20. Candu

1.8K 211 36
                                    


*** PUBLISH ULANG SEMENTARA ***



***

"Kafka tahu yang bikin tanda itu gue?"

Xavier langsung menghembuskan napas kecewa ketika melihat Tara menggelengkan kepalanya, membuat Tara yang masih berada dalam pelukannya melirik Satya dengan lirikan tajamnya.

"Gue bilang itu merah karena digigit semut."

Satya kini ikut mendelik sehingga ia dan Tara saling melirik dengan lirikan tajam mereka.

"Gue yang segede ini cuma semut buat lo?" sahut Satya dengan nada sebalnya dan ia langsung melepas pelukannya dari Tara lalu memutar tubuh Tara sehingga berhadapan dengannya.

"Harusnya lo kasih tahu dia emang gue yang bikin itu tanda ... bukan semut!" sambung Satya kembali dengan nada kesal yang sama sekali tidak dibuat-buat namun apa yang ia katakan mampu membuat Tara menatapnya dengan agak terkejut ... juga kesal.

"Apa untungnya gue bilang itu tanda lo yang bikin? Yang ada, lo bakal dipukulin sama Kafka!"

"Gak takut gue dipukulin Kafka," gerutu Satya pelan dan dengan nada yang terdengar kian sebal.

Tara yang mendengar itu hanya menggelengkan kepalanya, lalu kembali berbalik untuk menyelesaikan kegiatan memasaknya, namun baru saja ia hendak meraih spatulanya, ia tiba-tiba idkagetkan dengan Satya yang kembali memeluknay dan kembali menenggelamkan wajah pria itu ke lehernya.

"Sat!" tegur Tara yang benar-benar tak habis pikir karena Satya mengabaikan perkataannya lagi dan kini tengah berusaha membuat tanda di lehernya.

Tara berontak.

"Aw! Panas!"

Pelukan Satya langsung terlepas seiring pekikan yang terdengar keluar dari bibirnya dan membuat Tara sangat terkejut.

Tara kembali berbalik, ia mendapati Satya yang memegangi jemari kanannya dan tampak snagat kesakitan namun melihat itu, bukan rasa khawatir yang pertama kali terucap.

"Makanya lo tuh jangan aneh-aneh deh, Sat!" bentak Tara yang justru menyuarakan kekesalannya.

"Panaaas," sahut Satya yang justru merengek seperti anak kecil dan membuat Tara menghembuskan napas lelah.

"Taraaa ... panas ih," rengek Satya lagi saat melihat Tara tiba-tiba melangkah pergi dari hadapannya.

Tara sama sekali tidak menanggapi rengekan Satya itu, ia langsung membuka salah satu laci dan mengeluarkan kotak P3K berukuran sedang lalu barulah kembali menghadap Satya.

"Makannya, kalau dibilangin tuh nurut deh, Sat," sahut Tara dengan suara yang terdengar lelah juga lalu ia meraih pergelangan tangan Satya dan menarik Satya untuk duduk sedangkan ia tetap berdiri di hadapan Satya.

Tara tak mengatakan apa pun lagi, ia dengan cepat mengeluarkan krim untuk luka bakar, lalu mulai mengobati luka di salah satu jari Satya yang tadi sempat terkena Teflon yang Tara gunakan.

"Masih panas?" tanya Tara begitu ia selesai mengoleskan krim luka bakat di jari Satya.

Satya menganggukkan kepalanya, masih dengan wajah yang ditekuk.

Tara perlahan mengangkat jemari Satya, lalu mulai meniup bagian yang terluka dan apa yang ia lakukan membuat Satya untuk beberapa saat terdiam dengan mata yang menatap Tara lekat.

Ia tak benar-benar mengerti mengapa setiap kali Tara melakukan sesuatu untuknya, ia selalu dibuat seperti seseorang yang terpana. Mungkin itu karena ia tak pernah dekat dengan wanita manapun selain Shiela dan Shiela tak pernah memperlakukannya seperti yang dilakukan Tara.

TARA SATYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang