[FOLLOW PENULISNYA! JIKA SUKA KARYANYA]
Sekuel: Galak Kamu, Mas!
(HUMOR)
Saudara itu, kalau gak rebutan makanan, ya rebutan mainan. Bertengkar, sepertinya sudah menjadi hobi yang mendarah daging. Benar bukan?
Seperti halnya tiga saudara kembar ini...
YEYEYYYY!! TRIPLE-UP!! Jangan lupa vote and koment di tiga part terbaru ini ya, biar jumlahnya gak jomplang:(
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
49. Back To School
"Selamat pagi Sifla," sapa Qia saat memasuki kelas.
"Pagi," balas Sifra.
Lalu tak lama Qadaffi dan Qabeel ikut memasuki kelas. Sifra memperhatikan keduanya, lalu menoleh pada Qia.
"Mereka udah baikan?"
"Loh yang bilang meleka belantem siapa? Kan Sifla yang bilang," jawab Qia sambil mengeluarkan buku pr-nya. "Sifla mau nyontek pe-el Qia gak?"
Sifra memadang horror ke arah Qia. Kesambet apa anak itu ngerjain pr di rumah. Biasanya Qia pasti selalu mengerjakan pr-nya di sekolah. Mana sekarang sok-sok'an nawarin lagi. Seperti ada yang mencurigakan.
"Kamu udah ngerjain pr?"
"Udah dong, nyontek Bang Api tadi malam."
Sudah diduga. Qia ngerjain pr? sangat tidak mungkin.
Sifra membuka buku milik Qia, keningnya sedikit mengerut. Ia sangat hafal tulisan ceker ayam milik Qia. Lalu kenapa sekarang tulisan ini rapi banget. Sifra kembali menoleh ke arah Qia.
"Ini kamu nyontek Qadaffi, atau Qadaffi yang ngerjain pr kamu?" tanya Sifra dengan tampang menyelidik.
"Bang Api yang ngeljain pr-el Qia," jawab Qia santai.
Sifra menghela nafas, ia sudah menduga. Kecurigaannya benar, Qia tidak mungkin berubah tiba-tiba menjadi rajin mengerjakan pr. Biasanya Qia mengerjakan pr di sekolah, itupun mencontek dirinya.
"Kata Bu Nulul, Qia gak boleh nyontek Sifla telus, yaudah Qia nyontek Bang Api aja. Sekalian minta tuliskan. Pintel kan Qia?"
Bu Nurul mengatakan tidak boleh menyontek pada Sifra agar Qia berusaha mengerjakan pr sendiri. Bukan menyuruh Qia menyontek pada orang lain. Baiklah sepertinya Sifra yang harus mengalah sebelum terjadi pertumbahan darah di pagi hari.
"Qi, kamu udah tanya tentang itu sama orang tua kamu?"
"Udah dong!!" jawab Qia semangat. "Telnyata Qia itu anak Mami sama Papi."
"Terus Om Kino sama Tante Kesya itu siapa?"
Qia mengedikkan bahunya. "Qia enggak tau, kata Papi meleka itu temennya Papi sama Mami."
"Tapi.."
"Sifla ndak boleh bikin Qia opeltinking! Yang penting kan Qia anak Papi sama Mami, itu aja Qia udah cukup, Qia gak mau tau hal lain lagi."
Sifra mengangguk setuju. Ia pun terdiam sambil menyalin pr milik Qia.
"Loh Sifla belum siap ngeljain pr-el?"
"Belum?"
"Kok bisa?"
Sifra terdiam, kemudian langsung menggeleng. "Lupa."
"Wihhh Sifla telnyata bisa lupa juga."
Dari bangku nomor dua, ada Qadaffi dan Qabeel yang menyimak percakapan Qia dan Sifra.
"Bang, aku ragu sama yang dibilang Papi semalam," ujar Qabeel setengah berbisik, agar Qia tidak mendengar. "Abang percaya?"
"Percaya," jawab Qadaffi. "Papi emang belum jelasin, tapi Abang percaya Qia adik kita."
"Terus surat itu?"
"Mungkin cuma iseng," jawab Qadaffi sambil menciptakan lukisan abstrak di buku belakangnya.
Qabeel hanya menjawab dengan anggukan singkat. Ia masih merasa masih ada yang janggal, tapi biarkan saja lah. Lagian pertanyaan mereka selama ini telah terjawab. Mau Qia adik kandung mereka tau bukan, Qia tetaplah kesayangan mereka.
Qabeel lalu bangkit dari duduknya.
"Mau kemana?" tanya Qadaffi.
"Kantin."
"Bentar lagi masuk."
Qabeel kembali duduk, padahal ia sedang kelaparan sekarang. Tadi sudah sarapan sih, tapi perutnya masih lapar.
"Qi, bawa bekal gak?"
Qia menoleh ke belakang. "Kenapa, Bang?"
"Kalau kamu bawa minta dong, aku laper banget."
"Siapa suluh Abang gak bawa bekal, itu dilual banyak yang hijau-hijau, Bang. Makan aja, sapa tau belnutlisi."
Qabeel langsung memberengut. Perutnya kembali keroncongan, lalu sebuah bekal tersodor di hadapannya.
"Ni, makan aja punya aku," ujar Sifra.
"Beneran?"
"Hu'um." Sifra kembali menoleh ke arah depan setelah meletakkan bekalnya di atas meja Qabeel.
Qabeel pun membuka bekal milik Sifra, ternyata nasi goreng yang tampak menggugah selera. Tanpa pikir panjang, Qabeel melahap nasi goreng tersebut. Mengabaikan Qadaffi yang terus menatapnya.
"Sifla Qia mau nanya?"
"Enggak," jawab SIfra cepat.
"Ishh Qia kan belum selesai bicala."
Sifra dengan malas menoleh pada Qia. Sifra yakin, yang akan dibicarakan Qia adalah sesuatu yang tidak jelas. "Apa?"