78. Harus Diubah

1.4K 186 21
                                    


*** PUBLISH ULANG SEMENTARA ***


***

"Sat, gimana kondisi Tara?"

Satya langsung menoleh, ia menatap kedua orang tuanya yang baru datang dengan tatapan sendunya lalu kembali menatap Tara yang kini terlelap dengan tangan yang menggenggam tangannya sangat erat.

"Dokter bilang Tara syok, Bun, Yah. Untuk pemeriksaan lanjutannya dokter bilang tunggu sampai besok pagi setelah Tara lebih tenang."

Haura langsung mendekat, ia berdiri di samping Satya dan tangannya langsung terulur mengusap lengan Tara penuh kasih.

"Kenapa Tara bisa sampai kayak gini?" tanya Ferdi yang berdiri di belakang Haura.

Satya kembali menoleh, ia menarik napas panjang dan kembali menceritakan apa yang terjadi hampir dua jam yang lalu itu.

"Tadi Tara cuma nangis, aku juga panik jadi gak sempet tanya apa-apa sampai akhirnya Tara sekarang tidur tapi tadi tidurnya juga gelisah," jelas Satya dengan tangan yang tetap berada dalam genggaman tangan Tara.

"Tara pasti ketakutan banget, untung aja dia bisa hubungin kamu, Sat."

Satya mengangguk lalu kembali menatap Tara dengan tatapan sendunya. Haura benar, jika tadi Tara tak bisa menghubunginya entah apa yang saat ini terjadi kepadanya, Satya takut untuk membayangkannya.

"Sekarang Tara udah aman, jadiin ini pelajaran buat kita semua terutama untuk kamu, Sat. Jagain Tara dengan sungguh-sungguh jangan ada lagi perdebatan-perdebatan gak perlu di antara kalian."

Satya kembali mengangguk dan tatapannya kepada Tara kian dalam, apa yang dikatakan ayahnya juga benar, mulai saat ini ia harus menjaga Tara dengan lebih sungguh-sungguh lagi dan tak boleh memulai pertengkaran di antara mereka, namun bagaimana caranya untuk menjaga Tara jika sampai detik ini saja Tara masih enggan memaafkannya?

Satya membisu dengan mata yang terus tertuju kepada Tara sedangkan kedua orang tuanya memilih pergi ke sofa karena mereka hendak menginap dan tidur di sana.

Satya tetap duduk di posisinya semalaman, di saat kedua orang tuanya ikut terlelap, Satya tetap terjaga. Ia tetap menatap Tara dengan isi kepala yang mencoba mencari solusi akan permasalahannya sekarang hingga ia akhirnya mendapat ide bagus tepat tengah malam.

Idenya bagus namun Satya tahu jika Tara pasti akan menolaknya sehingga ia harus kembali mencari solusi lainnya untuk membuat Tara setuju dengan idenya tadi.

Pagi hari, sekitar jam enam pagi akhirnya Satya terbangun, ia tidur di kursi dengan kepala di sisi ranjang rawat Tara sehingga bagitu ia terbangun, ia bisa langsung menatap Tara yang ternyata masih terlelap.

"Kamu udah bangun, Sat?" tanya Haura yang entah sejak kapan ternyata berdiri dismping Satya dan menatap Satya juga Tara.

Satya mengerjapkan matanya, lalu perlahan mengubah posisinya kembali duduk dengan tegak dan ia langsung terpaku saat sadar jika Tara masih mengenggam tangannya seperti semalam.

"Kamu ke kantor hari ini?" tanya Haura lagi dan membuat Satya mengalihkan tatapannya dari genggaman tangan Tara.

"Enggak, Bun. Aku mau cuti aja hari ini biar bisa temenin Tara periksa dan pastiin kondisi Tara baik-baik aja," jawab Satya yang langsung teringat mengenai idenya semalam.

"Bun, aku mau minta tolong," ucap Satya yang kemudian menceritakan mengenai rencananya.

"Oke, Bunda setuju."

Haura langsung menyetujui ide Satya karena menurutnya itu adalah jalan terbaik. Bukan hanya demi keselamatan Tara tapi juga demi hubungan Tara dan Satya.

TARA SATYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang