*** PUBLISH ULANG SEMENTARA ***
***
"Aku ... Gak apa-apa kok, Ma."
Tara untuk kesekian kalinya mengatakan jika ia tak apa-apa, namun Lidya—Ibunda Kafka, bisa melihat dengan jelas jika Tara berbohong.
Luka itu sangat kentara.
Lidya kembali memeluk Tara, mengusap lembut kepala juga punggung sosok yang sudah ia anggap putrinya sendiri itu dengan penuh kasih. Ia benar-benar merasa bersalah kepada Tara. Mungkin jika sejak awal ia langsung meniatkan Tara untuk menjadi menantunya, Kafka akan mengerti arti semua sikap dan perhatian Tara.
Tara membalas pelukan Lidya, sorot matanya seketika semakin sendu, ia berbohong. Ia sama sekali tak baik-baik saja namun apa yang Lidya katakan tadi berhasil membuat hatinya terasa sesak.
Ya, walau tak bisa bersama Kafka, Tara juga sangat berharap Lidya juga suaminya tak akan berubah sikap kepadanya.
Tara tak ingin kehilangan kedua orang tua Kafka, ia tak ingin menjauh dan juga tak ingin dijauhi. Jadi sekarang apa yang akan ia lakukan adalah berusaha semakin keras untuk melupakan perasaannya kepada Kafka.
Ia harus bisa menganggap Kafka hanya sebagai kakaknya, bukan pria yang ia cintai.
"Ma! Bisa tolong siap-siap sekarang? Kita harus ke rumahnya Shiela untuk makan ...." Ucapan Kafka seketika terhenti saat ia mendapati mamanya tengah bersama Tara. Ia sama sekali tak tahu Tara berada di sana karena ia sendiri baru saja pulang.
Tadi, setelah jam kantor selesai, Kafka tak langsung pulang. Ia bertemu dulu dengan Shiela dan tiba-tiba saja mereka mendapat kabar jika Satya bersama keluarganya akan datang ke rumah Shiela dan Shiela tiba-tiba saja mengatakan sebaiknya Kafka beserta orang tuanya juga datang agar mereka bisa bicara dam menyelesaikan semua permasalahan dengan Satya.
Lidya perlahan mengurai pelukannya, begitu juga dengan Tara yang langsung melirik Kafka namun begitu matanya saling bertemu dengan tatapan mata Kafka, ia langsung mengalihkan tatapan matanya.
"Shiela ... undang kita makan malam di sana, ada hal penting yang mau dibahas," ujar Kafka yang tersadar dari keterkejutannya saat Tara memalingkan tatapan wanita itu.
Lidya langsung menatap Tara, ia sudah meminta Tara datang ke sini untuk makan malam bersama mereka dan tak mungkin ia membiarkan Tara makan di sana sendirian sedangkan ia pergi bersama keluarganya ke rumah Shiela.
"Gak bisa besok aja, Kaf ... di sini ada Tara, Mama minta Tara makan malam di sini," ujar Lidya seraya menatap Tara dengan tatapan tak enaknya yang justru membuat Tara seketika menunjukkan raut terkejutnya.
"Aku ... pulang aja, Ma. Gak ap—"
"Kamu ikut aja," sela Kafka yang membuat dua wanita itu kembali menatapnya dengan tatapan agak terkejut.
"Makan malam sama keluarga Shiela gak bisa diundur, soalnya Satya sama keluarganya mau datang juga ... jadi ... Tara ikut kita aja," sambung Kafka lagi yang membuat Tara lagi-lagi dibuat terkejut.
Kafka benar, Satya juga akan datang ke rumah Shiela bersama keluarganya.
Apa semuanya akan baik-baik saja?
Tara tahu pasti akan ada obrolan yang sangat serius di antara keluarga Kafka, Satya dan Shiela. Mereka pasti hendak memberikan keputusan mengenai hubungan tiga orang itu.
Lalu keputusan apa yang akan dihasilkan dari pertemuan itu?
Tara seketika merasa penasaran namun ia cukup tahu diri jika ia tak mungkin ikut ke sana, ia hanya orang luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
TARA SATYA
Romance***PUBLISH ULANG SEMENTARA*** ***ABAIKAN TYPO, BELUM REVISI*** Selama ini Tara hidup dengan mempercayai jika ia wanita spesial bagi Kafka, sosok yang sejak remaja mengisi hari-harinya dan membuatnya percaya jika di dunia ini masih ada banyak hal bai...