Princess 87

1.6K 273 0
                                    

👑👑👑

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

👑👑👑

Aku dan nenek tua itu terus berjalan. Entah sudah berapa lama kami berjalan. Yang jelas, kedua tanganku sudah merasa pegal. Bahkan, rasanya sampai mati rasa. Haha....

Aku menatap sekitar. Entah bagaimana caranya, aku berakhir dalam sebuah gang kumuh dengan rumah-rumah yang reyot di sekitarnya. Tempat sampah yang mengeluarkan aroma busuk sampai menarik perhatian lalat. Serangga yang terkadang berlalu lalang. Tikus yang mencari makan di tempat sampah. Burung gagak yang memakai bangkai. Entah kenapa rasanya seperti berada di dunia lain.

Tempat ini terasa seperti kota mati. Dan, melihat kondisi rumah yang dipenuhi lumut dan rayap, firasatku jelas benar.

Aku tidak tahu kalau kekaisaran seindah ini ternyata menyimpan wajah lain. Di dunia ini memang tidak ada yang sempurna. Bahkan, kekaisaran terbesar pun tetap memiliki cela. Aku akan memberitahu Alaric agar lebih memperhatikan tempat ini nanti.

Tapi, kenapa nenek tua ini tinggal di tempat seperti ini, ya? Kalau melihat penampilannya yang hanya memakai pakaian seadanya dengan lubang dan tambalan dimana-mana. Nenek tua ini jelas adalah rakyat biasa yang hidup dalam kemiskinan.

Apa aku juga harus meminta Alaric untuk membuat program 'Bantuan Sosial' bagi wanita tua yang miskin? Tapi, rasanya akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendata wanita berumur di kekaisaran yang begitu luas ini. Belum lagi waktu yang dibutuhkan untuk merencanakan anggaran baru yang ada. Setelahnya, mengurus pegawai untuk membagikan bantuan yang diberikan. Tapi, kalau meminta tolong pada bangsawan atau pegawai negeri, yang ada nanti malah dikorupsi dengan alasan biaya admin atau biaya transportasi.

Walaupun aku berada di dunia yang masih dipimpin oleh kaisar dan ratu, bukan berarti tidak ada yang namanya 'korupsi' di dunia ini, kan? Karena sifat serakah manusia itu tidak memandang siapa yang memimpin mereka.

Apa sebaiknya aku sendiri yang memimpin program itu? Selain lebih cepat, juga bisa mengurangi peluang untuk korupsi. Aku kan sudah terlalu kaya. Jadi, tidak perlu korupsi lagi.

Baiklah! Akan aku coba nanti. Alaric juga tidak mungkin menolak keinginanku. Siapa tahu nanti aku bisa diangkat jadi menteri kemanusiaan. Hehe...

"Kita sudah sampai, Nona Muda!" Kata nenek itu sembari tersenyum.

Langkah kakiku berhenti di depan sebuah gubuk mungil yang hampir roboh. Salah satu kayu yang digunakan sebagai tiang penyangga itu sudah sepenuhnya patah. Membuat gubuk itu condong ke kiri. Rasanya seperti melihat Menara Pisa dalam versi gubuk. Seekor tikus lengkap dengan kerabatnya nampak bergerombol di salah satu sudut gubuk. Saling berebut secuil roti tawar yang sudah mengeras.

Melihat keadaan rumah nenek ini membuatku semakin yakin untuk menjadi menteri kemanusiaan dan juga sosial. Mengambil dua jabatan tidak akan membuatku mati, kan? Toh, yang harus aku lakukan hanyalah membagikan bantuan. Bayi yang baru lahir saja sudah pasti bisa melakukannya.

"Dimana saya harus meletakkan keranjang ini?" Tanyaku sembari tetap tersenyum.

Nenek tua itu menunjuk sebuah meja di samping pintu gubuknya, "Di sini, nona!"

Aku dengan cepat meletakkan semua keranjang buah yang ada di atas meja. Kedua tanganku terasa seperti akan patah jika aku membawa keranjang ini lebih lama lagi. Aku mengibaskan kedua tanganku dengan dahi mengernyit.

"Tanganmu pasti pegal, ya?"

Aku langsung berhenti mengibaskan kedua tanganku. Segera menggeleng sembari melempar senyum manis.

"Walau rasanya pegal. Tapi, saya senang karena bisa membantu!"

"Kau memang anak yang baik! Ambillah buah ini sebagai balas budiku!" Nenek tua itu menyerahkan sebuah benda berbentuk segitiga dengan warna merah. Ada daun yang mirip dengan daun mangga di bagian pucuk segitiga yang lancip.

Aku menatap buah itu heran. Aku baru tahu kalau ada buah berbentuk segitiga di kekaisaran ini. Dilihat dari bentuk dan warnanya, kelihatannya enak sekali. Dan, kebetulan sekali aku lapar. Ian juga masih belum kelihatan batang hidungnya.

"Terima kasih, Nek! Kalau begitu saya pergi dulu!" Aku melambaikan tanganku setelah menerima buah itu.

Kakiku kembali melangkah. Aku menatap ke bawah. Mencari serbuk es yang aku tinggalkan sepanjang perjalanan agar tidak tersesat. Serbuk es itu hanya bisa dilihat olehku dan tidak bisa mencair kecuali jika aku menginginkannya.

Aku tersenyum begitu melihat serbuk berwarna biru yang berkilau begitu ditimpa cahaya matahari. Kedua kakiku berjalan mengikutinya.

Aku mengangkat buah segitiga itu di udara, "Buah apa ini, ya? Apa benar bisa dimakan?"

Aku menatap buah itu sekali lagi. Begitu aku membuka mulutku dan bersiap menggigit bagian bawah buah itu, seorang remaja berusia 18 tahun menyenggol bahuku. Membuat buah itu terlepas dari kedua tanganku. Tanpa merasa bersalah barang sedikit pun, remaja itu pergi begitu saja. Rambut panjang berwarna hitam itu bergerak karena tertiup angin.

"Dasar sialan!" Seruku kencang.

Remaja itu tetap pergi begitu saja.

Apa dia adalah cucu nenek itu? Kalau memang iya, artinya dia adalah cucu durhaka. Masa tega sekali meninggalkan neneknya seorang diri sampai didorong oleh seorang pria hingga terjatuh. Hah! Untung saja aku adalah cucu yang baik pada kakekku. Kakekku itu beruntung sekali karena memiliki aku sebagai cucunya.

Aku langsung mencari buah segitiga itu. Begitu mataku menangkap sosoknya, tanganku langsung mengambil buah itu dengan cepat.

Untung saja belum ada tikus yang muncul. Kalau tidak, mereka pasti sudah mengambil buahku. Aku mengusap permukaan buah itu dengan pakaianku.

Katanya kalau makanan jatuh masih bisa dimakan asalkan belum 5 menit, kan? Tunggu! 5 menit atau 5 detik, ya?

Aduh! Sudah terlanjur dimakan! Tidak apa! Memakan buah yang terjatuh di atas tanah yang dipenuhi dengan tikus tidak akan membuatku mati. Palingan hanya sakit perut. Untungnya aku sudah mendapatkan obat mujarab bahkan sebelum aku sakit. Paman ketigaku rupanya lebih berguna dari apa yang aku pikirkan.

Wuah, rasanya manis sekali! Seperti madu. Ini adalah buah paling manis dan enak yang pernah aku makan! Aku mau memakannya lagi. Tapi, sayangnya sudah habis.

Memang kenikmatan itu sifatnya hanya sementara.

Tak apa. Aku akan meminta ayahku untuk mencarikan buah ini. Ayah pasti bisa menemukannya dengan mudah.

"Kenapa kepalaku pusing, ya?"

Dahiku mengernyit. Kepalaku benar-benar terasa sakit. Rasanya seperti dipukuli dengan palu raksasa. Rasa sakit dan nyeri itu kemudian merambat ke seluruh tubuh.

Tubuhku terasa lemas. Aku mengangkat tangan kananku. Berniat mengirim suar es sebagai tanda bahaya. Tapi, sebelum suar itu berhasil mengudara, tubuhku sudah rebah di atas tanah. Dan, semua kekuatan spiritku lenyap. Seperti ada yang menahannya di suatu tempat.

"Dia kelihatan seperti putri bangsawan kaya!" Kata seorang nenek tua sembari menatapku.

"Berapa harganya jika kita menjual dia ke pasar budak?" Tanya seorang pria separuh baya yang tadi mendorong si nenek.

"Bukankah lebih baik kalau menjualnya ke 'pasar malam'? Pasti akan ada banyak pria yang menawarnya!"

Setelahnya, mataku terpejam. Aku tidak bisa merasakan atau mendengar apapun lagi. Yang jelas, sebelum mataku terpejam, aku melihat dua pasang manik mata emas tengah menatapku.

Iya, mereka berdua adalah monster.

The Only Princess✔ [Sequel BOTP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang