62. Tidak ada yang bersalah

230 23 3
                                    

Mata Indah Haydan terbuka lebar karena sinar matahari yang menyilaukan matanya. Dia melihat sosok wanita yang sangat dia sayangi nampak sangat lelah tidur di atas sofa yang tidak jauh dari ranjangnya.

Haydan perlahan duduk dan hendak turun dari ranjangnya, tapi dia terjatuh. Ginara yang mendengar suara seseorang terjatuh pun segera bangun dan melihat bahwa suaminya sudah ada diatas lantai rumah sakit dengan posisi terduduk.

Ginara segera menghampiri sang suami untuk membantunya kembali ke atas ranjang.

"Kamu mau ngapain? Kenapa gak bangunin aku aja?" Tanya Ginara dengan suara yang nampak sekali terdengar khawatir dengan suaminya.

Haydan malah menangis, membuat Ginara semakin tidak mengerti dengan situasi saat ini.
Jemari lentik itu mengusap air mata yang hendak turun lagi dari kedua pelupuk matanya.
Dia tak menyadari bahwa dirinya juga juga ikut menangis. Ginara memberikan pelukannya pada Haydan agar dia tidak terus menangis.

Melihat Haydan rapuh, itu membuatnya merasa bersalah.

"Sayang, maaf ya. Coba aja kalo aku gak ngidam aneh-aneh pas malem-malem kamu gak akan gini," gumam Ginara sambil memeluk suaminya ini. Haydan yang mendengar itu pun segera melepaskan pelukan Ginara. Dia memegang kedua lengan Ginara sambil menatap wajah sembab istrinya dengan tatapan yang mendalam dan penuh arti.

"Gak gitu. Aku nangis karena ngerasa sedih aja, kita terus dikasih cobaan. Dari mulai kehilangan satu calon anak kita, tapi aku lebih tersentuh lagi tadi pas lihat kamu. Aku ngerasa balik lagi pas dulu kecelakaan dan minta kamu buat rawat aku. " Haydan memberikan senyuman manisnya pada Ginara. Tapi, istrinya itu malah semakin menangis.

"Jangan cengeng ah udah. Kasian baby kita. Mending kamu cari sarapan dulu sana. Sarapan aku pasti nanti dibawain suster hehe," cengir Haydan.

"Awas aja kalo kamu genit sama perawat kaya waktu itu!" Ancam Ginara yang langsung merubah ekspresi wajahnya dengan sedikit galak. Tapi malah terlihat lucu dimata Haydan.

"Iya sana cari makanan di kantin buat sarapan," kata Haydan.

"Iya Tuan Haydan," jawab Ginara sambil iseng mencium sekilas bibir Haydan.

"Anjir bini gue udah berani," ujar Haydan yang merasakan kedua pipinya memanas karena ulah Ginara yang tak terduga barusan.

Ginara berjalan sendirian sambil memasukan kedua tangannya dilakukan jaket yang dia kenakan sekarang. Tiba-tiba seorang dokter yang menangani Haydan menangani Haydan kemarin melambaikan tangan pada Ginara tepat di depan ruangannya.

Ginara merasa familiar dengan rupa wajah sang dokter. Seperti pernah melihatnya di sebuah tempat tapi Ginara lupa.

"Ada apa dok?" Tanya Ginara saat sudah dihadapan sang dokter itu.

"Mari masuk dulu ke ruangan saya," katanya sambil membuka lebar pintu ruangannya. Ginara mengikutinyabdari belakang. Sang dokter duduk, lalu menyerahkan hasil dari scan x-ray kemarin.

"Suami anda akan mengalami lumpuh sementara. Tapi tenang saja, suami anda bisa berjalan lagi sambil menjalani terapi dan minum obatnya," jelas sang dokter. Dada Ginara sangat sesak, dia merasa seperti dihantam oleh ribuan batu kerikil.

"Makasih dok, sudah memberitahu saya."

"Tenang saja akan melakukan yang terbaik buat teman lama saya." Mata Ginara membulat.

"Teman lama? Dokter kenal suami saya?" Ginara kembali duduk karena penasaran. Sebab seperti pernah melihat wajah sang dokter di lain tempat.

"Haha iya, tapi saya pergi ke Harvard buat S1. Tapi mungkin kembaran saya masih sering bertemu dengan Haydan. Saya dengar juga kalian pre-wedding photoshoot sama kembaran saya," kata Nathan.

(Not) My Foe || HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang