Chapter 23

52.1K 5.8K 353
                                    

Jangan coba membawa orang baru jika belum selesai sepenuhnya dengan masa lalu.

~Penulis Mindoy~

***

Cowok tinggi dengan seragam putih yang sengaja dikeluarkan membawa bola basket di koridor bersama dengan dua orang temannya yang mengikuti dari belakang. Sorot tajam serta wajah datar sudah menjadi ciri khas dari dirinya.

Langkah demi langkah yang ia gapai, tak terputus suara-suara pujian, sanjungan, bahkan godaan dari gadis-gadis yang menyukainya. Bisa dibilang ia adalah pentolan sekolah. Selain memiliki wajah tampan, ia merupakan ketua dari club basket dan murid kesayangan guru-guru sebab menjadi siswa pintar yang memenangkan banyak olimpiade dan penghargaan serta membawa nama baik sekolah.

Cowok itu berbelok menaiki satu persatu anak tangga menuju kelasnya yang berada pada lantai paling atas. Cukup melelahkan namun mereka sudah terbiasa dengan ini.

Ketika memasuki kelas yang menjadi sorot utamanya adalah seorang gadis yang sedang duduk santai dengan headset sambil membaca novel anak remaja yang menjadi salah satu hobi favoritnya.

Suara derap kaki yang panjang membuat orang-orang yang ada di dalam sana langsung mengalihkan pandangan. Walau sudah biasa melihat keberadaan lelaki itu di kelas, namun tetap banyak yang menyukainya secara diam-diam maupun terang-terangan meskipun mereka sudah tau orang yang mereka suka sudah mempunyai kekasih.

"Keluar! Gue mau ngomong." Nada datar itu sudah menjadi hal wajar bagi mereka yang mendengarnya, namun entah mengapa kali ini rasanya agak berbeda.

"Lo gak liat gue lagi ngapain?" Terdengar suara tak kalah dingin dari lawan bicara.

Mereka yang menyaksikan itu bisa menyimpulkan bahwa hubungan Awan dan Senja sedang tidak baik-baik saja. Biasanya juga mereka selalu terlihat bucin.

Cowok yang sedang memegang bola oren itu tiba-tiba melemparkan ke belakang dan langsung di tangkap oleh salah satu temannya. Ia menarik paksa lengan sang kekasih agar berdiri dari kursi.

"Apa lagi, sih?!" Gadis berambut sebahu itu mencoba memberontak namun tenaganya tak sebanding.

Terdengar helaan nafas di tengah keheningan. Awan memejamkan matanya berusaha meredam emosi. "Gue gak punya banyak waktu! Apa susahnya, sih, ngobrol bentar? Sengaja mau ngehindar dari masalah? Terus mau lo apa? Jadi cewek serba salah, pusing gue!"

"Yaudah, kalo pusing pergi sana! Jangan ngomong sama gue, ntar jadi gila," sahut Senja mulai kesal dengan ucapan lelaki itu.

Awan tak menghiraukan perkataan Senja, ia menarik gadis itu ke luar kelas, membawanya ke tempat yang jauh dari keramaian agar bisa berdebat lebih leluasa.

Awan membawanya ke rooftop. Setelah tiba di sana Senja menghempaskan kasar lengannya yang habis di pegang oleh cowok menjengkelkan itu.

"Apa maksud ucapan lo di telpon kemarin?" tanya Awan nampak lebih serius.

"Apa? Lo denger, kan, gue bilang apa?" Seperti biasa, Senja selalu menyahut ucapannya dan bukan menjawab.

"Lo ... hamil?" Masih dengan raut tak percaya Awan menggenggam tangan gadis di hadapannya. "Lo bohong, kan?" tanyanya mencoba keyakinan.

"Lo liat muka gue? Apakah gue keliatan suka bohong? Ya, emang. Tapi coba deh lo pikir sekaliii ... aja perbuatan mulia lo. Lo ngerasa gak ada ngelakuin suatu kesalahan, hmm? Kalau gak ada, lo bisa anggap gue udah bohong soal itu." Gadis bernama Senja itu melangkah lebih dekat menatap raut kebingungan dari pacarnya.

Transmigrasi Gadis Gila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang