💞 69. -PLATITUDE- 💞

3.6K 608 238
                                    

69

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

69. PLATITUDE

H-15

"Pagiku, cerahku. Matahari bersinar. Ku gendong tas merahku di pundak. S'lamat pa----"

Sifra langsung menghentikan nyanyiannya saat itu juga. Ia juga memperbaiki posisi berjalannya dan menyelipkan anak rambut ke belakang telinga.

"Pagi Qadaffi," sapa anak itu sambil tersenyum manis.

Qadaffi yang sedang menyapu teras kelas menoleh sebentar, kemudian lanjut menyapu. "Pagi," balasnya singkat.

Sifra mengeratkan pegangannya pada tali tas pink yang saat ini ia gendong. Ia sudah tau respon Qadaffi akan seperti itu. Jadi ia tidak masalah. Namun, saat ini ada yang sedang mengganjal di fikirannya.

"Api," panggilnya pelan.

"Apa?"

Jika Qia memiliki kelebihan mengingat sesuatu dengan jelas, maka Qadaffi memiliki kelebihan mendengar sesuatu dengan jelas. Meski sekecil apapun suara tersebut.

"Aaaa gapapa!" Sifra jadi panik sendiri. Ia tidak menyangka Qadaffi mampu mendengar panggilannya.

Sifra kembali menyelipkan anak rambut ke belakang telinga karena tadi sempat terjatuh. Sifra lalu menatap Qadaffi yang sedang memungut sampah di selokan. Ia pun berjalan mendekat.

"Qadaffi!"

"Kenapa?"

Qadaffi yang semula jongkok langsung bangkit. Ia lama-lama kesal sendiri. Daritadi Sifra memanggilnya, tapi tidak jadi mengucapkan apapun.

Sifra menggigit bibirnya sebelum berucap, "Aku cantik gak hari ini?"

Qadaffi terdiam sambil memandang Sifra. Ia sedikit heran karena menurutnya Sifra hari ini sangat aneh. Tiba-tiba saja menanyakan hal yang semua orang juga sudah tau jawabannya.

"Selalu cantik."

***

Sifra mengetuk-ngetuk dahinya menggunakan pensil yang saat ini ia pegang. Ia merasa sangat bosan. Qia hari ini dan beberapa hari kedepan tidak masuk sekolah karena kata Qabeel sedang ke rumah nenek-kakeknya. Entah kenapa Sifra jadi merindukan anak itu, lebih tepatnya merindukan celotehan Qia.

Bangku yang biasa Qia duduki kosong dan tidak berpenghuni. Sifra lalu meletakkan tasnya disana agar tidak boleh ada yang menduduki bangku tersebut. Rasanya sangat sepi dan sunyi. Padahal kelas sedang ramai-ramainya.

"Qadaffi!" Sifra menoleh ke belakang dan melihat Qadaffi yang sedang membaca. Anak laki-laki itu tampak fokus sekali.

"Qadaffi!" panggil Sifra sekali lagi karena merasa Qadaffi tidak mendengar.

"Daffi!"

"Dapi!"

"Api!"

"Apa?"

TRIPLE-QTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang