*****
Ibukota kekaisaran ternyata lebih ramai dan cantik dari apa yang aku pikirkan. Walau Kekaisaran ini berada di bawah pimpinan ayahku yang sedikit gila. Rupanya, para rakyat tetap hidup dengan bahagia. Padahal, aku pikir selama ini mereka sangatlah menderita. Rupanya pikiranku salah.
Langit biru dengan awan putih yang berarak terlihat sangat indah. Sinar mentari yang terasa menyengat menandakan kalau hari ini akan cerah. Burung-burung kecil berterbangan di udara dengan bebas. Sesekali bersiul. Sesekali menukik tajam untuk mengambil makanan di tanah.
Anak-anak rakyat berlarian di gang-gang sempit. Saling mengejar dan tertawa kencang tanpa beban. Sama sekali tak peduli akan tata krama yang mewajibkan mereka untuk selalu berjalan dan tertawa dengan pelan. Berbeda dengan anak bangsawan yang berjalan dengan sangat anggun. Sebisa mungkin tetap menjaga sikap meski artinya mereka harus berjalan lebih pelan dari siput.
Di samping kanan dan kiriku terhampar rumah penduduk dan berbagai macam toko. Penjual sibuk melayani pembeli. Pembeli sibuk menawar harga.
Aku berjalan menuju setiap toko. Tanpa perlu merasa takut orang-orang akan bersujud di depanku. Lagipula, belum ada satupun rakyat atau bangsawan yang mengetahui bagaimana rupa Tuan Putri mereka. Jadi, mau aku tidak menyamar pun mereka tidak akan tahu. Tapi, sayangnya manik mata biru ini akan menunjukkan identitasku.
Manik mata biru permata adalah identitas keturunan Duke Hannes. Ibu ratu alias nenekku yang merupakan anak semata wayang adalah keturunan terakhir Duke Hannes. Manik mata biru permata nenekku menurun ke ibuku. Dan, sekarang turun ke diriku. Dengan kata lain, manik mata itu kini menjadi ciri khas putri kekaisaran Peranto.
Yang artinya, mau aku berubah jadi laki-laki pun, selama manik mataku tidak berubah. Orang-orang akan tetap tahu siapa aku sebenarnya.
Rasanya aneh karena hanya aku yang memiliki manik mata biru.
Avanka adalah perpaduan antara kaisar dan ratu. Si kembar sama persis seperti ayah mereka. Cedric, berambut hitam dengan manik hijau. Sementara, si kecil Euclid memiliki rambut pirang dengan manik mata hijau. Sepertinya, DNA kakek menurun pada Cedric dan Euclid.
Aku menunjuk sebuah toko senjata di ujung jalan, "Kakak! Ayo peygi ke sana!"
Bervan mengangguk. Aku langsung menarik tangan Bervan. Memintanya untuk segera bergegas.
Aku hanya punya waktu 3 jam sampai ksatria istana menjemputku.
Ini semua terjadi karena kaisar gila itu terlalu takut akan terjadi sesuatu pada diriku jika aku pergi terlalu lama. Kaisar bilang waktu yang diperlukan bagi seorang anak kecil untuk memilih hadiah debutante bagi ketiga kakaknya hanyalah 3 jam. Kaisar mengatakan hal itu setelah menyuruh salah seorang ksatria untuk melakukan penelitian. Jadi, aku tidak bisa protes karena hal itu didasarkan pada fakta yang ada. Jika dalam 3 jam aku tidak kembali. Maka, sudah dapat dipastikan kalau terjadi sesuatu padaku. Jadi, aku harus bergegas sebelum ribuan ksatria istana datang ke ibukota dan mencariku seolah aku adalah anak hilang.
Untuk apa aku sampai menyamar menjadi orang lain jika pada akhirnya tetap ketahuan kalau aku adalah putri kekaisaran.
"Ellea, jangan berlari! Nanti kamu jatuh!" Kata Bervan tanpa sedikit pun berusaha memperlambat laju kedua kakiku.
"Tidak apa, kakak! Lea akan hati-hati!"
Bervan tersenyum. Aku terperanjat ketika tangan Bervan melingkar di pingganggku. Pangeran kedua kekaisaran itu menggendong anak usia 3 tahun dengan berat badan melebihi normal ini di kedua tangan mungilnya.
"Eyea kan beyat. Kakak tidak apa-apa?" Tanyaku.
Aku hanya ingin memastikan kalau Bervan sama sekali tidak merasa keberatan menggendongku dalam wujudnya yang seperti saat ini. Kan bisa bahaya kalau dia memaksakan diri. Aku tidak mungkin kuat menyeret anak usia 7 tahun yang pingsan.
"Tidak apa! Ellea tidak seberat itu!"
Aku tersenyum. Melingkarkan kedua tanganku di leher Bervan. Lantas, meletakkan kepalaku di atas dadanya. Bervan mengeratkan genggaman tangannya pada pinggangku. Sedetik kemudian, Bervan kembali bergegas menuju toko senjata.
Manik mataku menangkap beberapa anak usia 5 hingga 7 tahun yang mengangkat kardus di punggung mereka. Pakaian mereka nampak lusuh. Keringat sebesar biji jagung mengalir di dahi mereja. Sinar matahari menyengat kulit mereka yang kering.
"Kakak! Eyea mau tuyun!"
Bervan menurunkanku tak jauh dari anak-anak itu. Aku berjalan menghampiri mereka.
"Kayian sedang apa?"
Anak-anak itu menatapku dengan mata sendu mereka.
Bervan ikut berbisik di telingaku, "Ellea, mereka itu anak-anak yatim piatu!"
Yatim piatu? Jadi, anak-anak ini tidak lagi memiliki orang tua?
"Kami sedang memindahkan kardus ini ke toko itu. Pemilik toko akan memberi kami upah nanti, satu perunggu setiap kardus!" Seorang anak berwajah manis menunjuk sebuah toko di ujung gang. Senyumnya merekah saat bibirnya bicara tentang upah.
Mana mungkin ada orang yang tega memberikan satu perunggu untuk setiap kardus yang beratnya bahkan hampir sekitar 10 kg itu. Uang itu kan hanya sepersepuluh perak. Palingan hanya bisa digunakan untuk membeli satu gelas beras.
"Kayian mau bekeyja dengan Eyea?" Tanyaku sembari tersenyum.
Urusan perekrutan pelayan di istana memang adalah tugas kaisar. Tapi, kaisar bilang aku boleh melakukan apapun yang aku mau. Jadi, aku rasa hal ini bukan masalah.
Anak-anak itu saling tatap.
"Akan Eyea beyikan 50 emas sebulan!" Aku meluruskan telapak tanganku di depan. Kelima jariku lurus ke atas.
Memberikan 50 koin emas kepada 6 anak setiap bulan sampai 11 tahun tidak akan membuat kekaisaran ini bangkrut, kan?
Anak-anak itu langsung mengangguk dengan semangat. Aku tersenyum.
Aku mengangkat kepalaku. Menatap Bervan, "Tidak apa kan kakak?"
Bervan tersenyum. Mengusap kepalaku lembut. Yah, aku artikan itu sebagai iya.
Aku dan Bervan kembali berjalan menuju toko senjata setelah menyuruh anak-anak itu untuk datang ke rumah Countess Herina. Dia adalah bangsawan yang menjadi kepala pelayan istana kekaisaran. Anak-anak itu rencananya akan aku minta untuk menjadi pelayan di salah satu istana yang dibangun Paman Luca. Tugas mereka nanti hanyalah membersihkan istana yang dilengkapi sihir anti debu itu.
Aku sudah memastikan Countess Herina tidak akan menolak anak-anak itu. Karena, aku sudah memberikan surat dengan stempel emas bergambar lambang kekaisaran di dalamnya. Stempel emas adalah stempel milikku.
Sementara, stempel milik kaisar berwarna hitam. Ratu, perak. Alaric kalau tidak salah merah. Pangeran kembar warnanya putih. Milik Dimitri berwarna hijau. Dan, Euclid berwarna biru.
Aku sendiri juga tak tahu kenapa setiap anggota keluarga kekaisaran memiliki warna stempel yang berbeda. Mungkin, setiap surat yang distempel bisa diketahui dengan jelas identitas pengirimnya.
Langkah kaki kami kembali berhenti. Di depanku dan Bervan berdiri 3 orang pria dewasa dengan wajah menyeramkan. Mereka menyeringai.
Aku meneguk ludah. Sudah jelas kalau mereka memiliki niat buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Only Princess✔ [Sequel BOTP]
Fantasy[Bukan Novel Terjemahan - END] Aku hanyalah siswi sma biasa yang menghabiskan waktu dengan bermalas-malasan. Aku mati karena terpeleset kulit pisang. Dan, ketika aku bangun, 7 orang aneh melihat ke arahku. Kalian siapa?!?! Aku dimana?!?! Bayi!!! A...