Lima menit lalu kami sudah menghabiskan es kolding masing-masing, mangkuk yang sebelumnya terisi menjunjung sekarang raib tidak tersisa. Rasanya emang enak, aku akui. Apalagi sajak siang cuacanya terik, dimana tubuh membutuhkan kesegaran untuk melepas kegerahan.
Kami baru akan beranjak pergi, tapi tiba-tiba segerombol anak laki-laki yang naik motor besar serba hitam menghentikan niat kami. Mereka parkir di dekat motor Zero, membuat warung es kolding wak Begal menjadi penuh seketika. Mereka berjumlah 6 orang, kalau aku tidak salah hitung. Baju yang mereka kenakan juga serba hitam, tapi tidak serupa. Ada yang hanya mengenakan jaket kulit, hoodie, sampai kaos oblong.
Aku diam terpaku, menatap Zero yang pandangannya terbuang untuk kumpulan laki-laki itu. Sepertinya mereka teman-teman Zero, karena aku bisa melihat lengkung senyum Zero menyembul dari wajahnya.
Tepat seperti dugaan, mereka datang ke meja kami. Sebelumnya mereka juga sempat saling tegur sapa sama Wak Begal. Zero dengan para anak laki-laki itu saling adu kepalan tangan, ibaratnya seperti sedang saling berjabat tangan, tapi yang mereka lakukan kelihatan lebih keren.
"Sha, mereka ini teman-temanku."
Aku mengangguk, terkaanku tidak meleset. "Ini teman-teman kamu yang anak geng motor?"
Tiba-tiba suasana menjadi agak pecah, mereka tertawa kecil seolah apa yang aku tanyakan adalah suatu hal yang lucu. Aku mengeluarkan ekspresi heran seperti anak kucing yang tidak mengerti apa-apa.
"Mereka geng ribut!" seru wak Begal dari gerobaknya, menjawab kebingunganku.
Tapi jujur saja kalau aku belum sepenuhnya mengerti. Geng ribut, yah, ini bukan kali pertama aku mendengarnya. Tapi kenapa mereka tertawa ketika aku menyindir soal geng motor? Lagian, Zero kan, memang anak geng motor.
"Kalau geng motor namanya terlalu keren!" seru salah tau teman Zero yang rambutnya lebih panjang dari yang lain. Potongan rambutnya yang gondrong, tidak membuat wajahnya jadi kelihatan garang.
Aku hanya menaikkan bahu acuh, mencoba untuk menjelaskan. "Temenku yang bilang, Zer. Kalau kamu anak geng motor Fortress. Aku gak tau kalau nama geng kalian itu geng ribut!"
"Iya kamu benar, Sha." balas Zero, seolah mendukungku.
"Terus, tadi kenapa ketawa?"
"Khusus di warung wak Begal, nama kami jadi geng ribut, Sha."
Aku mengangguk paham. Mengingat pernyataan Zero waktu itu, kalau geng ribut itu wak Begal yang kasih nama.
"Mau kenalan sama temenku?"
"Udah kenal gue!" sela salah satu teman Zero.
Aku menoleh, lalu dibuat cukup kaget melihat wajah yang bicara. Teman Zero yang satu ini adalah orang yang sama dengan yang menegur aku, Neisha, dan Dame, ketika ribut waktu jam istirahat di lapangan. Yah, aku mengingat dengan jelas wajahnya, jadi tidak mungkin salah orang. Dia pasti kapten sepak bola di lapangan waktu itu.
"Kamu sekolah di SMA N 1 ya? Yang di lapangan waktu itu kan?"
Laki-laki itu tersenyum, "Iya. Asha, pakai H!" ledeknya.
Aku hanya mengerucutkan bibir sedikit. Agak kesal.
"Aku udah kenalin kamu sama mereka." jelas Zero.
Tanpa dia kasih tau, aku juga tau. Zero pasti memamerkan caraku berkenalan yang punya ciri khas beda dari yang lain. Aku tidak tau seberapa banyak Zero menceritakan tentang aku pada teman-temannya, tapi hal itu membuat pipiku terasa menghangat. Pertanyaanku tentang bagaimana Zero mencari tau semua tentangku selama ini terjawab sudah, pasti teman-temannya yang membantu. Ungkapan Zero benar. Bahwa kalau aku masuk ke dunia Zero, maka aku akan mengerti semua tentangnya. Semua pertanyaan yang membuat aku bingung akan terjawab tanpa harus bertanya. Sekarang aku merasakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZERO [Completed]
Novela JuvenilAsha: "Aku mencintai sahabatku sendiri. Seharusnya tidak begini, karena hatinya bukan untukku." Zero: "Ela, pacarku. Mereka memperkosanya. Mereka merenggut kecerian, keberanian, dan kewarasan jiwanya." Luka adalah bagian dari perjalanan hidup. Kehad...