Suara ketukan sneaker bergema di lorong sepi itu. Udara yang dingin seakan menusuk permukaan kulit ditambah awan gelap yang terlihat dari luar jendela mulai menangis dan terlihat marah, menyambarkan kilatan serta suara petir yang bergemuruh.
Nampaknya alam tengah murka. Di tengah suara menakutkan dan kilatan itu, seorang gadis berdiri kokoh menatap sosok di ujung belokan dekat tangga. Pupilnya membesar dengan raut yang memancarkan kesedihan.
Mereka hanya saling menatap satu sama lain. Namun tak lama kemudian gadis itu mematung saat orang itu mulai melangkahkan kaki ke arahnya.
"Ruby?" Tanpa sadar lelaki itu akhirnya sudah berdiri di hadapannya. Seperti biasa, dengan tampang cool namun sekarang terlihat mengerutkan kening. "Kenapa lo ada di sini?" tanya Edward.
Ruby tak menjawab dan masih menatapnya dalam. Tak seperti biasanya, kali ini Ruby benar-benar terlihat berbeda dan sedikit pendiam. Bahkan tatapan lembut itu kini berubah tajam. Semenjak kejadian kemarin yang membuat dirinya pingsan, Ruby benar-benar bangun dalam keadaan yang seharusnya tidak bisa secepat itu.
"Gue mau ke rooftop."
"Udah gak bisa. Di sana banyak polisi, gue sarankan lebih baik lo balik aja. Di sini gak aman."
"Kalo gue gak mau?" tanya Ruby dengan ekspresi menantang.
Edward menahan tangannya ketika Ruby ingin kukuh pergi ke sana. Tentu saja Ruby tak diam, ia mencoba melepaskan cekalan itu meskipun kekuatannya tak sebanding.
Ruby akhirnya kalah. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain terlihat kesal.
Edward menghela nafas, menatap Ruby merasa gemas di dalam hati. Namun ketika menyadari isi pikirannya Edward langsung menepis semua itu. Ahh ... sepertinya ada yang tidak beres dengan dirinya.
Ruby tiba-tiba kembali menatapnya. Tangan gadis itu terulur ingin menyentuh wajah tampannya.
Jantung Edward langsung berdebar lebih cepat. Apa lagi melihat tatapan sayu Ruby yang seakan sedang menggodanya. Edward ingin menepis tangan mungil itu, namun entah mengapa tubuhnya tak bereaksi sama sekali dan membiarkan sentuhan lembut terasa di pipinya.
"Siapa ... lo sebenarnya?" tanya Edward.
Mata mereka saling bertemu beberapa saat. Menciptakan suasana panas di tengah udara hujan yang seharusnya menyejukkan itu.
Ruby tersenyum tipis. "Kenapa lo begitu penasaran?"
Edward menyentuh tangan Ruby di pipinya kemudian menurunkan secara perlahan. "Lo bukan Ara. Lo bukan adek Langit. Siapa Lo sebenarnya?"
"Ternyata lo tau?"
"Gue bukan hanya sekedar tau. Gue tau semuanya."
"Lo gak tau semuanya," bantah Ruby.
Edward tiba-tiba bungkam, ia menunggu ucapan gadis itu lagi.
"Cuma gue ... gue yang tau semuanya. Gak ada orang yang cukup baik untuk tau selain gue."
Perasaan Edward berubah drastis ketika mereka sampai ke pembahasan ini. Topik yang sungguh mengganggu; sensitif dan begitu menguras kesabarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Gadis Gila [END]
Teen FictionBELUM DIREVISI!! Bagaimana jadinya jika seorang gadis yang memiliki sifat bandel, bar-bar, suka membuat onar, dan sedikit tidak waras mengalami transmigrasi ke tubuh seorang antagonis di dalam novel yang baru saja ia baca sebelum meninggal? Sudah ka...