Haechan - Mark II

499 71 3
                                    

MarkChan











"Apa maksudmu, pudu?"

"Oppa, aku tak akan melarang mu pergi jika kau sudah lelah menungguku".

"Aku tahu selama ini sangat berat untukmu. Kau bahkan selalu menunggu ku tanpa mengeluh. Aku tak ingin menjadi egois karena hal itu."

"Jadi....

"Jadi kau ingin hubungan kita berdua berakhir, begitu?"

"Kau tak percaya dengan cintaku?"

"Bagaimana bisa kau dengan mudah berkata seperti itu? Kau menyuruh ku untuk pergi?"

"Apa selama ini kau meragukan hatiku?"

"Kau benar-benar egois, Na Haechan. Aku kecewa padamu!" Ucap mark panjang lebar sebelum ia pergi meninggalkan mansion Na dengan keadaan sedikit emosi.

"Oppa, tunggu. Bukan begitu maksudku."

"Oppa.....Mark Oppa! Hiks". Teriak haechan namun mark sama sekali tak ingin mendengarkan panggilannya.

Haechan terus berlari mengejar mark yang sudah jauh di depannya hingga ia tak sengaja terjatuh. Kedua kaki cantiknya sedikit lecet. Haechan tak bermaksud melukai hati mark. Bibi nam yang melihat sang tuan putri menangis pun langsung menghampirinya.

"Ya ampun nona! Kenapa bisa berdarah seperti ini? Ayo bangun biar bibi bersihkan dulu lukanya". Ucap bibi nam sambil membantu haechan berdiri dan berjalan menuju ruang keluarga.

"Hiks bibi hiks mark oppa pergi hiks"

"Sudah nona, kita obati dulu lukanya. Setelah itu bibi akan panggilkan kan tuan mark untuk kesini menemui nona".

"Hiks dia sedang marah padaku hiks. Aku membuatnya kecewa bi hiks"

Setelah bibi nam mengobati luka haechan. Ia langsung tertidur pulas di sofa ruang tamu. Bibi nam mengetuk kamar jaemin agar membantu menggendong haechan ke kamarnya. Biasanya mark yang melakukannya sebelum ia pulang. Namun bibi nam sudah berkali-kali menghubungi mark, tak ada balasan.

"Ada apa bi?" Tanya jaemin yang baru saja bangun dari tidurnya.

"Maaf tuan muda, nona haechan tertidur di sofa ruang tamu. Badannya akan sakit semua jika ia tak tidur di kasur miliknya".

"Kemana mark pergi? Biasanya dia yang akan memindahkan haechan ke kamar jika ketiduran". Tanya jaemin menuruni tangga untuk turun menghampiri haechan di ruang keluarga.

"Bibi tidak tahu tuan muda, mereka tadi sebelumnya baik-baik saja. Tapi setelah itu bibi lihat nona menangis sambil mengejar tuan mark."

"Haechan menangis? Apa mereka bertengkar?"

"Bibi tidak tahu pastinya tuan, tapi saat nona mengejar tuan mark. Nona terjatuh dan kedua kakinya sedikit lecet. Tapi bibi sudah mengobatinya".

"Telfon mark dan suruh dia datang sekarang juga kesini!". Perintah jaemin yang sedikit emosi dengan perlakuan mark terhadap adiknya

"Maaf tuan, bibi sudah mencoba menghubunginya beberapa kali namun tetap saja tak ada jawaban."

"Baiklah, aku akan mengurusnya sendiri". Balas jaemin mengangkat sang adik menaiki tangga menuju kamar haechan.

Jaemin membaringkan haechan perlahan agar tak membuatnya terbangun. Seperti biasa ia mencium kening sang adik dan mengucapkan selamat malam. "Selamat malam channie, semoga kau bahagia selalu. Oppa sangat menyayangimu".

"Aku akan membuat perhitungan denganmu, mark lee". Batin jaemin yang sedikit sakit hati melihat haechan dengan mata sembab dan luka di kedua kakinya

Jaemin kemudian kembali ke kamarnya untuk melanjutkan mimpinya yang tadi sempat tertunda.

Keesokan harinya, haechan terbangun dengan merasakan nyeri di sekitar lututnya. Ia berjalan dengan tertatih menuruni tangga menuju meja makan. Disana ia sudah melihat jaemin yang sudah memakan sarapannya.

"Selamat pagi, oppa". Sapa haechan mencium pipi sang kakak.

"Selamat pagi, bagaimana dengan kakimu? Apa kita perlu kerumah sakit?" Tanya jaemin yang sedikit khawatir.

"Gwenchanna, memang sedikit nyeri tapi tak perlu ke rumah sakit".

"Apa aku menyuruh jeno datang kesini untuk memeriksa mu?"

"Tidak perlu, aku yakin jeno juga sedang sibuk."

"Baiklah, jika semakin sakit bilang saja padaku. Aku akan menyuruh jeno untuk memeriksa mu. Ayo makan".

"Baiklah"

"Apa kau bertengkar dengan mark?"

Haechan seketika menghentikan sarapannya. Ia takut jaemin salah sangka pada mark dan menyalahkannya.

"Tidak, hanya ada sedikit salah paham saja. Oppa tidak perlu khawatir".

"Baiklah, ayo kita habiskan sarapannya".

Setelah mereka selesai sarapan, jaemin kembali ke ruang kerja miliknya. Sedangkan haechan sedang menyirami bunga-bunga mawar yang sangat cantik itu.

Meskipun jaemin sedang cuti, namun ia diam-diam memeriksa seluruh pekerjaan karyawannya. Ia berada diruangan itu hingga sore hari memeriksa semua berkas-berkas pekerjaannya.

Haechan yang sudah gabut tak tahu ingin ngapain lagi, akhirnya datang ke ruang kerja seorang na jaemin.

"Oppa......"

"Wae? Ada apa? Tumben kesini?".

"Tidak, hanya saja aku bosan, tak punya kerjaan selain bengong seharian."

"Baiklah, kau mau apa? Katakan pada oppa"

"Aku tak butuh apa-apa, oppa."

"Tapi bisakah aku bekerja di perusahaan?"

"Kau ingin bekerja?"

"Jika boleh, aku akan membantu oppa. Mungkin menjadi sekretaris oppa?"

"Yakkk!!! Kau gila? Bagaimana bisa kau menjadi sekretaris ku?". Balas jaemin yang sedikit terkejut dengan permintaan aneh bin ajaib haechan.

"Lalu bagaimana dengan herin? Dia sudah lama bekerja untukku. Dia sudah menjadi sekretaris ku sejak dulu."

"Oppa bisa memindahkannya ke bagian lain".

"Aku akan mencari posisi yang pas untukmu".

"Tapi aku ingin bekerja menjadi sekretaris mu".

"Bagaimana dengan sekretaris mark?"

"....."

"Wakil direktur?"

"....."

Tak ada jawaban dari haechan, jaemin seakan peka dengan gerak gerik haechan pun menyudahi drama ini.

"Baiklah besok kau bisa bekerja menjadi sekretaris ku"

"Mwo? Jinja? Oppa serius?" Tanya haechan yang masih tak percaya dengan akal bulusnya jaemin.

"Hmmmm"

"Gumawo oppa, saranghae".







***
Mark POV

Mark pergi dari mansion keluarga na dengan mengendarai mobil berkecepatan tinggi. Mark sangat sedih mendengar ucapan haechan seperti itu. Telepon selulernya beberapa kali berbunyi. Ia bahkan tak melirik satu pesan pun.

Malam ini sudah dipastikan bahwa mark akan menghabiskan waktu di rumah pribadinya yang ia beli diam-diam untuk haechan kelak.

Mark sedang menghabiskan beberapa minuman alkohol untuk menjernihkan pikirannya. Bahkan sekarang ini, ia tak tahu dimana handphone nya berada.











"💚"

Na & LiuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang