25. Artha

248 32 6
                                    

Happy reading 💞

*****

Seorang pria tampan sedang duduk bersama dengan seorang gadis cantik di sebuah taman kota. Mereka sedang memperbincangkan sesuatu hal. Artha sedang bersama dengan adik Jian, Nitha. Dia jadi memiliki simpati pada Nitha sejak kejadian kemarin lusa di depan perusahaan.

Ternyata, banyak cerita yang tidak dia ketahui. Seperti fakta bahwa Jian ternyata dia koma. Banyak pertanyaan yang sekarang qda di kepala Artha. Semuanya terasa seperti mimpi.

"Lo gak ngada-ngada kan?" Artha masih belum bisa mempercayai semuanya saat ini.

"Gue gak ngada-ngada. Gue juga nyesel banget, kenapa harus bertengkar dulu sebelum dia tidur lama banget," lirih Nitha.

"Mana buktinya?" tanya Artha.

"Ayo sekarang gue bakal bawa Bang Artha ke rumah sakit paman gue," balas Nitha dengan penuh semangat.

"Oke, kalo lo bohong. Jangan pernah muncul lagi dihadapan gue."

Nitha tidak memperdulikan ancaman itu. Dia ikut masuk ke dalam mobil Artha. Dia duduk di kursi belakang. Nitha masih menghargai Artha sebagai calon kakak iparnya.

Sepanjang perjalanan Artha terus menanyakan arah yang benar pada Nitha. Karena dia tidak tahu lokasi rumah sakitnya. Setelah satu jam perjalanan akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang Nitha maksudkan. Rumah sakitnya tampak elit dan mahal. Mereka pun turun dari mobil.

Nitha yang memimpin jalan tanpa berbicara apapun.

"Nitha, kenapa keluarga lo bilangnya Jian meninggal sama gue?" Artha terus menanyakan hal itu.

"Karena mereka bilang harapan buat kak Jian bangun hanya sedikit," jawab Nitha yang terus berjalan.

"Wah gila kalian. Gak nyangka gue. Padahal apa salahnya berharap dulu."

Tak terasa mereka sudah sampai di depan meja resepsionis.

"Atas wali siapa?"

"Saya keluarga pasien di ruangan 342," jawab Nitha dengan langsung.

"Oh iya, silahkan. Baru saja ada Ibu habis menjenguk," kata si resepsionis itu pada Nitha.

"Iya terima kasih ya."

Artha tidak lagi bertanya dia terus mengikuti kemana perginya Nitha. Sampailah mereka di ruangan 342 yang tadi di katakan oleh Nitha.

Artha langsung membekukan tatkala melihat keberadaan sang kekasih yang terwujud kaku dengan berbagai peralatan medis ditubuhnya. Wajah hangatnya yang selalu memgulas seutas senyuman, kini pucat pasi. Mata indah yang selalu damai kala dia pandang sekarang tertutup.

"Kak, ada Bang Artha jenguk. Maaf ya, Nitha baru bisa bawa dia sekarang." Nitha berbicara pada Jian yang sedang tertidur di ranjangnya.

"Kakak mungkin kangen banget. Makannya cepet bangun." Nitha memeluk Jian yang masih tidak berdaya.

Dari kabar kematian palsunya, bisa dihitung Jian sudah terbayang koma selama lebih dari 6 bulan. Artha secara perlahan mendekati ranjang dimana Jian terbaring lemah.

Artha menyentuh rambut hitam Jian dengan penuh kasih sayang. Tak terasa butir bukir bening jatuh dari pelupuk matanya. Artha tidak ragu untuk mencium kening Jian.

"Bodohnya aku kenapa gak datang ke rumah kau waktu tahu kabar itu. Aku senang kamu masih hidup. Aku yakin kamu pasti bisa bangun. Ayo kita wujudkan mimpi kita untuk hidup bersama,"  kata Artha sambil memegang tangan Jian.

Nitha juga ikut menangis kala mendemgar perkataan manis nan tulus yang diucapkan oleh Artha. Dia merasa sedikit bersalah karena memberitahukan hak yang salah.

"Pokoknya akan aku pastikan kamu bangun dan kita jalani hari-hari indah sama sama lagi," ujar Artha yang terus berbicara pada Jian. Dia tahu akan orang yang koma. Dari yang dia dengar, mereka sebenarnya bisa mendengar perkataan yang disampaikan oleh kita. Hanya saja mata dan tubuhnya sulit untuk digerakkan seolah-olah ada beban berat yang menahannya.

Ponsel Artha bergetar cukup lama, itu artinya ada sebuah panggilan masuk. Dengan cepat, Artha mengangkatya.

"Iya halo."

"Bang masih dimana? Ini Mama sama Papa khawatir loh."

"Abang lagi dirumah sakit." Artha menjawab dengan jujur.

"Abang masuk rumah sakit?"

"Gak sayang. Abang baik-baik aja. Abang lagi jenguk Jian."

"Bang... Aku tahu—"

"Abang gak bohong kok. Nanti kalo pulang Abang jelasin semuanya."

"Iya cepet pulang ya, jangan bikin orang serumah khawatir."

Artha menutup panggilan dengan sepihak. Dia kembali masuk ke dalam ruang inap Jian yang masih ada Nitha disana.

"Nitha maaf ya. Abang gak bisa jenguk lama-lama. Besok Abang kesini lagi deh. Salam buat Mama Papa," pesan Artha sebelum keluar dari ruangan itu.

"Iya pulang aja, Bang. Lagian bentar lagi pacar Nitha bakalan jemput buat anter pulang," kata Nitha.

******

Saat di perjalanan pulang, hujan turun dengan begitu derasnya. Jalanan sedikit sepi, mungkin karena sudah mau beranjak larut malam. Artha meyetel musik dari radio. Dia mengemudikan mobilnya dengan pelan. Tanpa dia sadari dari arah berlawanan ada sebuah mobil truk besar yang hilang kendali. Artha dengan semuanya menghindar. Badan mobilnya tersenggol lumayan kencang oleh truk bermuatan itu. Mobil Artha menghantam kencang sebuah dinding rest area. Artha tersenyum sebelum akhirnya kehilangan kesadarannya.

Artha dengan cepat dibawa ke rumah sakit setelah ada orang yang lewat dan melihat dua mobil yang kecelakaan. Pihak rumah sakit segera menelpon keluarga Artha. Diadilarikan ke rumah sakit dimana Jian dirawat. Karena itu yang terdekat.

"Halo, ini dari rumah sakit Xxxxx apa benar ini dengan wali pasien yang Artha?"

Tubuh Ginara melemas, dia langsung terduduk. Bukannya tadi kakaknya itu baru saja selesai menelponnya beberapa menit yang lalu.

"Ini bercanda kan?"

"Kenapa sayang?" tanya Yura pada anak bungsunya.

"Saya serius. Pasien sedang di ruang operasi. Karena benturan keras di dada kanannya."

Ginara menyimpan gagang telepon rumah. Dia menghampiri Yura dengan air mata yang sudah tidak bisa lagi dia bendung.

"Sayang kenapa? Siapa yang nelpon barusan?"

"Bang Artha kecelakaan Ma, hiks ... Ayo kita kesana." Ginara semakin menangis saat melihat Yura tak sadarkan diri. Ginara berlalri menuju kamar Gara.

"GARA!" teriak Ginara sambil mengedor pintu kamar Gara.

"Ada apa? Eh lo nangis? Kenapa sini cerita," kata Gara.

"Bang Artha, Ga."

"Kenapa sama Bang Artha?"

"Kecelakaan. Mama pingsan." Dengan cepat Gara menuruti tangga yang diikuti Ginara dibelakangnya.

"Lo cepet siapin mobil. Nanti gue baawa Mama. Dan lo kasih tau Papa di ruang kerjanya."

Ginara melakukan apa yang Gara perintahkan. Keluarganya pergi ke rumah sakit dengan mobil yang dikendarai oleh Leon.

.

.

.

TBC

MAAF YA BARU UP LAGI. AKU SEMINGGU INI KERJA SHIFT MALAM JADI SUKA KETIDURAN KALO MAU NULIS.

Stokanim 💚💚💚💚💚💚

(Not) My Foe || HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang