EmpatPuluhEnam

4 3 0
                                    

Matanya lansung tertuju pada pria yang berdiri di depan dengan mata terus menatap tanpa berkedip. Aulia tahu, dari balik topi dia dapat mengenali wajahnya, Aulia tidak bergerak begitupun sebaliknya. Lalu pria itu melangkah mendekat.

Tidak ada yang bisa Aulia lakukan, kakinya ikut melangkah dengan sendirinya. Di langkah kaki ketiga, keduanya kompak untuk berhenti sesaat, Aulia diam dan dia kembali melangkah.

Dari hembusan napasnya, Aulia merasakan bahwa dia sedang kesal. Atau mungkin saja dia juga khawatir. Tidak ada yang tahu pasti hembusan napas terdengar berat itu menandakan apa.

"Maksud lo apa? Menghilang entah kemana, hp lo mati, lo juga gak tau ada dimana, semua nyariin lo. Kenapa? Bocah banget, kalo lo pergi bisa kejadian kemarin gak terjadi?" Agil sangat marah, wajahnya memerah.

Aulia hanya diam. Tadinya dia berpikir duduk di taman sendirian malam-malam mungkin akan menyenangkan dan tidak ada yang tahu karena taman ini persis di sebrang apartemen. Agil tidak akan tahu keberadaannya di sini. Tidak ada yang tahu dimana alamat rumah Seno. Ya, mungkin juga tidak ada yang ingin tahu dan peduli tentang itu.

Nampaknya hanya angan-angan saja untuk menghirup udara malam dengan tenang. Agil sudah menemukannya. Tidak mendapatkan respon Agil menggoyang tubuh Aulia meminta jawaban. Aulia hanya menggeleng pelan.

"Gue gak tau kenapa, ada yang aneh dari gue. Gue gak punya tenaga buat menghadapi semuanya, gue butuh istirahat, gue capek."

"Pulang."

Aulia menggeleng, "kali ini aja, Gil. Biarin gue sendiri."

Butuh waktu untuk Aulia mencerna segalanya. Tubuhnya butuh banyak tenaga, butuh banyak istirahat, dia tidak bisa berkonsentrasi, dia butuh sendiri.

Dari beberapa kasus yang beberapa lalu menimpanya, nilai yang drastis turun, barang hilang, kasus ini yang benar-benar menguras segala energinya. Jika dulu dia butuh teman untuk menghilangkan rasa stres dan kejenuhannya, maka sekarang dia butuh sendiri. Karna Aulia merasa yang bermasalah sekarang adalah dirinya.

Agil mengangguk, paham akan maksud Aulia. Bagaimana pun juga orang juga butuh masa sendiri untuk menyembuhkan diri. Sendiri lebih tenang, damai. Kita bisa menikmati dan mengumpulkan energi saat sendiri. Dan itulah yang Aulia butuhkan sekarang.

"Gue tau alamat Seno, setidaknya hidupkan hp lo, gue jaga lo dari jauh." hanya itu kalimat yang Agil keluarkan tanpa pamit dia sudah berjalan meninggalkan Aulia kembali sendiri.

Seolah baru terdengar kalimat di telinganya, saat Agil sudah menjauh barulah Aulia mengangguk.

***

Aulia kembali ke rumah sakit untuk menengok Seno. Sampai hari ini pun dia tidak memberi tahu Hendri, alasan utamanya demi kesehatan. Seno juga pasti berpendapat demikian.

Aulia membuka pintu dan saat dia masuk Seno sudah sadar membuatnya membeku sebentar di depan pintu. Sebenarnya dia tidak ingin kelihatan yang merawat dan menjaga Seno disini, takut Seno terlalu geer. Tapi, senyum Seno membuatnya tersadar dan akhirnya berjalan mendekat.

Untung saja dia sudah memakai baju sekolahnya jadi tidak kelihatan bahwa selama dua hari ini dia memakai baju Seno.

"Baru sadar?" pertanyaan itu terdengar agak aneh, Aulia tidak tahu caranya basa-basi apalagi dengan orang ini.

"Udah dari tadi." jawab Seno sambil berusaha untuk bersandar.

"Udah pulang? Lo sendiri?"

Agil SaputraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang