Princess 115

1.4K 212 0
                                    

👑👑👑

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

👑👑👑

Aku berjalan di sekitar jalanan ibukota. Kali ini aku baru akan benar-benar membeli kuas dan cat air untuk melukis nanti. Aku pergi diam-diam dari Laure. Alasannya tentu saja karena kebohonganku beberapa hari lalu. Kotak kayu yang berisi pedang untuk Ian itu seharusnya berisi cat dan kuas sesuai ucapanku. Tapi, karena aku ingin menyelamatkan keberlangsungan hidupku, aku terpaksa harus membohongi Laure. Yah, tak apa! Walau, sebenarnya aku lebih suka menghabiskan waktuku berkencan dengan kasur dan bantalku. Tapi, demi ratu yang amat menyayangiku, pengangguran ini rela memberikan waktu menganggurnya.

Aku juga pergi tanpa sepengetahuan Ian. Anak itu entah pergi kemana ketika aku membuka mataku. Ian bahkan rasanya pergi lebih cepat dari bangunnya matahari. Padahal, sebagai seorang ksatria pribadi yang sudah melakukan sumpah setia padaku, dia harus selalu ada di dekatku. Setidaknya dalam jarak 1 meter. Kalaupun dia pergi, harusnya dia berpamitan. Aku sampai membuat seluruh penghuni istana gempar karena aku nampak seperti seorang gadis kecil yang kehilangan jejak ibunya di tengah ramainya supermarket. Para pelayan sampai ikut mondar-mandir bersamaku. Mencari apa yang tidak mereka ketahui. Setelah aku mengatakan kalau aku mencari Ian, barulah mereka berhenti mencari. Salah seorang pelayan bilang kalau Ian pergi ke arah utara sebelum matahari terbit.

Aku pikir Ian kembali ke Dominic Monster. Tapi, melihat dia pergi begitu saja tanpa berpamitan, rasanya mustahil. Ian pasti hanya pergi sebentar saja. Mungkin, sekadar menengok keadaan keluarga tiri yang menjualnya sebagai budak. Atau, menghancurkan kastil tempat dimana dia dibesarkan sebagai seorang budak. Atau, bisa juga dua-duanya.

Yah, kemanapun dan seberapa jauh Ian pergi. Aku tidak perlu merasa khawatir. Karena dia akan selalu kembali.

Kalau dia tidak kembali, aku anggap saja dia melanggar sumpah setianya. Dengan begitu, Ian akan mati. Haha....

Aduh! Aku ini mikir apa, sih? Sejak kapan aku jadi psikopat gila dengan pemikiran kejam begini? Tapi, orang yang pergi begitu saja tanpa berpamitan memang pantas mati, kan?

Argh! Tidak! Aku harus mengumpulkan kembali akal sehatku yang menguap karena cinta.

Ah, karena aku menyebut kata cinta dan Ian, entah kenapa aku jadi merasa malu.

Aku terus berjalan ke arah alun-alun sembari menikmati pemandangan yang ada di sekitarku. Jalanan kali ini begitu ramai. Orang-orang berlalu lalang dengan cepat. Tak mau sedetik pun menyia-nyiakan waktu. Pembeli keluar masuk toko. Pedagang asongan menawarkan dagangannya pada setiap turis yang datang untuk menikmati keindahan Kekaisaran Terium. Beberapa kali aku melewati toko peralatan melukis. Tapi, tidak satu pun dari mereka aku kunjungi. Jangankan kunjungi, sekadar melirik pun tidak aku lakukan.

Tujuanku adalah toko peralatan melukis yang terkenal di dekat alun-alun ibukota. Dari rumor yang beredar, katanya di sana sangat lengkap dan barangnya juga berkualitas. Berbeda dengan toko lain yang menjual barang kualitas rendah dengan harga yang tinggi. Toko yang dirumorkan itu menjual barang sesuai kualitasnya. Jadi, toko itu pasti bisa dipercaya. Rumor memang terkadang hanyalah fakta yang dilebihkan. Tapi, tidak ada salahnya kalau aku mencoba mengunjungi tokonya. Toh, kalau tidak sesuai dengan ekspektasiku, aku tinggal meratakan toko itu dengan tanah. Haha, bercanda.

"Wuah, besar sekali!" Kataku takjub begitu melihat pemandangan yang terhampar di hadapanku. Bibirku terbuka. Begitu juga dengan mataku.

Lihatlah apa yang baru saja ditangkap retina mataku! Sebuah bangunan dengan papan kayu berukirkan kuas dan cat lukis berdiri dengan gagah di hadapanku. Lebar bangunan itu 10 meter dan panjangnya 25 meter. Ini sih bukan toko . Tapi, kastil bangsawan tingkat rendah. Kaca bening yang menempel di bagian depan toko dilukis dengan tempat yang terkenal di Kekaisaran Terium seperti istana kekaisaran, alun-alun ibukota, Pantai Goldy Sen dan masih banyak lagi. Ada 5 pintu kayu di setiap jarak 5 meter. Yah, kalau tokonya seluas ini sih wajar pintunya begitu banyak.

Aduh! Yang seperti ini sih jelas melampaui rumor yang ada. Memang terkadang rumor itu bisa saja adalah fakta yang dikurangi.

Aku mendorong gagang pintu toko di sisi paling kanan. Pintu itu berada jauh lebih dekat denganku. Bel berkemerincing ketika aku masuk. Aku semakin takjub dengan pemandangan yang ada di dalam toko. Bahkan, untuk aku yang tidak memiliki jiwa dalam dunia seni, toko ini adalah surga.

Puluhan rak berisi cat dengan berbagai warna dan ukuran berbaris rapi di bagian paling depan toko. Semua cat itu berbaris sesuai urutan warna paling muda ke yang paling tua. Juga sesuai dengan ukuran terkecil hingga terbesar. Penataan yang begitu rapi itu membuat siapapun betah menatapnya. Lihat saja ratusan pengunjung yang memenuhi tempat ini. Mereka juga pasti punya pemikiran yang sama denganku.

Aku merasa begitu bersalah karena sudah hampir meruntuhkan bangunan indah ini.

"Selamat datang, Nona Muda!" Sapa salah seorang pegawai toko.

Seragamnya cantik sekali. Berwarna putih dengan tambahan cat acak penuh warna. Nampak seperti kanvas putih yang terkena tumpahan cat. Benar-benar menggambarkan sebuah toko alat lukis.

"Apa ada yang bisa saya bantu?" Tanya pegawai itu sembari tersenyum.

"Ah, aku membutuhkan cat dan kuas!"

"Mari ikuti saya, nona!" Kata pegawai itu sembari menunjuk arah kanan dengan tangannya.

Aku melirik pegawai yang masih terdiam itu. Apa toko ini menganut tata krama bangsawan lama? Begitu aku melangkahkan kaki ke arah yang ditunjuk pegawai itu tadi, barulah ia mulai melangkah. Ah, rupanya memang menganut tata krama bangsawan lama, ya.

Tata krama bangsawan lama mengharuskan seorang rakyat biasa berjalan di belakang bangsawan ketika sedang bersama. Tata krama lama ini juga berlaku pada bangsawan dengan jabatan rendah kepada bangsawan dengan jabatan yang lebih tinggi.

"Silakan belok ke kiri, Nona!"

Aku menurut. Melangkah ke kiri.

Kalau tanpa seorang pemandu, rasanya aku akan tersesat di toko ini. Rasanya seperti berada di dalam sebuah labirin. Raknya memang tertata rapi dan simetris. Tapi, yang namanya labirin kan tetap membingungkan.

"Kita sudah sampai, Nona! Rak kanvasnya ada di balik belasan rak lain. Jika anda butuh sesuatu, silakan bunyikan lonceng ini. Kalau begitu saya permisi terlebih dahulu. Selamat berbelanja!" Kata pegawai itu ramah. Memberikan sebuah lonceng berwarna emas. Kemudian pergi.

Aku menatap barisan cat penuh warna di hadapanku. Selain rak ini, masih ada belasan rak lain yang ada di belakangnya. Semuanya sama-sama cat air. Aku harus memilih yang mana, ya?

Aku tidak tahu harus memilih warna apa.

Aku menggoyangkan lonceng di tanganku. Pegawai toko yang tadi langsung datang secepat kilat.

"Apa ada yang anda butuhkan, Nona?" Tanyanya sembari menundukkan kepala dengan takzim.

"Tolong kirim satu dari semua warna cat air yang ada. Dan, kanvas berukuran paling besar. Juga satu dari semua ukuran kuas yang ada di toko ini."

Pelayan itu sedikit terlonjak kaget ketika mendengar perintahku. Dengan suara yang bergetar dia berkata, "Baik, Nona! Kemana kami harus mengirim barang pesanan anda?" Tanyanya.

Aku tersenyum, "Istana kekaisaran!" Kataku sembari menatap pelayan yang sedikit ketakutan itu. Kemudian pergi.

Aku kembali berjalan di jalanan ibukota yang semakin sepi. Mungkin karena hari sudah semakin beranjak siang. Aku berhenti di sebuah kursi yang berada di dalam gang perumahan rakyat yang cukup sepi.

Aku menutup kedua mataku. Angin sepoi menerpa wajahku dengan lembut.

"Huhuhu....hiks....."

Tubuhku tersentak. Kelopak mataku dengan cepat terbuka. Sebuah suara tertangkap gendang telingaku.

Suara tangisan seorang gadis. Dan, asalnya dari gang kecil yang gelap di belakangku.

Aku meneguk ludah.

The Only Princess✔ [Sequel BOTP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang