*** PUBLISH ULANG SEMENTARA ***
***
"Gue juga cuma temen lo, kan?"
DEG
Satya langsung menoleh dengan mata yang melebar, perkataan Tara berhasil menohoknya dan ia bisa merasakan kekecewaan yang kentara dalam ucapan Tara itu.
"Ra," panggil Satya getir. "Kita udah pernah bahas ini sebelumnya, kan? Lo tahu kalau gue sayang sama lo, kan?"
Tara memejamkan matanya dan menghembuskan napas berat sebelum akhirnya ikut menoleh dan menatap Satya dalam-dalam.
"Lo mungkin sayang gue, tapi mungkin itu cuma sayang sebatas ke temen aja, kan?"
Satya menunjukkan sorot mata menyangkalnya, ia menyayangi Tara lebih dari itu namun sekali lagi, ada yang ia takutkan.
"Tara ... gak git—"
"Oke, gak apa-apa," sela Tara yang kini mulai merasa lelah. "Gak usah dilanjut, gue lagi agak sensitif, kayaknya mau dateng bulan," sambung Tara yang pada akhirnya tak ingin melanjutkan perdebatan itu.
Ya, saking lelahnya terus berharap, Tara kini benar-benar tak ingin terlibat perdebatan dengan Satya yang hanya akan menambah rasa lelahnya.
Satya baru saja hendak membujuk Tara, namun suara dari ponsel Tara yang tiba-tiba menggema membuatnya mengurungkan niat itu terlebih dahulu.
Tara dengan cepat meraih ponselnya, dahinya seketika berkerut saat mendapati nama Kafka tertera di layar ponselnya.
Sejak menikah Kafka sudah jarang menghubunginya, selain itu tadi mereka juga bertemu di kantor sehingga kini Tara bertanya-tanya apa yang membuat Kafka menghubunginya.
Tara pun menerima panggilan dari Kafka itu namun yang pertama ia dengar bukanlah suara Kafka melainkan suara pertengkaran pria dan wanita namun suara pria itu bukan suara Kafka.
"Kafka," panggil Tara membuat Satya kembali menatapnya.
"Kafka, ada apa?" tanya Tara yang masih berusaha memanggil Kafka namun ia masih tak mendapatkan jawaban hingga akhirnya sambungan telepon itu terputus kembali.
"Kenapa?" tanya Satya yang dibuat penasaran karena Tara terdengar agak panik.
Tara kembali menatap Satya lalu menggelengkan kepalanya dan mengatakan, "Gak tahu, Kafka nelpon tapi yang gue denger malah suara orang berantem."
Satya langsung mengernyitkan dahinya, kini ia dibuat ikut penasaran.
"Tapi suara yang berantem itu bukan suaranya Kafka ...," sambung Tara yang kemudian terdiam beberapa saat sebelum akhirnya melanjutkan perkataannya. "Itu ... kayak suaranya Om Dion."
Ya, Tara mungkin hanya mendengarnya samar dari sambungan telepon barusan namun Tara cukup yakin jika yang ia dengar adalah suara Dion.
Tara dan Satya masih sama-sama berada dalam rasa penasaran dan bertanya-tanya mereka saat suara ponsel Tara kembali terdengar namun kali ini ia mendapat sebuah pesan, bukan panggilan telepon.
Kafka
[Ra]
[Kaf, ada apa?]
[Suara berantem barusan siapa?]
Kafka
[Gak ada yang berantem kok, Ra.]
KAMU SEDANG MEMBACA
TARA SATYA
Romansa***PUBLISH ULANG SEMENTARA*** ***ABAIKAN TYPO, BELUM REVISI*** Selama ini Tara hidup dengan mempercayai jika ia wanita spesial bagi Kafka, sosok yang sejak remaja mengisi hari-harinya dan membuatnya percaya jika di dunia ini masih ada banyak hal bai...