*** PUBLISH ULANG SEMENTARA ***
***
"Kemarin Mama tanya gimana reaksi kamu dan aku bilang kamu langsung pergi. Mama bilang kamu pasti marah ... Apa iya kamu marah karena aku kenalin Shiela?"
Tara benar-benar tak habis pikir dengan apa yang baru saja Kafka katakan, Kania ibu pria itu saja tahu ia pasti marah yang artinya Kania tahu perasaan Tara kepada Kafka, tapi mengapa pria di hadapannya ini sama sekali tidak peka?
"Marah? Kenapa aku harus marah?" sahut Tara yang kembali memutar kursinya sehingga ia kembali menghadap ke komputernya.
Ia ingin melihat sampai sejauh mana ketidakpekaan Kafka terhadap perasaannya.
"Ck, kataku juga apa, kamu gak mungkin marah."
Pergerakan tangan Tara yang tengah memegang mouse komputernya seketika terhenti dan ia kembali tertawa dalam hati, entah mengejek kebodohannya atau justru mengejek kebodohan Kafka, yang jelas kini mood-nya yang sudah berantakan terasa semakin hancur saja.
"Gak ada lagi yang mau kamu bicarain kan?" ujar Tara seraya mengangkat sedikit wajahnya dan menatap lagi Kafka yang langsung tersenyum lembut kepadanya.
"Sialan!" maki Tara dalam hati.
Mengapa Kafka masih bisa menunjukkan senyum lembut itu, senyum yang selalu berhasil membuat Tara meyakini jika di antara mereka memang ada hubungan yang lebih dari sekedar sahabat.
"Kamu kalau ada masalah cerita ya ... jangan dipendem sendiri," ujar Kafka seraya mengelus kepala Tara yang lagi-lagi penuh kelembutan.
Lihat, bagaimana Tara tak salah sangka jika selama bertahun-tahun bahkan hampir belasan tahun Kafka selalu bersikap seperti ini kepadanya?
Tara berakhir hanya menjawab itu dengan deheman, ia lalu menggunakan lagi pekerjaan sebagai alasan untuk mengusir Kafka pergi dari ruangannya sehingga pria itu pada akhirnya meninggalkannya dan pergi menuju ruangannya sendiri.
Tara langsung menyandarkan punggungnya, dengan kedua tangan yang mulai mengusap kasar wajahnya sendiri. Ia ingin marah dan meneriakan segalanya di depan Kafka, tapi apa itu hal yang tepat untuk ia lakukan dan akan seperti apa hubungannya dengan Kafka jika ia mengatakan ia mencintai pria itu?
Tara rasa bukan hanya akan kehilangan Kafka, tetapi ia juga akan kehilangan kedua orang tua Kafka jika ia harus memberitahukan perasaanya yang sebenarnya. Ia tak mau sampai kehilangan dua sosok yang juga sudah ia anggap sebagai orang tuanya sendiri itu.
"Kenapa lagi-lagi Tuhan gak adil sama gue?" gumam Tara sangat pelan.
Jujur Tara lelah dengan hidupnya, bertahun-tahun sempat terpuruk setelah kepergian ibundanya dan menjadikan Kafka alasan untuk melanjutkan hidup, namum kini ia harus menerima kenyataan jika pria yang ia cintai itu akan segera menjadi pendamping wanita lain.
Sungguh Shiela sangat beruntung karena memiliki Kafka.
Mengingat Shiela, Tara tiba-tiba kembali teringat dengan pria itu. Pria yang semalam mengabaikannya dan membuatnya tampak seperti orang gila, Tara lupa siapa nama pria itu namun kini ia tengah memikirkan perasaan pria itu.
Bukankah Shiela benar-benar sangat beruntung, ia bukan hanya dicintai satu pria, tapi ia dicintai dua pria yang tampak sangat mencintai wanita itu dengan tulus dan Tara iri.
Jika sudah dijodohkan dengan pria itu, lalu mengapa Shiela masih saja menjalin hubungan dengan Kafka?
Cinta?
KAMU SEDANG MEMBACA
TARA SATYA
Romance***PUBLISH ULANG SEMENTARA*** ***ABAIKAN TYPO, BELUM REVISI*** Selama ini Tara hidup dengan mempercayai jika ia wanita spesial bagi Kafka, sosok yang sejak remaja mengisi hari-harinya dan membuatnya percaya jika di dunia ini masih ada banyak hal bai...