Chapter 32

34.1K 3.2K 208
                                    

Sampai keesokan harinya Ruby masih diikat di atas sofa. Edward yang tak berperasaan itu sama sekali tidak membiarkan dirinya pergi sebelum apa yang diinginkannya tercapai.

"Sampai kapan lo nyulik gue? Kurang kerjaan! Udah gue bilang, kan, kalau novel itu tak ada di gue!" Ruby langsung nyolot, menatap lelaki yang kini berdiri dihadapannya dengan seragam sekolah mereka.

"Gue tau," sahut Edward.

"Terus?" Ruby menatap sinis.

"Gue lepasin setelah Langit mau nyerahin novelnya. Anggap aja sekarang lo jadi sandera."

"Langit?"

"Iya, lo gak tau kalau dia yang ngambil? Hah ... entah apa lagi yang coba kalian berdua sembunyiin dari gue. Tapi sayangnya gue gak sebodoh itu," ujarnya.

Alis Ruby bertaut, ia merasa sejak kemarin Edward membicarakan hal yang samasekali tidak ia mengerti.

"Setelah gue pergi sekolah, jangan coba-coba kabur! Kalau ketauan kabur ... siap-siap lo gak bisa jalan besok," ancamnya.

"Woy! Lepasin gue dulu, Ege! Edward!" teriak Ruby nyaring.

Ruby tak habis pikir dengan lelaki itu. Ia bahkan belum dikasih makan dari kemarin. Tubuhnya mulai lemas sekarang.

"Selamat pagi, Nona," sapa seseorang yang tiba-tiba datang dan berdiri dihadapannya.

"Lo ... bukannya lo yang waktu itu di mobil? Jadi lo sama Edward sekongkol? Wah ... parah banget," ucap Ruby geleng-geleng kepala.

"Maaf, Nona. Saya diperintahkan untuk melepaskan anda. Tapi dengan syarat, jangan berbuat macam-macam."

"Iya-iya, yaudah! Lepasin sekarang, gue mau makan ini laper banget keburu gue mati, kan?!" sahut Ruby tak santai.

Lelaki itu langsung melepaskan ikatan yang menjeratnya. Ruby tiba-tiba hendak kabur namun dengan sigap langsung di tahan dan ditarik kembali duduk di sofa.

"Lo apa-apaan, sih! Gue mau pulang."

"Saya sudah memperingatkan anda, Nona. Jika anda tidak bisa diatur, terpaksa saya harus mengikat anda lagi."

"Heh! Lo pikir gue sapi apa pake diikat segala! Ganteng-ganteng bikin emosi. Kenapa, sih, gak tolongin gue aja. Ntar imbalannya gue kasih lo makan pecel lele di perempatan. Belum pernah, kan?" bujuk Ruby namun sama sekali tak dihiraukan.

"Saya akan membawakan sarapan pagi," ucap Leo hendak keluar namun tangannya terlebih dahulu di tahan.

"Please ... gue mau sekolah. Mau ketemu ayang, ntar kalau gak sekolah ayang gue direbut sama pelakor." Ruby menunjukkan wajah memelasnya.

***

Suara langkah kaki cepat menaiki satu-persatu anak tangga. Ekspresi datarnya membuat mereka yang berlalu ikut segan sekaligus bingung dengan gerak-geriknya.

Langit menendang pintu rooftop dengan kasar kemudian menghampiri sosok lelaki yang sedang berdiri membelakanginya.

"Di mana adek gue?!" tanya Langit to the point.

Transmigrasi Gadis Gila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang