*** PUBLISH ULANG SEMENTARA ***
***
"Tara-nya masih mandi."
Satya kembali menggarup pipinya yang tidak gatal sedangkan di depannya Riri masih berdiri dengan mulut yang menganga. Melihat ada pria di kamar Tara sepagi ini tentu hanya satu kemungkinan yang terlintas di kepalanya.
Riri yang masih terkejut dan Satya yang salah tingkah membuat situasi di depan pintu menjadi sangat canggung dan kecanggungan kian terasa saat suara Tara terdengar dari balik punggung Satya.
"Sat, lagi ngapain?" Satya langsung berbalik, membuat ada sedikit celah yang membuat Riri bisa melihat Tara dan tentu saja Tara yang melihat Riri langsung terkesiap kaget.
Riri menatap Tara dengan tatapan tak percayanya terlebih saat matanya menangkap beberapa tanda kemerahan yang ada di leher Tara.
"Gue ...." Riri seketika lupa apa yang hendak ia katakan.
"Ri, gue—"
"Gue tunggu di Resto ya," sela Riri yang memilih langsung pergi setelah mengatakan itu.
Satya lalu menutup pintu dan kembali berbalik dengan ragu-ragu. Apa yang ia takutkan benar-benar terjadi saat melihat Tara tengah menatapnya dengan tajam seakan ingin membunuhnya.
"Gue kan udah bilang jangan bukan pintunya!" ucap Tara yang baru tersadar dari rasa terkejutnya dan langsung bicara dengan nada tingginya yang membuat Satya menunduk.
"Lo kan bilang gitunya semalem ...," cicit Satya yang tak mau sepenuhnya disalahkan atas apa yang terjadi di sana.
Kepala Tara seketika terasa pening, sehingga ia tak mengatakan apa pun dan langsung meraih ponselnya untuk mengirim chat kepada Riri.
Melihat Tara yang hanya diam membuat Satya tahu jika wanita itu benar-benar marah. Ia perlahan mendekati Tara, lalu memeluk Tara yang memunggunginya dan itu tentu membuat Tara terkejut.
"Maaf, gue tadi gak lupa gak lihat dulu siapa yang dateng," cicit Satya yang terdengar begitu menyesal.
Ia pada akhirnya memilih mengakui kesalahannya daripada Tara mendiaminya setelah apa yang semalam dan tadi mereka lakukan tentu bermarahan bukan apa yang ia harapkan.
Tara menghembuskan napas panjang, tak ada gunanya untuk marah karena semua sudah terlambat, Riri sudah terlanjur melihat Satya di sana.
"Lo cepetan mandi deh, gak enak kita ditungguin," ucap Tara masih dengan suara yang terdengar kesal dan ia langsung melepas lengan Satya yang melingkari perutnya.
Satya tetap diam di balik tubuh Tara, ia sama sekali tak beranjak hingga membuat Tara berbalik dan menatapnya kesal.
"Jangan marah," ucap Satya cepat saat ia melihat Tara baru saja hendak membuka mulutnya.
Tatapan mata memohon dan menyesal juga raut memelas yang Satya tunjukkan membuat Tara tak bisa melanjutkan kemarahannya sehingga ia akhirnya menganggukkan kepalanya.
"Iya, enggak, tapi lo cepetan mandi deh," ucap Tara yang membuat segaris senyuman tampak di bibir Satya.
Satya pun mengangguk lalu pergi ke kamar mandi.
Selagi Satya berada di kamar mandi, Tara pun berniat untuk segera mengenakan pakaiannya namun pergerakannya kembali terhenti saat melihat banyaknya tanda yang Satya tinggalkan di tubuhnya dari pantulan cermin di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TARA SATYA
Storie d'amore***PUBLISH ULANG SEMENTARA*** ***ABAIKAN TYPO, BELUM REVISI*** Selama ini Tara hidup dengan mempercayai jika ia wanita spesial bagi Kafka, sosok yang sejak remaja mengisi hari-harinya dan membuatnya percaya jika di dunia ini masih ada banyak hal bai...