💞 68. -BLANDISHMENT- 💞

3.5K 608 160
                                    

DOUBLE-UP LAGI!!
Iya, sama-sama👍👍

DOUBLE-UP LAGI!!Iya, sama-sama👍👍

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

68. BLANDISHMENT

H-18

Kandungan Cinta saat ini sudah berusia delapan bulan lebih 2 minggu. Karena takut terjadi apa-apa terlebih saat dirinya tak berada di rumah, Adan pun mengirim sang istri ke rumah orang tuanya.

Orang tua Adan saat ini bertempat tinggal di sebuah perdesaan. Pram, Papa dari Adan mengidap sebuah penyakit dan mengharuskannya banyak menghirup udara segar untuk proses pemulihan. Udara di kota tidak terlalu baik, makanya kedua pasutri yang menjadi orang tua Adan memutuskan untuk pindah ke desa.

Iriana, Bunda dari Cinta pun ikut pindah ke desa, dan membangun rumah di sebelah besannya.

Jadi sekarang jika Adan ataupun Cinta ingin mengunjungi rumah orang tua mereka agak sulit, mengingat desa tersebut jaraknya sangat jauh dari tempat tinggal mereka. Namun, tidak dipungkiri desa tersebut sudah terkenal akan keindahan dan kesejukannya.

Alasan terbesar Adan mengirim Cinta ke rumah orang tuanya agar jika sewaktu-waktu Cinta melahirkan, bisa dapat penanganan yang cepat. Karena dokter terbaik yang ia kenal tinggal di desa tersebut. Apalagi itu adalah dokter kepercayaan keluarganya yang dulu juga sempat menangani persalinan Cinta saat melahirkan triplets.

Permasalahannya saat ini adalah Qia.

"Qia gak mau pulang, Qia mau sama Mami disini." Qia masih setia memeluk kaki Cinta dan tidak mau menatap sang Papi.

"Gak bisa, Qia. Kamu harus ikut Papi pulang ke rumah."

"Gak mau! Nanti Mami lindu Qia."

Adan menghela nafas panjang. Ia tidak bisa membiarkan putri nakalnya itu untuk tetap tinggal disini sementara ia tidak ada. Adan sendiri belum bisa menetap di desa mengingat masa ada proyek yang harus ia selesaikan di kota. Akan beresiko besar jika meninggalkan Qia disini.

"Nanti kalau kerjaan Papi udah selesai, kita kesini kok nemenin Mami," bujuk Adan. "Yuk pulang sebelum malam, sayang."

"Gak mau!" Qia masih bersikeras tidak ingin ikut Adan.

Qabeel yang melihat sang adik hanya merengek ikut bersuara. "Qia, kita kan besok juga harus sekolah."

"Yaudah Qia gak usah sekolah!" balas Qia.

Rini, Mama dari Adan mendekat dan mengelus bahu sang putra. "Udah gapapa, Dan. Biar anak-anak tinggal disini bareng Mama. Sekolah mereka bentar lagi juga libur kan."

Adan yang semula berjongkok pun langsung berdiri menghadap sang Mama. "Gak bisa, Ma. Mama gak tau kelakuan Qia gimana. Dia pecicilan, nanti bisa-bisa dia udah di atas gunung aja."

Rini hanya tertawa kendengar ujaran kekesalan Adan. Berbeda dengan Qia yang siap mengibarkan bendera perang pada sang Papi karena telah memfitnahnya.

"Ya gak mungkinlah, Dan. Disini ada Bunda juga kok," ujar Iriana, Bundanya Cinta.

TRIPLE-QTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang