"Tulisan sang memanipulasi lebih berbahaya dari pada ucapan si pembohong."
"Suara cepat hilang dan berubah kata, namun tidak dengan tulisan."
"Tulisan itu abadi."
***
Langit keluar dari ruang BK dengan perasaan dongkol. Ia menggosokkan telapak tangannya pada tembok seakan jijik habis bersentuhan dengan Edward, cowok yang dipikulnya pagi tadi. Demi tidak mendapatkan hukuman dan mencoreng nama baiknya, Langit terpaksa meminta maaf, meskipun tak ikhlas.
Edward keluar setelah satu menit Langit menunggu di depan pintu. Ketika mendapati lelaki itu alisnya pun langsung bertaut. Edward ingin berlalu pergi namun pergelangan tangannya tiba-tiba dicekal.
Tatapan tajam Langit seakan ingin mengajaknya berkelahi lagi.
"Kenapa?" tanya Edward berusaha setenang mungkin.
"Banyak hal yang pengen gue omongin."
Edward menarik tangannya kembali kemudian menatap remeh. "Gue tau, semua itu pasti cuma omong kosong lo," sahutnya.
"Gue tau lo yang udah lukain adek gue," ujar Langit berusaha berbicara santai, meskipun sebenarnya kini ia sedang berusaha menahan emosi.
Edward menyeringai, sepertinya akan terlihat jauh lebih seru dari bayangannya. "Kalau gue bilang bukan gue, apa lo bakal percaya?"
Langit menarik kerah baju Edward dengan kasar, tatapannya berubah tajam. Untungnya tak ada orang yang lewat di tempat itu.
"Gue gak punya cukup kesabaran buat ngadepin lo, pikirin itu baik-baik!" Langit menggertakkan giginya geram.
"Lo bakal tau apa yang dimaksud permainan, Langit," sahut Edward semakin tersenyum meremehkan.
***
Langkah kaki yang begitu cepat terdengar di sepanjang lorong gelap yang dilaluinya. Nafas Ruby memburu dengan detak jantung yang tak beraturan.
Dari belakang sosok gadis berpakaian putih dan rambut panjang mengejar, mencoba meraih tangannya.
Siapa yang tidak ketakutan? Ruby tau, ini adalah mimpi. Namun siapa yang bisa membangunkannya dari mimpi buruk ini, Ruby sudah sangat lelah, dirinya seakan diajak berputar-putar sejak tadi.
"Tolong!!" teriaknya sekuat tenaga, berharap ada yang datang menolong.
Namun nihil, tak ada siapapun di tempat lembab itu melainkan ia dan gadis yang mengejarnya.
Tiba-tiba tangannya digenggam dan di tarik kuat. Ruby menjerit sambil memberontak.
Gadis itu membenturkannya ke tembok kemudian mencekik lehernya.
"J-jangan ... bunuh gue!" Ruby berucap dengan nafas tersengal-sengal.
Di belakang sosok misterius itu terdapat tiga orang gadis yang mengganggu Ruby di koridor kemarin dengan luka-luka di tubuh mereka. Ketiganya menjerit dengan cairan merah segar yang terus merembes membasahi seragam, bahkan wajah ketiga gadis itu telah dipenuhi oleh darah mereka sendiri.
Ruby yang menyaksikan itu semakin ketakutan. Tak ada kesempatan baginya untuk berpikir jernih.
Ruby berusaha melepaskan cekikan dilehernya dengan cara mendorong sang pelaku sekuat tenaga. Nafasnya mulai menipis, kaki Ruby pun semakin tak kuat menyangga tubuhnya. Ketika hendak luruh ke tanah gadis misterius itu melemahkan cengkeramannya seakan memberikan Ruby celah untuk kembali bernafas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Gadis Gila [END]
Teen FictionBELUM DIREVISI!! Bagaimana jadinya jika seorang gadis yang memiliki sifat bandel, bar-bar, suka membuat onar, dan sedikit tidak waras mengalami transmigrasi ke tubuh seorang antagonis di dalam novel yang baru saja ia baca sebelum meninggal? Sudah ka...