34. Kejelasan Perasaan

1.3K 185 6
                                    


*** PUBLISH ULANG SEMENTARA ***



***

"K-kirani ... I-bu kamu?"

Dion tampak sangat terkejut dengan pengakuan yang baru saja Tara ungkap kepadanya. Melihat keterkejutan Dion itu Tara agak kebingungan namun perlahan menanggukkan kepalanya walau terlihat seperti ragu-ragu.

"Om kenal Ibu saya?" tanya Tara mengulang lagi pertanyaannya yang belum sempat mendapat jawaban dari Dion namun Dion lagi-lagi bukannya menjawab pertanyaan itu, ia justru menjawab perkataan Tara itu dengan sebuah pertanyaan lainnya.

"Li-dya ... bukannya dia Ibu kamu?"

Sebelah alis Tara terangkat dan melihat itu dada Dion bertalu kian kencang, Tara terlalu mirip dengan wanita yang ia sebut namanya tadi seakan menegaskan jika Tara memang anak dari wanita itu tepat seperti apa yang Tara katakan.

"Mama Lidya sahabat Ibu saya ... beliau dan papanya Kafka yang sudah mebesarkan saya setelah Ibu saya meninggal sekitar sebelas tahun yang lalu."

DEG!

Bagai tersambar petir, Dion terkesiap setelah mendengar perkataan terakhir Tara.

Meninggal?

Wanita yang mengisi masa lalunya telah meninggal?

Itu tak mungkin, kan?

Ia tak meninggalkan wanita itu untuk mendapat kabar seperti ini.

Tara lagi-lagi dibuat bertanya-tanya saat melihat ekspresi terkejut Dion yang rasanya terlalu kentara seakan menegaskan jika pria itu mengenal mendiang ibunya.

Tara yang semakin dibuat pernasaran pun ingin kembali mengutarakan pertanyaan yang sama sebelum akhirnya pintu toilet wanita di sampingnya terbuka dan Haura keluar dari sana dengan wajah yang seketika menunjukkan raut terkejutnya.

"Tara ...," panggil Haura pelan, membuat Tara menatapnya dan tatapan mata Haura seketika menyendu.

Ini pertemuan pertama mereka setelah Tara tiba-tiba pergi dari restoran tanpa berpamitan kepadanya terlebih dahulu sekitar seminggu yang lalu.

Tara dan Dion sama-sama menatap ke arah Haura dan itu juga yang menjadi akhir dari obrolan Tara dengan Dion karena setelahnya Haura mengajak Tara untuk bicara dengannya dan membawa Tara masuk ke dalam toilet.

Di depan sana, Dion rasanya tak bisa lagi menopang berat tubuhnya sendiri sehingga bahunya perlahan menyandar ke dinding dan dengan langkah tertatih ia mencoba menjangkau pintu toilet pria.

Dion langsung terduduk lemas di balik bilik toilet, tepatnya di atas kloset dengan wajah pias dan napas yang tersengal.

Ini semua terlalu mengejutkan, wanita yang ia cintai itu tak mungkin telah pergi bahkan sudah lebih dari sepuluh tahun lamanya.

Air mata Dion perlahan mendesak lalu luruh dan tak lama berhasil membuat pria paruh baya itu terisak pilu di dalam sana sedangkan di toilet lainnya, Tara berdiri dengan kepala yang menunduk karena sungguh ia tak memiliki keberanian untuk menatap Haura.

"Tara-"

"Aku minta maaf soal yang kemarin itu, Tante ... maaf karena aku tiba-tiba pergi tanpa pamitan dulu sama, Tan-"

"Tara."

Haura menyela ucapan permintaan maaf dari Tara itu dengan langsung meriah kedua tangan Tara dan menggenggamnya erat sehingga membuat Tara perlahan mengangkat wajahnya dan membuat mereka saling bertatapan.

TARA SATYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang