👑👑👑
Aku dan Ian menatap sekeliling. Kami berdua benar-benar bingung harus pergi ke mana terlebih dahulu. Di alun-alun ada pertunjukan drama yang menceritakan asal-usul festival bulan purnama biru. Di jalanan sekitar kami ada banyak sekali toko aksesoris yang berbaris sepanjang pinggir jalan. Di jalanan seberang ada toko makanan yang sudah jelas terasa enak. Bau harum masakannya bahkan tercium sampai ke sini. Lambung gembelku yang tahan dengan makanan enak ini terus memaksa kedua kakiku untuk berjalan ke arah jalan penuh makanan.
Kalau aku hanya memilih salah dua dari ketiga pilihan yang ada, aku harus rela melewatkan satu sisanya. Karena, aku tidak boleh melewati jam malamku. Sekarang mungkin sudah jam 4 sore. Jam malamku adalah jam 8 malam. Aku hanya punya waktu 4 jam. Untuk sampai ke alun-alun butuh waktu 10 menit dengan berjalan kaki. Pertunjukkan dramanya akan memakan waktu 1 jam. Lalu, untuk kembali ke jalanan ini butuh waktu 15 menit karena pasti jalanannya akan macet. Setelahnya, agar bisa menikmati semua makanan yang ada setidaknya butuh waktu 2 jam. Sisa waktunya hanya cukup untuk kembali ke istana sebelum terlambat.
Hah! Padahal aku ingin merasakan festival ini dengan bebas. Argh! Dasar jam malam sialan!
"Tuan Putri, anda ingin pergi kemana terlebih dahulu?" Tanya Ian sembari menatapku yang masih terlihat sedang berpikir.
"Aku tidak tahu! Huhu! Aku ingin merasakan semuanya" Aku menangis kencang.
Ian langsung panik. Dia berusaha keras menenangkan diriku. Beberapa orang yang ada di sekitar menatap kami heran. Beberapa ada yang berbisik. Ian terlihat seperti seorang kakak yang sedang menenangkan adik perempuannya. Aku sendiri tidak tahu kenapa aku merengek seperti anak kecil di depan Ian. Padahal, aku sudah berhenti merengek sejak usiaku 7 tahun.
Aneh sekali!
Apa aku punya kelainan jiwa yang membuatku bersikap seperti anak kecil di depan pria tampan? Aku rasa aku butuh psikolog dan rumah sakit jiwa saat ini.
Untunglah, tidak ada satu pun orang yang ada di sini mengenaliku diriku. Mungkin karena aku mengubah manik mataku menjadi coklat. Jadi, aku bisa bebas merengek tanpa merasa malu.
"Tuan Putri, tolong tenang!" Ian memeluk kedua pundakku.
Aku berhenti merengek. Tapi, wajahku masih muram. Aku menatap Ian.
"Bagaimana kalau anda menunggu di pentas drama. Sementara, saya akan membelikan anda semua makanan yang ada di sini."
Manik mataku membulat. Ide Ian kedengarannya bagus.
Ian tersenyum. Kembali melanjutkan ucapannya, "Lalu, kita bisa kembali ke sini untuk melihat perhiasan. Itu lebih menghemat waktu, bukan?"
Aku mengangguk kencang. Kenapa aku tidak kepikiran menyuruh Ian untuk membelikanku semua makanan yang ada di sini, ya? Apa mungkin karena aku menganggap Ian sebagai teman dan bukannya ksatria ataupun pelayan? Selama ini kan aku memang hampir tidak pernah menyuruh Ian melakukan hal berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Only Princess✔ [Sequel BOTP]
Fantasy[Bukan Novel Terjemahan - END] Aku hanyalah siswi sma biasa yang menghabiskan waktu dengan bermalas-malasan. Aku mati karena terpeleset kulit pisang. Dan, ketika aku bangun, 7 orang aneh melihat ke arahku. Kalian siapa?!?! Aku dimana?!?! Bayi!!! A...