10. Tidak Mudah Ditebak

1.3K 192 18
                                    




*** PUBLISH ULANG SEMENTARA ***





***

"Lo tuh aneh, orang mau mabok malah ditawarin makan."

Satya mungkin terdengar seperti tengah mengomel, namun tangannya tetap bergerak, kembali menyendok nasi dan lauk yang Tara masak untuknya.

Ya, pada akhirnya Satya memenuhi tawaran Tara untuk mampir dan makan terlebih dahulu di apartemen wanita itu.

"Kalau laper makan aja, gak usah banyak omong," sahut Tara yang baru saja menarik kursi yang berada di samping Satya.

Satya tak menanggapi perkataan Tara, ia justru terlarut dalam kegiatannya mengunyah makanannya.

Ia tak menyangka jika Tara ternyata cukup mahir memasak. Ya, Satya akui jika masakan Tara cukup lezat ... bahkan sangat lezat, membuatnya tak menyesal menerima tawaran wanita di sampingnya itu.

Tara tak ikut makan, ia hanya duduk di sana dengan secangkir teh hangat juga dengan mata yang terus memperhatikan Satya. Tawarannya tadi sebenarnya sebuah bentuk pencegahan yang Tara lakukan, ia tak mau Satya pergi minum dan mabuk sendirian. Hal buruk bisa saja terjadi pada pria bodoh di sampingnya ini.

"Kalau setelah makan lo tetep mau ke Club, gue ikut ya?" ujar Tara setelah cukup lama diam dengan terus memperhatikan Satya.

Satya langsung menoleh, dengan mulut yang masih mengunyah dan sebelah alisnya yang terangkat membuat Tara tahu apa yang ingin dikatakan Satya dengan gestur tersebut.

"Minum sendirian itu gak enak, Sat ... kebetulan gue juga lagi pengen, jadi gak ada salahnya kan pergi sama gue?"

Satya masih tak mengatakan apa pun, sampai ia akhirnya berhasil menelan makanannya dan langsung sedikit memutar posisi duduknya jadi menghadap ke arah Tara.

"Lo kenapa bisa ikut ke rumahnya Shiela sama keluarga Kafka?" tanya Satya yang sama sekali tak menjawab perkataan Tara sebelumnya.

Tara sejenak terdiam, lalu mengalihkan tatapannya dari Satya dan kembali meminum tehnya.

"Tadi sore, waktu kita lagi sama nyokap lo ... Mamanya Kafka telpon gue, minta gue ke rumahnya buat makan malem. Gue gak tahu lo udah tahu soal ini apa belom, gue udah anggap orang tua Kafka selayaknya orang tua kandung gue ... dan tadi, tiba-tiba Kafka pulang, bilang Shiela ajak keluarga mereka makan malem."

Tara sejenak menjeda ucapannya, dan ia kembali menoleh menatap Satya yang kini menunjukkan raut terkejutnya, mungkin pria itu memang baru tahu jika ia berhubungan baik dengan kedua orang tua Kafka.

"Mamanya Kafka gak enak karena udah suruh gue dateng ke sana, jadi Kafka bilang gue bisa ikut sama mereka dan gue udah nolak, tapi mamanya Kafka bujuk gue buat ikut. Gue gak punya pilihan lain ...."

Satya menganggukkan kepalanya pelan, ia sepertinya kini paham situasi yang dialami Tara tadi. Namun ia tiba-tiba teringat sesuatu.

"Jadi lo udah tahu Kafka bakal ke sana dan gue juga bakal ke sana, kan?" tanya Satya dengan kedua alisnya yang bertautan. Tara menganggukkan kepalanya dan seketika raut wajah Satya kembali berubah, ia nampak kesal.

"Terus kenapa lo gak kasih tahu gue?!"

Tara terkejut, nada kesal Satya itu awalnya membuat ia terkejut namun kemudian membuatnya ikut kesal.

"Satu, emangnya lo siapa? Dua, Atas dasar apa gue harus kasih tahu lo? Tiga ... gue gak punya kontak lo!"

Satya semakin kesal, ia langsung kembali memutar badannya, kembali meraih sendok dan kembali menyuapkan makananya, membuat Tara yang melihat itu menggeleng-gelengkan kepalanya.

TARA SATYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang