*** PUBLISH ULANG SEMENTARA ***
***
"Apa mungkin semalem dia nginep di apartemen kamu?"
Tara tidak dibuat terkejut oleh pertanyaan Kafka tersebut, ia mungkin mulai lelah dengan sikap Kafka ini yang membuatnya perlahan menghembuskan napas beratnya.
"Kalau emang Satya nginep di apartemenku, terus kamu mau apa?" tanya Tara dengan nada datarnya namun berhasil membuat Kafka tampak sangat terkejut.
Memang benar ia mencurigai hal tersebut namun ternyata ia belum siap untuk mendengar Tara dengan terang-terangan mengatakan itu.
"Ra—"
"Aku bingung sama kamu, Kaf ... sebenernya mau kamu itu gimana sih?" sela Tara yang tak bisa lagi menyembunyikan wajah yang tampak agak marah itu.
Kafka terdiam, tidak menyangka Tara akan menyelanya terlebih dengan nada suara yang agak meninggi sampai akhirnya Tara yang mungkin merasa Kafka tak akan mengatakan apa pun pergi dari sana.
Kafka dengan cepat mencoba menyusul Tara sampai akhirnya mereka berakhir di lift yang sama namun ia tak bisa bicara kepada Tara karena wanita itu berada di ujung dalam lift tersebut sedangkan ia berada di depan pintu.
Setelah sampai di lantai ruangan mereka, Kafka berdiri menunggu Tara dan begitu Tara keluar, ia langsung meraih tangan Tara lalu menariknya ke depan ruangan wanita itu.
"Kamu tahu aku kayak gini karena aku peduli sama kamu, Tara ... dan aku tahu Satya itu berniat jah—"
"Berhenti tuduh Satya kayak gitu, Kaf ... dia gak berniat jahat ke aku, apalagi cuma karena marah sama kamu. Masalah kalian udah selesai jadi berhenti berpikiran yang enggak-enggak soal Satya!"
Tara lagi-lagi menyela ucapan Kafka, lalu menghentak pegangan Kafka di tangannya dan ia langsung masuk ke ruangannya tanpa repot-repot menunggu respon Kafka.
Kafka masih terdiam di depan sana dengan menatap pintu ruangan Tara yang baru tertutup. Sungguh ia tak menduga jika untuk kali pertama Tara akan melawannya seperti ini padahal biasanya, Tara selalu patuh pada apa pun yang ia katakan.
Tara meletakan kasar tasnya ke atas meja, ia beberapa kali menghembuskan napas kasarnya karena merasa sangat jengah dengan sikap Kafka akhir-akhir ini.
Tara yang baru saja hendak kembali keluar untuk membuat minuman hangat langkahnya justru terhenti saat ia mendengar suara dari ponselnya. Ia lalu kembali mendekat ke arah meja dan mengambil ponselnya dari dalam tas.
[Riri]
Nama itu tertera di layar ponselnya, nama satu-satunya sahabat yang Tara miliki dan satu-satunya orang yang paling tahu mengenai perasaan Tara kepada Kafka.
"Halo, Ri," ujar Tara setelah ia menggeser ikon hijau di layar ponselnya.
Ia lalu duduk dan mulai mengobrol dengan Riri yang sudah cukup lama tidak berkabar dengannya, Tara bahkan belum memberitahukan mengenai ia yang salah mengartikan hubungannya dengan Kafka sehingga obrolan mereka terjadi cukup lama.
Saat jam makan siang, Tara yang malas untuk keluar ruangannya karena berpikir akan kembali berjumpa dengan Kafka pun hanya diam di ruangannya.
Tara terlalu fokus pada pekerjaannya sampai ia lupa jika tadi Satya mengatakan akan kembali di jam makan siang dan saat ini Satya sudah sampai di depan gedung kantor Tara.
KAMU SEDANG MEMBACA
TARA SATYA
Roman d'amour***PUBLISH ULANG SEMENTARA*** ***ABAIKAN TYPO, BELUM REVISI*** Selama ini Tara hidup dengan mempercayai jika ia wanita spesial bagi Kafka, sosok yang sejak remaja mengisi hari-harinya dan membuatnya percaya jika di dunia ini masih ada banyak hal bai...