3 Bulan

33 1 0
                                    

Detik berlanjut menit, bergulir menuju jam yang pada akhirnya mengisi satu hari. Selepas itu, hari-hari membawa waktu ke minggu, kemudian bergerak menuju bulan. Tidak satu bulan, bukan dua bulan. Hubungan aku dan Zero seminggu lagi masuk ke 3 bulan. Bermodalkan percaya dengan mengatasnamakan cinta, kami menjalin hubungan dengan begitu indah. 

Hidupku lebih berwarna. Setiap hari terasa lebih cerah meskipun beberapa waktu suasana diluar mendung tertutup awan hitam. Luka-luka yang menggores perasaan sudah mengering, Zero memolesnya sebagai penawar yang ampuh. 

Kami berkelana mengelilingi bumi. Seperti biasa, memamerkan kemesraan pada langit dan seisinya. Kadang-kadang ke warung bakso, warung bu Jum, es kolding wak Begal, markas geng ribut, pasar malam, bukit hijau, Smp Angkasa, mengunjungi Ela, pisang coklat keju mba Sri, makam ibu, warung-warung pinggir jalan, juga beberapa tempat lain. Perginya tidak setiap hari, karena kami juga harus mempersiapkan diri untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi dan serius. Makanya persiapannya harus matang.

Bahagia sekali menjadi pacar seorang koki. Apalagi kokinya adalah Zero. Di malam hari, Zero sering mengirimkan aku makanan untuk teman belajar. Menunya beragam, bisa pizza mini, risol ayam, bakso tahu, sup krim, spaghetti, makaroni keju, steak, kentang, pavlova, martabak mini, bakpao, deseert box, dan menu lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu tapi nikmatnya bisa aku rasakan sampai kehati. Kadang-kadang dipagi hari aku membalasnya dengan kasih nasi goreng yang resepnya aku lihat dari internet, roti isi yang tatanan sausnya kubentuk lambang hati dan senyum, atau bubur buatan bi Tami yang sudah dihangatkan. Zero senang memberi, jadi aku mengiringinya sebisaku. Zero tidak minta untuk dibalas, hanya saja cinta bekerja untuk saling memberi. Sebisanya kami saling melengkapi. 

"Tau sedang jatuh cinta bagaimana, sih?!" tanya Neisha sedikit menggerutu. Kami sedang duduk pada bangku dikoridor dekat ruang guru, mengantri untuk ambil kartu ujian akhir semester. Yah, perjalanan kami hampir selesai. Tinggal satu tahap lagi. Selanjutnya akan dihadapkan dengan perjalanan yang jauh lebih panjang, ada kelokan yang beragam karena posisinya tidak terus melulu. Kadang-kadang akan ada lubang atau krikil tajam yang menghantam. 

"Kamu akan merindukan dia selalu, sekalipun kalian sedang bersama. Jantungmu juga akan berdebar ketika menatap matanya, bunga-bunga cinta akan menekannya hingga meledak!"

Aku menyengir, menyetujui ucapan Dame. Seolah ungkapannya turut mewakili perasaan hati. Neisha menarik napas dalam-dalam lalu menghempasnya begitu saja. Kalau sudah begini, berarti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. 

 "Kenapa?" tanyaku mencari jawaban.

Sekali lagi Neisha menghela napas. 

"Kenapa? Firza?" panah Dame langsung, dan ternyata tepat sasaran.

Neisha mengangguk malu. 

Aku dan Dame saling melempar pandangan. Menghadapi kelakuan Neisha yang sok dewasa tapi tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Neisha adalah tipe teman yang pandai memberi solusi tapi kewalahan dengan apa yang sedang dihadapinnya. 

"Makanya, kalau ada cinta yang setia jangan disia-siakan!"

Neisha memainkan bibirnya, mengeluarkan ekspresi melas yang manja. Bagi kaum adam mungkin akan kelihatan imut, tapi tidak dapat menggerakkan hati kaum hawa. Apalagi buat Dame yang senang bicara berterus terang. 

"Jadi gimana sekarang? Sudah cinta sama dia?" tanyaku, merogoh jalan keluar. 

"Belum tau. Tapi kayaknya, iya, sih!"

"Kasih jawaban pasti! Cinta itu bukan angin musim yang suka tiba-tiba datang lalu pergi!" sentak Dame gemas. Mencubit pipi Neisha, membuat sang korban mendengus sebal. 

ZERO [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang