Ruby menggeliat di atas tempat tidur kala merasakan cahaya menyilaukan menembus matanya yang masih terpejam.
Langit geleng-geleng kepala saat melihat Ruby masih saja melanjutkan kegiatannya padahal matahari sudah berada di puncak. Ia menggeser semua gorden agar cahaya bisa masuk dan membangunkan sang adik.
"Bangun, ntar diomelin Bunda," ucap Langit menarik selimut yang menutupi seluruh tubuh adiknya.
"Enghh ... gak mau. Masih pagi juga," sahut Ruby dengan suara khas bangun tidur.
"Pagi?" Langit melirik ke arah jam dinding. "Jam 12 siang dibilang pagi," ujarnya berkacak pinggang.
"Gini banget punya adek pemalas. Mandi dulu gih, biar seger."
"Lima menit lagi deh." Ruby kembali membaringkan tubuhnya.
"Gak ada lima menit. Mandi sekarang, atau gue yang seret lo ke kamar mandi," ancam Langit membuat Ruby yang tadinya hendak terlelap langsung berdiri tegap di atas kasur.
"Kasar banget," gumamnya kemudian berjalan dengan gontai menuju kamar mandi.
Langit membuang nafas kasar, ia keluar dari kamar Ruby menuju dapur hendak menyiapkan makan siang mereka. Ia juga belum sempat makan, sejak pagi Langit sibuk beberes rumah karena kedua orang tua mereka sedang pergi ke luar kota untuk mengurus bisnis. Semua maid hari ini juga sengaja di liburkan karena hari Minggu, jadi apa boleh buat. Langit harus mengurus rumah sendirian, tidak mungkin ia menyuruh Ruby dengan jiwa mager-nya.
Selesai dirinya memasak, bertepatan saat itu pula Ruby turun dengan rambut basah yang terbalut handuk. Gadis itu langsung duduk di kursi, menatap sepiring nasi goreng yang masih panas.
"Lo yang masak, Bang? Bunda mana?" Ruby mengerutkan keningnya heran.
"Pagi-pagi banget mereka berangkat ke Surabaya, ngurus cabang bisnis Ayah yang ada di sana."
"Loh, berarti sisa kita berdua dong? Yah ... gue lupa nitip oleh-oleh." Ruby menepuk jidatnya dengan ekspresi kecewa.
"Mereka pasti gak lupa kok. Ntar gue telpon Bunda buat ngingetin," sahut Langit terkekeh kecil melihat wajah Ruby yang ditekuk.
"Nasi goreng buatan lo?" Ruby memasukkan sesendok makanan tersebut ke dalam mulutnya. "Wah, enak juga," pujinya.
Langit tersenyum tipis mendapatkan respon baik tentang itu. "Suka?" tanyanya.
Ruby mengangguk antusias. Ia menghabiskan satu piring nasi goreng yang dibuat oleh Langit hingga tak tersisa.
"Udah cocok jadi calon suami, semoga ntar gue dapet jodoh modelnya kayak lo. Kan enak tiap hari dimasakin, rumah lo yang bersihin, sedangkan gue tinggal tidur di kamar sampe siang," ucap Ruby yang dianggap Langit sebagai candaan.
"Kenapa geleng-geleng kepala lo? Gue serius kali."
"Kenapa pake kata semoga? Kalo lo mau gue bisa," sahut Langit.
Ruby tertawa garing mendengarnya. Ada-ada saja, pikir gadis itu.
"Gue juga serius," ucap Langit membuat tawanya terhenti.
"Lo Abang gue, mana bisa."
"Saudara tiri. Lagian gak sedarah," ungkap Langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Gadis Gila [END]
Teen FictionBELUM DIREVISI!! Bagaimana jadinya jika seorang gadis yang memiliki sifat bandel, bar-bar, suka membuat onar, dan sedikit tidak waras mengalami transmigrasi ke tubuh seorang antagonis di dalam novel yang baru saja ia baca sebelum meninggal? Sudah ka...