa aja?" ketiganya menoleh. Pria dengan tubuh besar berdiri tepat di meja mereka sambil menatap datar. Lebih tepatnya tertuju pada Aulia.

Danial berdecak. "mau banget sih lo di permainkan gitu. Sini biar gue kasi pelajaran dia!"

"Danial!" Aulia menahan tangan pria yang hendak beranjak itu. "Nggak usah," larangnya.

"Au, lo sadar nggak sih lo siapa dan Agil siapa?" Danial sedikit meninggikan suaranya.

"Jangan cari masalah,"

"Kenapa?"

"Karna, karna gue sayang pacar gue." alibi Aulia agar Danial tidak bertindak nekat.

Aulia sebenarnya juga ingin putus dari Agil. Tapi, Aulia sadar dan ingat kata Arin kemarin bahwa jangan pergi dari Agil. Suara Arin juga terdengar memohon, satu alasan yang membuatnya harus bertahan hanya karna Arin.

"Semenjak ada kamu, kakak jadi berubah dikit. Bunda seneng banget liat perubahannya itu. Jangan pergi ya, kayaknya kakak sayang sama kamu."

Aulia tidak mengerti maksud Arin yang berubah dari Agil sifat yang mana tapi dari suaranya perubahan Agil itu sepertinya sangat membuat Arin terharu. Lagi pula jika Aulia tidak bilang bosan mereka tidak akan putus. Pria mana yang akan menolak wanita secantik dan sepintar dirinya ini.

"Bego lo, sumpah!" Danial pergi.

"Ngambek deh," kata Laras melirik Danial yang pergi menjauh.

"Ngomong-ngomong soal Agil, lo semua pada sadar nggak sih dia dikit berubah?" Amel bersuara.

"Udah jarang kena hukum, iya nggak sih?" Amel memandang temannya satu persatu.

"Iya juga, aneh tau nggak. Apa jangan-jangan dia takut lagi nggak naik kelas?" Laras ikut menebak-nebak.

"Gila kali, udah hampir sembilan belas tahun masa nggak naik mulu," timpal Ega.

"Habis lulus mau nikah kali,"

Aulia hanya diam. Benar apa yang dikatakan teman-temannya sudah hampir sebulan ini tidak ada nama seorang Agil di panggil menggunakan mikrofon, tidak ada siswa yang dihukum menghormat tiang bendera, tidak ada yang disuruh membersihkan toilet siswa.

Agil SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang