Chapter 17

62.9K 6.4K 571
                                    

Berita bunuh diri seorang gadis menyebar cepat ke seluruh seantero sekolah. Karena kejadian mengenaskan itu pula banyak siswa yang khawatir dan takut. Kepala sekolah menyuruh mereka untuk tutup mulut agar tidak menyebarkan rumor atau berita-berita aneh.

Sekolah dengan cepat mengklaim bahwa kejadian tersebut merupakan kasus bunuh diri sehingga tidak ada penyelidikan lebih lanjut. Pihak keluarga pun tanpa curiga mempercayainya karena beberapa alasan.

Ruby beserta Langit dengan teman-teman lainnya menghadiri pemakaman Sonya untuk mengenang gadis itu. Kejadian tak terduga tersebut membuat beberapa orang khususnya orang tua Sonya amat terpukul.

Terutama Elva, melihat sang sahabat tiada dengan keadaan tak wajar semakin menambah rasa sakit saat mengingatnya. Seberapa tersiksa Sonya disaat-saat detik nafas terakhir. Elva memeluk nisan dengan cairan bening yang terus mengalir dari matanya. Masih tak dapat merelakan satu-satunya teman yang berarti pergi.

"Udah nak Elva, kita relakan saja, ya? Sonya pasti tenang di sana," ucap ibu dari Sonya yang berusaha kuat.

"Gak bisa, Tante ... aku gak bisa .... "

Ruby menatap prihatin kepada Elva. Sejahat-jahat gadis itu Ruby juga paham bagaimana perasaannya. Pasti sangat menyakitkan di tinggal oleh orang yang berharga dan satu-satunya yang kita miliki.

Setelah selesai melayat, mereka semua akhirnya pulang ke rumah masing-masing.

Begitu pula Ruby yang dengan lesu kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Selesai membersihkan diri, ia langsung menjatuhkan diri ke atas kasur empuk lalu memejamkan mata.

Suara kenop pintu dibuka membuat Ruby menoleh, menatap kedatangan Langit yang tiba-tiba tanpa izin masuk ke kamarnya.  

"Gak sopan. Ketok pintu dulu kek, malah nyelonong aja!" ucap Ruby sewot.

Langit tak menanggapi perkataan sang adik, ia mendatangi gadis itu kemudian duduk di pinggir kasur.

"Denger gak sih?"

"Gak sopan ngebentak kakak sendiri," sahut Langit menatap datar.

Seketika Ruby diam, mengalihkan pandangan ke samping seakan tak mendengar ucapan Langit barusan.

"Gue kesini pengen ngecek kondisi lo."

"Gue udah gak papa." Ruby masih melihat ke arah jendela.

"Kalo orang ngomong tatap lawan bicaranya," ucap Langit.

Helaan nafas terdengar berat, dengan malas Ruby menatap Langit. "Khawatirin aja diri lo sendiri," ujarnya.

Langit mengangkat satu alis, bingung dengan apa yang di maksudkan sang adik.

"Lo gak bilang ke gue kalau trauma sama air?"

"Siapa yang ngasih tau lo?" Langit berdecak malas.

"Waktu gue jatuh ke kolam, lo gak ada di sana kan?" tebaknya.

Langit menunduk, matanya pun melirik ke arah lain. "Maafin gue gak bisa jadi Abang yang melindungi adiknya. Lo hampir kenapa-napa saat itu, andai gue—"

Transmigrasi Gadis Gila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang