*** PUBLISH ULANG SEMENTARA ***
***
"Bu Tara masih di ruang meeting, Pak. Katanya sekitar 15 sampai 20 menitan lagi selesai. Kata Bu Tara, Pak Satya boleh tunggu di ruangan Bu Tara."
Satya langsung melihat jam di pergelangan tangannya, ini sudah jam dua belas lebih namun Tara yang sejak tadi tak bisa ia hubungi ternyata masih berada di ruang meeting padahal seharusnya sejak sekitar dua puluh menit lalu ia sudah keluar untuk istirahat siang dan Satya sudah berada di sana tentu untuk menjemput Tara yang tadi mengatakan bisa pergi makan siang bersamanya.
Satya akhirnya mengangguk seraya mengucapkan terima kasih kepada resepsionis yang baru saja bicara kepadanya lalu ia berjalan ke arah lift untuk pergi ke ruangan Tara.
Mengingat Kafka sedang tak ada di sana, Satya bisa bergerak bebas tanpa harus merasa khawatir akan tiba-tiba mendapat serangan seperti beberapa bulan lalu.
Satya langsung masuk ke ruangan Tara, ia awalnya duduk di sofa dengan mata yang memindai isi ruangan itu sampai setelah sekitar sepuluh menit berlalu, ia mulai merasa bosan karena tak ada tanda-tanda jika Tara akan segera datang ke sana.
Satya akhirnya bangkit dari posisinya, ia perlahan berjalan menuju dinding kaca ruangan tersebut. Pemandangan dari ruangan Tara cukup bagus, bahkan rasanya lebih baik dari pemandangan ruang kerjanya.
Setelah puas menatap keluar sana, Satya berjalan mendekati meja kerja Tara dan matanya langsung tertuju pada ponsel yang tergeletak di dekat keyboard.
"Pantes aja dari tadi gue chat sama telepon gak ada respon," ucap Satya seraya mengulurkan tangannya untuk mengambil benda pipih itu sampai matanya justru menangkap sebuah figura dalam posisi tertutup di dekat ponsel milik Tara itu.
Kedua alis Satya bertaut, lalu tangan yang awalnya hendak mengambil ponsel Tara pun justru terulur meraih figura tadi dan ia mulai mengangkat figura itu.
Untuk beberapa saat Satya terpaku, sorot matanya langsung berubah menjadi lebih datar dan hembusan napasnya menjadi lebih berat dari sebelumnya.
"Sat."
Satya terkesiap, ia langsung kembali meletakkan figura di tangannya lalu menatap ke arah pintu dan langsung tersenyum saat melihat Tara baru saja menutup lagi pintu ruangan tersebut.
"Maaf, gue gak tahu meeting-nya bakal sealot barusan. Lo pasti nungguin lama banget ya?" tanya Tara dengan wajah yang benar-benar menunjukkan perasaan tak enaknya karena membuat Satya harus menunggunya cukup lama.
Jika ia tahu meeting-nya akan selama itu ia pasti tak akan mengatakan kepada Satya jika mereka bisa pergi makan siang bersama.
Satya menggelengkan kepalanya seraya tersenyum dengan kaki yang melangkah mendekati Tara yang juga tengah berjalan ke arahnya.
"Gak apa-apa, gak lama kok."
Ya, Satya tentu tak ingin membuat Tara semakin merasa bersalah dengan mengatakan jika ia menunggu wanita di depannya itu sampai merasa bosan sehingga ia lebih memilih untuk sedikit berbohong namun apa yang ia katakan justru membuat Tara menatapnya dengan mata memicing dan bibir yang agak mengerucut.
Jelas Tara tahu jika Satya mengatakan kebohongan. Ini sudah hampir jam satu siang dan mereka seharusnya sudah berjumpa sejak tadi.
"Jadi gimana, lo boleh keluar buat makan siang, kan?" tanya Satya mencoba mengalihkan topik.
Tara baru saja hendak menganggukkan kepalanya namun ia dibuat membeku saat sebelah tangan Satya terulur ke sisi wajahnya.
"Lo cantik walau ngiket rambutnya agak berantakan," ujar Satya yang ternyata mencoba merapikan sedikit rambut Tara yang tak terikat dengan benar dan apa yang ia lakukan berhasil membuat Tara merasa wajahnya agak menghangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
TARA SATYA
Storie d'amore***PUBLISH ULANG SEMENTARA*** ***ABAIKAN TYPO, BELUM REVISI*** Selama ini Tara hidup dengan mempercayai jika ia wanita spesial bagi Kafka, sosok yang sejak remaja mengisi hari-harinya dan membuatnya percaya jika di dunia ini masih ada banyak hal bai...