👑👑👑
Udara dingin menembus sampai ke tulang. Butiran salju terus turun dari langit-langit aula pesta yang berhiaskan kilauan lampu permata. Kesiur angin lembut membawa terbang beberapa butir salju. Meletakkannya di manapun. Pakaian. Meja. Kursi. Dinding. Bahkan, sampai ke hidangan mewah yang disajikan. Salju itu kini sudah menumpuk di semua sudut. Ratusan bangsawan mulai menggigil kedinginan. Tapi, tidak dengan anggota keluarga dari dua kekaisaran. Mereka sudah terbiasa dengan suhu dingin ini. Ucapkan terima kasih banyak kepada mantan kaisar Peranto kedua alias kakekku yang selalu menghukum anak dan cucunya dengan cara mengubah mereka jadi manusia salju.
Manik mata biruku menatap barisan bangsawan dengan tajam. Terutama bagi mereka yang baru saja menghina Ian. Sementara, orang yang aku bela hanya diam. Berdiri kaku di belakangku. Walau begitu, di antara warna merah dan biru yang tergambar di manik matanya, ada sedikit warna kuning di sana.
Aku melirik Ian. Dia baik-baik saja. Tubuhnya sama sekali tidak bergetar karena kedinginan. Ah, aku lupa! Ian sudah terbiasa dengan dingin. Dia pernah bercerita padaku. Saat dia masih menjadi budak, tuannya mengurungnya di kandang besi. Lehernya diikat di teralis besi. Kemudian, dia dibiarkan di luar saat musim dingin. Tanpa diberi makanan atau pun pakaian hangat. Tentu saja spirit es dengan suhu -15° C ini bukan apa-apa baginya. Syukurlah, aku jadi tidak perlu takut akan membuat Ian menggigil dan jatuh sakit.
Minuman yang ada di aula pesta seketika membeku dalam sekelip mata. Makanan berkuah juga sama. Lapisan es mulai membungkus bagian dalam aula pesta. Kelima kakakku tersenyum senang. Begitu pula dengan semua saudara sepupuku. Mereka jelas senang melihat aku memamerkan kekuatanku pada bangsawan tidak tahu diri seperti mereka.
Aku menutup mataku. Berusaha konsentrasi.
Karena dibutakan amarah oleh mulut bangsawan yang menghina Ian, aku jadi lupa akan satu hal. Di antara ribuan bangsawan ini, ada yang baik hati. Jadi, aku tidak boleh menyakiti mereka juga. Mereka kan tidak tahu apa-apa.
Begitu aku membuka mata, semua orang yang ada di depanku langsung terbungkus oleh selimut warna. Orang-orang dengan perasaan buruk padaku memiliki warna merah. Sebaliknya, yang memiliki perasaan baik padaku berselimutkan warna biru. Ah, warna Ian berbeda. Warnanya.... kenapa merah muda?
Orang-orang dengan selimut warna biru langsung merasakan hangat. Sama sekali tidak terganggu dengan suhu dingin di sekitarnya. Tapi, jumlahnya hanya ada belasan. Hah! Orang baik memang susah sekali dicari!
Yah, aku bisa mengatur kekuatanku dengan sesuka hati. Dalam skala besar seperti ini pun tetap bisa aku lakukan. Ditambah, karena aku bisa melihat ke bagian terdalam dari perasaan seseorang, aku jadi bisa dengan mudah membedakan antara musuh dan kawan.
"Jadi, adakah yang mau melawanku?" Aku berdiri dengan percaya diri. Kedua tanganku lurus ke samping. Di belakangku, muncul ratusan tombak es yang berkilau. Dilihat sekilas pun sudah terlihat jelas kalau tombak es itu begitu tajam dan dingin. Aku tersenyum.
Aula pesta itu senyap. Meski salju tidak lagi berguguran. Tapi, udara dinginnya masih tetap menusuk tulang.
Senyap.
Hanya ada suara kesiur angin yang terdengar.
"Kalian boleh bermain dengan kasar. Lupakan saja soal statusku sebagai putri."
Masih lengang.
Aku tahu para manusia bodoh itu tidak terlalu bodoh. Mereka jelas tetap tidak akan berani menyerangku meski aku hanyalah rakyat jelata sekalipun. Kekuatan spirit esku melebihi kekuatan milik kakekku yang kini berdiri di jendela aula pesta sambil tersenyum bangga. Melawan Euclid yang masih berada di level 5 saja belum tentu mereka bisa. Apalagi melawan diriku yang merupakan sumber kekuatan kekaisaran. Lain cerita jika mereka sudah bosan hidup dan ingin merasakan jadi daging beku sekali seumur hidup.
"Gadis kecil yang lemah sepertiku membutuhkan ksatria pribadi yang kuat. Tapi, melawan gadis kecil lemah ini saja kalian tidak berani. Apalagi jika harus melawan ksatria pribadi yang jelas jauh lebih hebat dari dirinya!"
Ribuan bangsawan langsung bersujud. Meminta maaf. Aku menjentikkan jariku. Semua salju menghilang. Begitu pula dengan udara dingin yang terasa menembus tulang. Minuman dan makanan berkuah kembali seperti semula.
Aku kembali berjalan menuju kursi takhtaku. Ian mengikuti. Begitu aku duduk di kursi takhta. Ian berdiri di belakangku. Aku menatapnya sembari tersenyum. Ah, manik mata emasnya berwarna merah muda dan kuning. Apa dia merasa malu sekaligus senang karena aku membelanya? Haha, dia manis sekali!
"Maaf karena Ristel mengacaukan pesta Kak Alaric!" Kataku dengan wajah penuh penyesalan pada Alaric yang duduk di kursi kaisar.
Sekarang, kursi di sebelahku sudah kosong. Itu adalah kursi milik ratu. Karena Alaric sudah resmi jadi kaisar dan masih melajang. Jadi, kursi itu untuk sementara kosong. Ayah dan ibuku sudah berpindah ke kursi tahta di samping Euclid dan Dimitri.
Alaric mengusap rambutku lembut, "Tidak masalah, Ristel! Kakak senang melihat Ristel bersikap berani seperti itu." Alaric tersenyum.
"Kau! Kenapa kau diam saja? Adik kecilku sudah membelamu!" Wajah Alaric berubah jadi masam ketika melihat Ian berdiri di belakangku.
Kakak pertamaku ini sepertinya tidak sadar kalau Ian sudah mengucapkan terima kasih dengan mengubah manik matanya. Lagipula, aku membantu Ian bukan karena aku menginginkan ucapan terima kasih atau membuatnya berhutang budi. Aku merasa bertanggung jawab pada Ian.
Aku adalah orang yang memintanya menjadi ksatria percobaan. Lalu, aku kembali meminta ia menjadi ksatria pribadiku. Apapun yang terjadi pada Ian selama dia ada di dekatku adalah tanggung jawabku. Jadi, aku harus selalu membantunya jika dia sedang berada dalam kesulitan. Terutama, jika penyebab kesulitan itu adalah aku.
Ratu berjalan mendekatiku. Ia tersenyum.
"Ristel, mainlah dengan teman sebayamu!" Kata ratu lembut sembari mengusap rambutku.
"Main dengan teman? Tapi, hanya ada orang dewasa di pesta ini." Kataku sembari menatap bangsawan yang sibuk menikmati pesta.
Karena ini adalah pesta penobatan, tamu yang diundang dan yang datang tanpa diundang adalah bangsawan di atas 40 tahunan. Kebanyakan dari mereka adalah gadis muda berusia di bawah 18 tahun yang mencoba menggaet hati Alaric. Memangnya, ada anak seusiaku di pesta ini? Tapi, daritadi aku tidak melihat satu pun. Yang ada hanyalah gadis yang tengah mencari perhatian Alaric.
"Tentu saja ada! Bahkan banyak." Ratu kembali tersenyum, "Ibu ingin Ristel bermain dengan teman sebaya__"
"Tapi, kalau Ristel tidak mau, Ristel diam saja di sini! Ristel kan sudah punya banyak teman." Kata Alaric, memotong ucapan ratu.
Teman? Satu-satunya teman yang aku punya adalah Ellea. Itupun, baru dua kali bertemu. Sejak peristiwa Ian yang menghancurkan rumah penduduk terjadi, kaisar mengunciku di dalam istana. Alasannya karena takut aku akan menolong anak asing dan membawa 'monster' baru ke dalam istana. Haha...
"Ibu mengundang anak-anak seusia Ristel di aula cadangan. Mereka adalah putri dari teman lama ibu." Ratu tersenyum.
Aku berseru semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Only Princess✔ [Sequel BOTP]
Fantasy[Bukan Novel Terjemahan - END] Aku hanyalah siswi sma biasa yang menghabiskan waktu dengan bermalas-malasan. Aku mati karena terpeleset kulit pisang. Dan, ketika aku bangun, 7 orang aneh melihat ke arahku. Kalian siapa?!?! Aku dimana?!?! Bayi!!! A...