EmpatPuluhTiga

6 4 0
                                    

Agil kembali membaca pesan yang dikirim Aulia beberapa menit lalu. Bingung harus membalas apa. Ada rasa yang berbeda yang ia rasakan dan dia juga tidak tahu. Haruskah dia marah karena Aulia membohonginya atau—Agil tidak tahu harus berbuat apa. Sesuai permintaan Aulia, ia memutuskan untuk tidak berjualan hari ini, sepertinya Agil harus mencari kesibukan lain sebelum pergi bekerja.

Gil, hari ini gak buka dulu deh, gue nemenin Seno ke rumah sakit.

Agil mulai membereskan barang-barang yang sudah disusunnya. Segala perlengkapan jualan baru saja ia tata dan dengan berat hati dia merapikan barangnya semula. Dengan kasar dan penuh emosi Agil memasukkan toples, kompor dan yang lain dengan sembarang ke dalam gerobak jualan. Tentu, emosinya sangat tidak terkendali. Bisa-bisanya Aulia berbohong dan malah mengantar Seno. Seperti yang diketahuinya Seno itu adalah orang yang paling menjengkelkan dan menyebalkan buat Agil.

Sore yang sangat teduh ini terasa panas, belum juga mulai Agil sudah merasa gerah, baju kaos yang digunakannya terasa sangat panas, seolah di depannya terdapat api yang sangat besar dan hampir saja membakar tubuh dan hatinya.

Ya, Agil terbakar api cemburu.

***

Aulia memandang Seno dari pintu luar. Seno kini sudah terbaring di atas kasur dengan infus yang mulai masuk dari lobang suntik. Aulia sedikit lega untuk itu. Aulia akhirnya duduk setelah lelah beberapa menit termenung berdiri menatap Seno dari balik pintu.

Seno tidak memiliki siapapun disini. Dia anak tunggal, malangnya lagi ibunya berselingkuh saat dirinya pertama kali masuk sekolah menengah setelah itu ayahnya menjadi sering sakit-sakitan.

Lama-lama prihatin juga dengan keadaan Seno. Mungkin itu semua dia lakukan karena merasa kesepian Aulia saja yang selalu risih meskipun pria itu tidak melakukan apapun.

Tapi, sekeras apapun Seno berjuang, tidak. Aulia tidak bisa menerimanya dengan mudah, ada sesuatu dihatinya yang sulit untuk dimasuki Seno, sedikitpun Aulia tidak memiliki rasa untuknya.

Dibilang tidak mendengarkan Aulia juga tahu perihal keluarga Seno, setiap kali Seno bercerita Aulia dengar walaupun terlihat sibuk main hape. Apalagi sampai menyangkut masalah ibunya yang selingkuh—

—benar, Agil. Aulia lupa membalas pesannya. Ia mulai mengecek ponsel dan tidak menemukan tanda balasan di sana, dilihat pun tidak. Aulia membaca ulang pesan yang dikirimnya dan menyadari sesuatu.

Dia menyebut nama Seno. Bisa gawat mengingat kedua orang itu sama seperti hewan yang beda spesies, tidak bisa bersatu. Menekan tombol panggilan, mulai memanggil nomor Agil.

Dari duduk lalu berdiri hingga mondar-mandir akhirnya panggilan itu di angkat. "Gil, gue laper."

Agil terdengar baru bangun tidur dan masih berada di alam bawah sadar belum sepenuhnya mendengar ucapan Aulia, sekali lagi gadis itu mengulang.

Tidak ada jawaban dan panggilan terputus secara sepihak. Beberapa detik pesan masuk membuat Aulia senyum kegirangan. Ya, Agil tidak sejahat itu untuk dirinya sang pacar.

Sherlock.

Aulia memperhatikan Agil yang masih belum menyadari keberadaannya, pria itu membawa dua kantong kresek sembari sibuk membaca nomor di pintu. Setelah membaca pintu terakhir barulah pria itu sadar ada gadis yang tengah memperhatikannya di kursi menunggu. Aulia sudah tahu Agil pasti tidak cuci muka dari raut wajah yang masih terlihat muka bantal.

Agil SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang