*** PUBLISH ULANG SEMENTARA ***
***
"Orang sakit gak usah banyak gaya ya! Diem aja di rumah, istirahat!
Tara langsung melepas cekalan tangan Satya di tangannya, apa yang ia lakukan dan katakan membuat Satya menunjukkan wajah sebalnya.
Sudah lebih dari sepuluh hari ia terbaring dan sama sekali tidak bisa pergi ke mana-mana, Satya sungguh sangat merasa bosan.
"Gue pergi, takut kemaleman di jal—"
"Besok aja perginya," sela Satya dengan tangan yang kembali meraih tangan Tara.
Melihat itu mengapa Shiela merasa seperti nyamuk? Satya bahkan tak pernah seperti itu kepadanya dan kini ia merasa tersisihkan.
"Gak bisa, Sat ... gue udah ditungguin. Udah ya ... gue mau pergi," ujar Tara lagi yang pada akhirnya membuat Satya mau tak mau melepas cekalan tangannya.
"Berapa hari? Pulangnya kapan?" tanya Satya yang langsung membuat Tara terdiam.
"Mungkiiiin ... pulang senin atau selasa," jawab Tara yang juga tidak yakin dengan jawabannya.
Satya mengangguk lesu, lalu Tara sekali lagi berpamitan kepada pria itu dan Shiela lalu berjalan menuju pintu.
Baru saja hendak melangkah keluar, Tara kembali berbalik karena panggilan Satya.
"Hati-hati ya ... jangan lupa kabarin gue kalau udah sampai," ujar Satya yang membuat Tara dan juga Shiela sama-sama terkejut.
Tara pada akhirnya menganggukkan kepalanya canggung, lalu benar-benar pergi dari sana meninggalkan Satya bedua kembali bersama Shiela.
"Kamu sedeket itu ya sama Tara sekarang?"
"Astaga!"
Satya terlonjak kaget, ia benar-benar terkejut sampai langsung memegangi dadanya. Bisa-bisanya ia lupa jika di sisi lain tempat tidurnya masih ada Shiela.
Melihat keterkejutan Satya itu membuat Shiela mengernyitkan dahinya, tak percaya jika keberadaan Tara membuat Satya lupa dengan keberadaannya di sana.
"Sepenting itu ya Tara buat kamu?" tanya Shiela lagi yang balik membuat Satya mengernyitkan dahinya, tak benar-benar mengerti dengan apa yang Shiela maksud.
"Kan kamu yang minta aku jauhin Tara dari Kafka ... aku lakuin itu Shiela."
Mendengar jawaban Satya tersebut membuat Shiela termenung. Ia memang meminta Satya menjauhkan Tara dari Kafka namun mengapa rasanya justru ia melakukan hal yang salah karena justru kini ia merasa Satya semakin jauh darinya.
"Tante, Om ... aku harus pulang, mau ke Bandung."
Tara pergi ke dapur sebelum benar-benar pergi dari sana, ia tentu harus berpamitan dulu kepada Haura dan juga Ferdi yang sama-sama berada di sana.
"Mau ke Bandung?" tanya Ferdi kembali memastikan dan Tara langsung menganggukkan kepalanya.
"Iya, Om ... ada temenku mau nikahan aku udah janji mau bantu-bantu di sana. Harusnya kesana besok tapi barusan dia telpon besok pagi aku harus udah di sana untuk fitting kebaya," jawab Tara yang kian mendekati Haura untuk berpamitan pada Haura yang masih sibuk dengan peralatan dapurnya.
"Kamu gak usir dulu Si Shiela?" tanya Haura dengan nada ketusnya yang justru membuat Tara dan Ferdi mengernyitkan dahi mereka.
"Masa iya aku usir dia, Tante," sahut Tara dengan diiringi kekehan canggungnya yang justru membuat Haura kian mencebik sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
TARA SATYA
Romance***PUBLISH ULANG SEMENTARA*** ***ABAIKAN TYPO, BELUM REVISI*** Selama ini Tara hidup dengan mempercayai jika ia wanita spesial bagi Kafka, sosok yang sejak remaja mengisi hari-harinya dan membuatnya percaya jika di dunia ini masih ada banyak hal bai...