*** PUBLISH ULANG SEMENTARA ***
***
"Bunda udah bilang, cepet nikahin Tara tapi kamu gak mau denger perkataan Bunda. Sekarang lihat, Tara pergi ninggalin kamu, kan?!"
Haura menatap kecewa Satya yang hanya bisa duduk seraya menundukkan kepalanya meratapi apa yang terjadi karena kebodohannya.
Haura benar, ia seharusnya memberi kejelasan hubungannya dengan Tara bukannya terus mengulur waktu dengan alasan ketakutan yang belum tentu akan terjadi.
"Jadi sekarang gimana? Kamu mau berhenti cari Tara?" tanya Haura yang membuat Satya mengangkat kepalanya dan menatapnya sejenak sebelum akhirnya kembali menunduk.
"Itu ... yang Tara mau, Bun. Tara minta waktu untuk tenangin diri dulu," sahut Satya dengan suara pelan dan seraknya.
Ya, Satya sedang tak begitu sehat dan itu terjadi karena ia terlalu stress memikirkan Tara.
Tara memang memintanya untuk tak mencari wanita itu namun sudah beberapa hari sejak mengetahui pesan itu, Satya tetap memikirkan Tara hingga akhirnya ia jatuh sakit seperti sekarang.
Haura menghembuskan napas lelahnya, ia tak tahu lagi harus berkata apa sehingga ia akhirnya memutuskan untuk pergi dari kamar Satya, meninggalkan lagi putranya untuk merenungkan segala kesalahannya.
***
5 bulan kemudian ...
Satya tengah berkutat dengan berkas-berkas pekerjaan di hadapannya, ia tampak begitu serius sampai tiba-tiba ia mengangkat wajahnya dan menatap ke arah pintu setelah mendengar suara ketukan dari luar sana.
"Masuk," pinta Satya dan pintu ruangannya pun terbuka menampilkan sosok pria berusia lebih muda beberapa tahun dari Satya.
"Maaf mengganggu, Pak, saya mau antar berkas dan kebetulan ada tamu untuk Bapak," ujar pria itu yang tak lain adalah Sekretaris Satya.
Ya, Sekretaris Satya kini adalah seorang pria, ia bernama Azka dan sudah bekerja di sana sejak tiga bulan lalu menggantikan Riska yang akhirnya Satya berhentikan.
"Tamu?" tanya Satya dengan sebelah alisnya yang terangkat.
Azka menganggukkan kepalanya lalu melirik ke arah pintu seraya tersenyum saat akhirnya tamu yang ia sebut memasuki ruangan itu.
"Bunda," ujar Satya saat melihat ternyata Haura yang masuk ke sana dengan membawa sebuah tas kertas berlogo bakery terkenal.
Satya pun bangkit dari kursi kerjanya di saat Azka dan Haura berjalan mendekatinya.
"Berkasnya saya simpan di sini ya, Pak," ujar Azka yang langsung Satya respon dengan anggukkan kepalanya lalu pria itu pun berpamitan dan kembali keluar dari sana meninggalkan Satya dan Haura yang kini saling menatap.
Satya dalam masalah besar.
"Bagus banget kamu udah dua minggu gak pulang-pulang."
Kan.
"Bunda sama Ayah sampai ngerasa gak punya anak!" sambung Haura lagi menumpahkan segala kekesalannya kepada Satya yang memang memutuskan untuk tinggal di apartemennya sejak Tara pergi hampir setengah tahun yang lalu.
"Aku sib—"
"Emangnya kerjaan jauh lebih penting daripada orang tua kamu?" sela Haura yang kemudian duduk di sofa ruangan itu dan meletakkan barang bawaannya di meja.
Sejak Tara pergi Satya memang jadi lebih sering menghabiskan waktunya untuk bekerja bahkan sampai terlalu banyak bekerja dan mengabaikan sekitarnya.
"Semalem juga Bunda sama Ayah nungguin kamu, tapi kamu gak pulang bahkan gak ngabarin, keterlaluan tahu kamu tuh, Sat," sambung Haura yang kini telah mengalihkan tatapannya dari Satya dan mulai mengeluarkan cake yang ia beli khusus untuk Satya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TARA SATYA
Romance***PUBLISH ULANG SEMENTARA*** ***ABAIKAN TYPO, BELUM REVISI*** Selama ini Tara hidup dengan mempercayai jika ia wanita spesial bagi Kafka, sosok yang sejak remaja mengisi hari-harinya dan membuatnya percaya jika di dunia ini masih ada banyak hal bai...