22. Rasa Takut Yang Sama

1.4K 197 24
                                    



*** PUBLISH ULANG SEMENTARA ***



***

Tara duduk di kursi tunggu masih dengan air matanya yang tak kunjung mereda, dua puluh menit telah berlalu sejak pintu ruang tindakan tertutup dan sampai sekarang baik dokter maupun perawat yang ada di dalam sana belum memberitahukan apa pun mengenai kondisi Satya.

"Tara!"

Tara langsung menoleh dan berdiri ketika melihat Haura tengah berlari mendekat ke arahnya bersama Ferdi beberapa langkah di belakangnya.

Ya, tadi Tara langsung menghubungi Haura untuk memeberitahukan kondisi Satya, Haura dan Ferdi yang kebetulan tengah dalam perjalanan untuk pergi berbelanja pun akhirnya langsung mengubah tujuan mereka.

"T-tante maafin, Tara," ujar Tara begitu Haura tiba di hadapannya.

Tangis Tara kembali menjadi karena rasa sesalnya, ia bahkan hampir berlutut di hadapan Haura jika saja wanita itu tidak langsung meraih lengannya dan menariknya masuk kedalam pelukannya.

Haura dan Ferdi memang khawatir pada kondisi Satya tapi melihat kondisi Tara yang benar-benar kacau justru membuat mereka jadi lebih khawatir kepada Tara.

"Maaf ...," ulang Tara lagi di tengah tangisnya yang kian menjadi.

"Coba kamu ceritain ke kita pelan-pelan, Satya kenapa?" tanya Ferdi dengan sebelah tangannya yang terangkat mengelus lembut bahu Tara.

"S-Satya ... dipukulin Kafka ...," sahut Tara pelan dan itu membuat kedua orang tua Satya sangat terkejut.

"Karena aku," sambung Tara yang membuat Haura dan Ferdi menatapnay dengan tatapan tak mengerti mereka.

"Aku ... sama Satya ada janji untuk makan siang, tapi aku lupa dan aku silent handphone aku ... Satya beberapa kali telpon sampai akhrinya dia jadi masuk ke gedung kantor ... Aku ... gak tahu apa yang dibicarain Satya sama Kafka, pas aku lihat mereka udah berantem ... tapi Satya kondisinya udah babak belur dan gak kasih perlawanan," jelas Tara yang terbata karena tangisnya.

"Di mobil tadi, Satya bilang dia gak bisa napas ... pas sampai di sini Satya udah gak sadarkan diri dan dari tadi dokter juga gak keluar-keluar."

"Maafin aku, semua gara-gara aku," ulang Tara dengan suara yang kian memelan.

Mendengar penjelasan Tara itu membuat Haura dan Ferdi jadi terdiam, mereka sama sekali tidak menyangka akan mendengar jika kondisi Satya ternyata cukup buruk, lalu mereka juga mulai memikirkan apa lagi yang membuat Satya dan Kafka berkelahi hingga seperti ini.

Di waktu yang sama, pintu ruang tindakkan ppun akhirnya terbuka, membuat tiga orang yang berada di depan ruangan itu dengan cepat mendekat untuk menghampiri dokter yang keluar dari ruangan tersebut.

"Dok, gimana kondisi anak saya?" tanya Ferdi dengan tidak sabaran.

"Pasien sudah berhasil melewati masa kritisnya ...."

Tara terkesiap kaget mendengar itu, begitu juga dengan Haura dan Ferdi yang sama-sama terkejut karena sekali lagi mereka tak menduga kondisi Satya akan sampai separah itu.

"Kenapa anak saya bisa sampai kritis?" tanya Ferdi lagi.

"Pasien mengalami kritis karena benturan yang cukup keras di area perut dan dadanya, benturan itu mengakibatkan shock pada beberapa organ dalamnya dan menyebabkan organ-organ itu tidak berfungsi dengan baik, selain itu benturan itu juga menyebabkan pembengkakan pada beberapa organ dalamnya."

TARA SATYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang