Ini adalah hari pertama masuk sekolah, setelah libur semester ganjil selama lebih dari 2 minggu. Tidak terasa, ternyata aku sudah sampai di kelas XII semester akhir. Itu tandanya, sebentar lagi aku akan keluar dari sekolah yang penuh kenangan ini. Pada akhinya, aku akan melanjutkan perjalanan baru di tempat baru.
Sekarang keadaannya tidak seperti dulu, aku tidak berangkat sekolah dengan Rava. Dugaanku ketika mengantar Rava dan Dira ke parkiran rumah sakit waktu itu, sekarang kejadian. Helm milik Rava kini sudah beralih, kini Dira yang menguasai.
Tadi malam aku mendapat kabar dari Rava lewat chat, bahwa dia akan menjemput Dira untuk berangkat sekolah bersama. Rava meminta maaf untuk itu. Awalnya aku mau marah, namun aku cepat sadar diri, mengingat kalau Rava memang bukan milikku. Hari ini Dira ulang tahun, Rava pasti akan berikan hadiah yang kami cari bersama waktu itu. Hari ini pasti akan menjadi hari paling bahagia buat Dira.
Disisi lain, Zero, laki-laki itu tanpa diminta sudah berada di rumah ku dari pukul setengah 7 kurang. Abang jadi semakin lancar menggodaku. "Itu pangerannya udah datang!"
Aku ingin sekali menyumpal mulut abang dengar roti selai yang sedang ku pegang. Masih pagi, tapi sudah berkicau untuk usil.
"Gak pergi bareng Rava lagi? Dia sama ceweknya ya?"
Aku menghela napas, menyelesaikan suapan terakhir sarapanku.
"Bang, jangan ganggu terus." tegur ayah mengingatkan, tapi bukan bang Pratama namanya kalau behenti mengganggu sebelum aku kesal.
Aku berdiri dari duduk, mengambil selembar roti tawar, lalu aku sumpal mulut abang ketika melewatinya. Kemudian aku menyalim ayah dengan tawa yang lepas.
"Asha pergi ya, yah."
"Hati-hati. Belajar yang rajin ya, tapi waktu istirahat jangan lupa makan."
"Siap yah!" Aku membentuk jemari menjadi tanda OK sambil mengedipkan sebelah mata.
Sebelum beranjak pergi, aku mengeluarkan ponsel lalu langsung membuka kamera.
"Bang lihat sini!"
Ketika abang menoleh, aku langsung memotretnya dengan mulut yang terisi penuh. Aku tersenyum senang, setelah ini dia tidak akan bisa mengganggu lagi. Sekali-sekali aku yang usil, jangan abang terus.
"Kalau macam-macam, aku kirim foto ini ke kak Lola!" ancamku menjulurkan lidah, lalu beranjak lari sebelum abang menangkap. Untunglah ayah mencegah abang, jadi dia tidak ada kesempatan untuk mengambil ponselku.
"Makanya, adiknya jangan diganggu terus." kata ayah sambil tersenyum, menggeleng kepala melihat tingkah kedua anaknya yang tidak bisa akur.
Sampai di halaman, aku terkesima melihat penampilan Zero dengan balutan seragam sekolahnya yang 100 persen berbeda sama punyaku. Kalau aku hanya pakai seragam putih abu-abu saja, ditambah dasi yang menjulur di dada. Sedang Zero kelihatan lebih keren dengan balutan seragam yang dilengkapi dengan almamater warna biru dongker. Membuat Zero kelihatan lebih dewasa dan berwibawa. Karena selama berkenalan dengannya, aku hanya lihat Zero mengenakan kaos atau hoodie.
"Kenapa datang?"
"Mau berangkat sekolah bareng."
"Tapi, sekolah kita kan beda. Gak sejalan lagi!" jelasku. Zero di SMK Nangkana, sedang aku sendiri di SMA N 1.
"Bisa. Udah, ayok naik."
Zero menyerahkan helmnya. Kalau sudah begini aku tidak bisa menolak karena Zero tidak mau ditolak. Aku hanya bisa berharap supaya jalanan tidak padat, jadi Zero tidak terlambat ke sekolahnya. Aku tau, kalau Zero selalu melirik kaca spion yang menghadap ke wajahku kalau ada kesempatan. Tapi aku tidak balas melihatnya, karena masih kalut dalam kecemasan. Kalau Zero terlambat dan mendapat hukuman dihari pertamanya, itu semua karena aku.
![](https://img.wattpad.com/cover/283012426-288-k443819.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ZERO [Completed]
Teen FictionAsha: "Aku mencintai sahabatku sendiri. Seharusnya tidak begini, karena hatinya bukan untukku." Zero: "Ela, pacarku. Mereka memperkosanya. Mereka merenggut kecerian, keberanian, dan kewarasan jiwanya." Luka adalah bagian dari perjalanan hidup. Kehad...