Jeruk Kimkit

48 5 0
                                    

Tidak sampai 10 menit kami sudah tiba di warung bu Jum. SMK Nangkana yang ternyata tempat Zero sekolah, berada lima meter dari warungnya berada. Kendaraan yang berlalu masih terbilang ramai tapi normal. Beda lagi ceritanya kalau di pagi hari, padat merayap. 

Warung bu Jum sudah tutup, hanya tersisa satu pintu saja sebagai tempat untuk bu Jum keluar dari warung. "Katanya siang mau datang?" tanya bu Jum menghampiri dengan stelan daster motif bunga warna hijau campur ungu.

Zero tertawa, tampaknya pertanyaan itu memang ditujukan untuknya. Kami turun dari motor. "Ketiduran, bu! Pesanan saya gimana? Ada?" 

"Aman." jawab bu Jum, "Agak susah carinya, tapi untung saya banyak kenalan pedagang!" timbalnya sambil kasih satu plastik kresek warna putih susu. 

"Terima kasih, ibu yang baik hati!" 

Bu Jum hanya tersenyum, lalu tatapannya beralih untukku. "Sudah keterima kerjanya dek?"

Aku mengangguk, rupanya bu Jum masih ingat wajahku. "Sudah, alhamdulillah. Terima kasih lagi, bu."

"Di hati saya juga sudah keterima dia bu." 

"Jangan cuma kasih hati, tapi kepastian juga!"

"Sudah mau, Sha?" Zero menatap wajahku, membuat aku mengalihkan pandangan karena matanya memandang tajam seperti elang. Aku mengabaikan pertanyaannya, tapi bukannya marah dia malah tertawa. "Masih malu dia bu!" 

Ada sedikit kesenangan di hati, tapi hanya sebentar lalu hilang. Rasanya ucapan Zero masih terdengar sedang bercanda. Apalagi perkenalan kami baru terhitung beberapa hari saja. Dan separuh jiwaku juga masih tertinggal untuk Rava.

Masih mempertahankan senyumnya, bu Jum kembali bertanya. "Tidak ada lagikan? Saya mau tutup nih, mau pulang. Kalian juga langsung pulang, loh! Sudah malam." 

"Bentar bu," sela Zero. "Ada yang kamu mau?" tanyanya untukku. 

Aku menggeleng. "Gak ada." 

"Gak ada katanya bu." 

Setelah itu bu Jum beranjak menutup pintu, menguncinya, lalu di perkuat lagi keamanannya pakai gembok. Zaman sekarang ini lebih baik untuk berjaga-jaga, karena tidak sedikit orang menghalalkan segala cara untuk bisa memuaskan keinginan. Ibu Jum langsung berpamitan, rumahnya berada di gang samping sekolah, jarak masuk kedalamnya tidak begitu jauh. Bu Jum ini janda anak satu, suaminya pergi selingkuh. Berjualan adalah usahanya untuk memenuhi kebutuhan. Makanya meskipun sekolah masih tutup, bu Jum tetap buka walaupun pendapatannya tidak sebanyak hari-hari biasa. Bu Jum terkenal ceria dan dekat dengan anak-anak sekolah, terkhusus Zero. Kehidupannya tidak begitu suram karena sering mendapat dorongan semangat dari anak-anak yang sering nongkrong di warungnya. 

"Ini. Untuk ayahmu." Zero menyodorkan plastik yang sebelumnya bu Jum kasih, membuat aku menaikkan alis.

"Apa lagi ini?" tanyaku masih merasa asing melihat buah dari dalam plastik pemberiannya. Warna oranye terang dari buahnya terlihat seperti jeruk, tapi bentuknya yang kecil lonjong tidak mendefinisikannya sebagai jeruk. 

"Jeruk Kimkit. Katanya, baik untuk pengidap jantung, bisa mengurangi beban nyeri. Bisa dimakan sama kulitnya juga." 

Aku mengangguk ngerti, rupanya masuk dalam sejenis buah jeruk. Sudah kuduga dari awal kalau tujuan Zero pasti untuk kasih kejutan. Walau pemberiannya yang sekarang ini untuk ayah. Membuat aku merasa semakin beruntung dikasih kesempatan sama semesta untuk berkenalan dengannya. "Kamu terlalu sering kasih aku. Terima kasih, ya."

"Balasnya dengan senyum saja. Aku sudah senang."

Karena ucapannya itu, berhasil membuat aku senyum-senyum sendiri selama perjalanan. Menerawang ke pertemuan kami sejak awal. Semua pemberian yang dia kasih adalah sesuatu yang berada diluar nalar. Maksudnya, sebagai seorang cowok jarang sekali ada spesies yang seperti ini kalau sedang mendekati cewek. Jambu air, bunga matahari, sketsa wajah, kopi, kelengkeng, dan sekarang jeruk.

ZERO [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang